Sepenggal Cerita Tentang Rindu
Pandemi saat ini menjadi bencana yang mengerikan, kejadian diawali dari negara Cina. Bulan Desember 2019 hingga kini belum juga usai, membawa pergi ribuan nyawa kembali ke sisi Tuhan. Mengambil penghasilan dari pedagang kecil yang tak bersalah, begitu pula dengan Sekolah juga terdampak karenanya.
Tak terasa, waktu dua tahun pandemi merenggut masa sekolah. Masa sekolah yang seharusnya diisi dengan tawa bahagia, kini tinggal angan belaka. Tak terbendung besarnya rasa rindu berkumpul seperti sedia kala. Cerita indahnya saat sekolah tak ada lagi artinya.
Rindu, jenuh dan lelah membayangi semua orang. Tak ada yang tahu kapan pandemi akan berakhir nantinya. Bermain bersama teman, berlarian ketika pelajaran olahraga atau lupa membawa topi ketika upacara. Sekarang, hal sederhana saja terasa sulit diperoleh.
Terkadang hati terasa ngilu mengingat kebersamaan dengan teman sebaya. Saling bercerita dan bercanda ria di bawah pohon maupun dikelas, bergerombol dan berdesakan saling dorong ketika berkunjung ke Kantin atau hanya sekedar bertanya kabar. Bergandengan tangan dengan teman masih sangat membekas, sepertinya baru kemarin bertemu. Sulit untuk meredam kerinduan ini.
Keinginan untuk merengkuh dalam dekap dirasakan oleh bapak dan ibu guru. Waktu yang dihabiskan bersama orang tua kedua disekolah sangatlah bermakna. Dari yang tidak mengerti menjadi memahami sebuah persoalan. Gurulah yang mengajarkan dengan penuh kasih sayang dan cinta.
Ucapan terima kasih seakan tak cukup untuk membalas jasa mereka. Saat tiba waktunya bertemu lagi, ingin rasanya mengungkapkan semuanya dan berlari menghambur dalam pelukan kehangatan.
“Guru adalah orang tua kedua saat disekolah.” Istilah yang sering disebut dengan bangga. Kini mulai tak terdengar lagi dengungnya. Sedih rasa hati ini mengetahui semuanya. Bagaimanapun juga, bila tak ada guru kita bisa apa?
Semangat belajar pun kini hilang entah kemana, direnggut oleh kemalasan diri yang datang tanpa diundang. Perlahan namun pasti tugas semakin bertambah karena kurangnya pemahaman dari materi yang disampaikan. Jika begini salah siapa?
Saat ini yang bisa dilakukan hanyalah membangun semangat diri sendiri untuk mewujudkan cita-cita. Jangan jadikan pandemi sebagai penghambat seluruh impian yang sudah tertata dalam benak. Jika saat ini kita sudah patah semangat, lantas akan jadi apa kita nanti di kemudian hari?
Pandemi Covid – 19 hingga tumbuh varian terbaru belum menunjukkan tanda akan berakhir saat ini. Kerinduan belajar di sekolah semakin tak terkontrol, hingga PPKM yang terus saja diperpanjang. Sejatinya, kapan semua ini akan berakhir? Sampai kapan negeri ini berjuang melawan virus yang tak terlihat wujudnya?.
Mari bergandengan tangan melawan Covid-19 dengan tetap mematuhi protokol kesehatan serta tidak ada ketakutan untuk menerima vaksin. Jangan mudah termakan hoaks ya! Jika tidak dimulai dari kita, lalu siapa lagi? Lindungi diri, keluarga dan sekitarnya agar dapat beraktivitas seperti sedia kala.
Daftar kepustakaan: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pandemi_Covid-19
Profil penulis:
Zana Rifki Rosyadi, lahir pada tanggal 12 Agustus 2006 di Semarang, Jawa Tengah. Anak kedua dari bapak Suryadi dan ibu Rohayati. Saat ini penulis duduk di kelas sembilan. Bersekolah di SMP Negeri 5 Ambarawa. Penulis dapat dihubungi melalui e-mail [email protected] . Tak ada yang tak mungkin jika kita berusaha semaksimal mungkin.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar