Memaknai Kebersamaan dengan Orang Tua di Era Pandemi
Sebelum berlangsungnya Pandemi Covid-19, kebersamaan saya dengan orang tua menjadi hal sangat langka. Kedua orang tua saya bekerja sebagai pengajar. Jarang waktu luang untuk berkumpul bersama dengan saya dan kakak. Kebersamaan saya dengan sosok kedua orang tua banyak tergantikan dengan produk tehnologi canggih yang bennama keren gadget: komputer,HP maupun tablet. Saya resah namun tak tahu harus berbuat apa.
Porsi kebersamaan dan pendampingan orang tua kepada anak harus ada. Saya merasa sangat butuhkan hal itu. Di sisi lain, secara alami saya butuh kebersamaan dengan teman sebayanya. Di sisi lainnya lagi, saya butuh waktu berada di antara lingkungan sosial di mana saya dan keluarga tinggal.
Jadi berbagai porsi itu memang harus ada secara seimbang. Jangan ada yang tergantikan. Semuanya memiliki andil yang kuat untuk pembentukan karakter serta tingkah laku saya sebagai anak. Bekal inilah yang merupakan keinginan saya dari kedua orang tua saya. Alangkah sedihnya kala orang tua kita meminimalisir porsi keberadaan dan kebersamaan dengan saya.
Saat kepungan Pandemi Covid-19 inilah, saya, kedua orang tua dan kakak saya “dipaksa” untuk banyak meluangkan waktu di rumah. Inilah salah satu sisi positif, hikmah yang sebenarnya dapat kita petik. Anak adalah amanah dari Allah SWT. Hitam-putih anak tergantung kepada orang tuanya. Bagaimana nasib masa depan anak, bagaimana interaksi anak dengan lingkungannya. Seberapa jauh keberhasilan anak dalam studi dan keberadaannya di dunia luar, sebenarnya tergantung pada seberapa jauh kedua orang tua berperan atau memerankan dirinya secara maksimal dan efektif di hadapan sang anak.
Pasti ada keinginan untuk tumbuh sikap kritis dan kreatif dalam jiwa kita sebagai anak. Sehingga akan tercipta generasi bangsa yang tangguh. Sayangnya, tidak sedikit orang tua yang lalai bagaimana cara mendidik anaknya. Orang tualah yang berkewajiban untuk menemukan potensi yang dimiliki seorang anak yang kritis, kreatif dan inovatif.
Setiap orang tua pasti berharap agar anaknya memiliki soft skill. Untuk membentuk ciri-ciri tersebut tidaklah mudah. Seorang anak bisa menjadi sosok yang ideal, identik dengan pemikiran kritis dan kreatif hakikatnya dapat terbentuk dari dasar sikap keseharian yang diajarkan orang tuanya, pengaruh lingkungannya, sarana bermainnya, serta faktor lain yang mempengaruhinya.
Orang tua wajib membangun kedekatan dengan anak. Selama ini, kesibukan dalam bekerja dan mengurus rumah tangga sering kali menjadi penghalang bagi orang tua untuk memiliki kedekatan dengan anaknya. Saya mengidamkan waktu bersama dengan orang tua yang cukup banyak. Beliau berdua harus sering mengajak kami anaknya untuk ngobrol. Misalnya, ketika saya selesai belajar secara daring seperti saat ini, orang tua berinisiatif mengelus kepala anaknya dengan lembut sambil bertanya, “Nak, tadi di sekolah diajari Bu guru apa?”
Kedua orang tua saya biasa menanyakan hal-hal lainnya yang terkait dengan kami. Pertanyaan lainnya perlu dikembangkan untuk menghadirkan kenyamanan pada diri kami. Dengan demikian, kami akan merasa terlindungi. Memiliki sosok yang bisa menampung uneg-uneg dan keluh kesahnya. Anak pun akan merasa mendapatkan kembali teman yang bisa menjadi tempat berbagi. Tempat untuk mendinginkan hati, di saat kegalauan menyeruak berada di awang pikir.
Dengan begitu, saya sebagai anak merasa tenang terlindungi dan senang berada dalam hangatnya kasih sayang orang tua. Di saat yang senggang, orang tua bisa menunjukkan kasih sayangnya dengan sentuhan lembutnya pada sang anak. Mengelus-elus kepala dengan lembut membuat hati saya menjadi tenang. tidak gampang marah. Di era pandemi ini orang tua membuat saya merasa aman dan nyaman di rumah.
Berbagai tindakan ringan yang bisa merefleksikan kasih sayang amat saya butuhkan. Biasanya orang tua saya menepuk pundak saya dengan lembut. Rasanya ini bisa menjadikan saya tumbuh menjadi pribadi yang kuat, tidak mudah menyerah. Saya yang sering dielus-elus pundak kiri atau kanan, semakin menambah rasa percaya diri saya.
Di era pandemi berkepanjangan ini, kadang terjadi hal yang bertentangan. Mungkin akibat terlalu jenuh berada di rumah yang notabene urusan rumah juga semakin bertambah dengan pembelajaran jarak jauh yang lengkap dengan seabregnya tugas sekolah yang kadang harus dikerjakan orang tua, saya ingatkan agar seyogyanya orang tua menghindari berlaku keras dan kasar kepada anak.
Tentang hal ini, saya jadi ingat apa yang diajarkan oleh Ustadz maupun ustadzah saya di sekolah. Dalam sebuah kisah, suatu ketika ada seorang sahabat Rosulullah SAW yang dikencingi oleh anaknya. Sahabat tersebut hendak memarahi sang anak. Rosululloh SAW yang melihat hal tersebut langsung menegur sahabat tadi. “Bajumu bisa dicuci dengan air dan air kencing anakmu itu akan hilang. Namun kata kasar yang kamu ucapkan kepada anakmu, akan dia ingat sampai dewasa”.
Bersikap keras dan kasar tidak akan menyelesaikan masalah. Yang akan terjadi justru sang anak akan berperangai keras dan kasar juga. Jadi jangan salahkan anak jika ketika ibu bapaknya sudah tua renta, sang anak justru malah bersikap keras dan kasar kepada ibu-bapaknya. Itu kemungkinan besar terjadi karena dia dulu sering dikasari dan dikerasi. Sehingga ia menirunya. Si anak pun tumbuh dewasa menjadi orang yang keras dan kasar. Nauzubillahimin dzalik.
Anak Sholeh: Sebuah Idaman
Muara dari pola pendidikan yang baik, terarah dan bijaksana ini adalah agar kita menjadi anak sholeh. Sosok anak sholeh merupakan dambaan bagi orang tua. Anak yang sholeh adalah anak yang mencintai Alloh dan Rosululloh serta berbakti kepada bapak dan -terutama- ibunya. Anak sholeh seperti ini merupakan amal jariyah bagi bapak-ibunya. Amal kebaikan yang dilakukan oleh anak yang sholeh otomatis akan mengangkat derajat bapak-ibunya di dunia dan akhirat. Contoh sederhana; kalau ada anak yang berakhlaq baik, suka menolong, bertutur kata dan berlaku sopan, senang membantu bapak-ibunya, biasanya masyarakat akan bertanya-tanya, “anak sopan dan baik itu putranya siapa ya….?”
Selain itu kita tahu bahwa doa anak yang sholeh insyaAllah mustajab. Doa yang dipanjatkan anak yang sholeh di setiap ba’da sholat akan bermanfaat bagi bapak-ibunya. Doa anak yang sholeh merupakan pelebur dosa bagi orang tuanya sekaligus sebagai pendongkrak derajat bapak-ibunya di akhirat. Beruntunglah kalau kita termasuk sebagai anak sholeh. Beruntung di dunia dan di akhirat.
Langkah pertama untuk mendidik anak menjadi sholeh adalah dengan senantiasa memberikan contoh perilaku yang baik di rumah. Ada pameo yang mengatakan “seorang anak mungkin gagal dalam memahami apa yang orang tua katakan, tapi seorang anak tidak pernah gagal dalam meniru prilaku”.
Anak adalah contoh kecil paling nyata dari apapun yang ada di lingkungan keluarganya. Bagaimanapun, harus diingat bahwa orang tua tidak hanya penyampai pesan, tetapi keduannya adalah pesan. Mohon jangan lunturkan kebersamaan yang berkualitas dengan kami. Kita sebagai anak dapat dianalogikan sebagai emas. Kebersamaan orang tua dengan kita adalah upaya menyepuhnya, agar emas itu menjadi mengkilap, berkualitas. Di era Pandemi panjang inilah semua sudah saya rasakan betapa indah dan nyamannya kebersamaan dengan orang tua di banyak kesempatan di rumah.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar