Veraya Putri Alivia Darma

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Bab 2, Sandi Rumput?

Bab 2, Sandi Rumput?

Terik matahari menyinari atap rumah kakek. Suara bising anak-anak yang sedang bermain menceriakan suasana. Ayah Damar sedang menyiram tanaman di halaman depan rumah. Ia menyapa para tetangga yang sesekali lewat menggunakan sepeda. Ibu Sonya membantu nenek turun dari teras rumah supaya tidak terjatuh. Udara yang segar merilekskan semua anggota keluarga dari kesedihan yang melukai mereka. Daun-daun di pohon berdansa dengan rimbun teriup angin. Sekarang jam 9 pagi, waktu yang tepat untuk beraktivitas. Sueb bersama teman-temannya di kampung sedang bermain gundu seperti biasa. Bocah kelas 3 SD itu memang sudah merangkul banyak teman di kampung. Orang sepantarannya yang lewat saja bisa langsung akrab bila berinteraksi dengannya. Sueb tinggal di Jakarta, ia mempunyai kakak bernama Marsya. Berbeda 2 tahun lebih tua dengannya.

Ini hari kelima setelah kepergian kakek. Suasana mulai membaik walau masih ada duka yang membekas. Garis senyuman sudah nampak di wajah beberapa anggota keluarga. Yang masih belum bisa menerima semua ini hanyalah nenek. Nenek sepertinya terpuruk sekali, belahan jiwanya pergi meninggalkan nenek lebih dulu. Beberapa hari lagi juga anak-anak dan para cucunya akan pulang sehingga nenek akan sendiri. Kesedihannya sebagai orang tua adalah saat anak-anaknya tidak pulang dalam waktu lama. Mereka sudah menikah dan mempunyai buah hati. Sibuk dengan urusan masing-masing, hingga lupa bahwa ada seseorang yang menunggunya untuk pulang. Seseorang yang setia duduk di kursi teras rumah untuk melihat apakah ada mobil yang datang. Nenek menyesak.

Damar dan Sonya sedang duduk di kursi teras. Ada dua buah kursi dari rotan yang terdapat meja di tengahnya. Damar membaca novel yang baru ia beli di toko buku sebelum ke sini. Saat asyik membaca, tiba-tiba Marsya, Sella, dan Mina datang menghampirinya.

“Kak Damar, Kak Sonya, ayo main petak umpat!” ajak Sella yang mungil itu. Ia menarik-narik baju Sonya agar kakak sepupunya itu bisa bermain. Ia memaksa Damar dan Sonya dengan memelas. Ia bekata, “Kita kurang temen, kak. Nggak seru kalo Cuma 3 orang doang.”

“Boleh… Ayo Mar! Aku juga sedikit bosan,” ajak Sonya. Kemudian Sonya berdiri dan keluar dari teras bersama dengan Marsya, Sella, dan Mina. Damar menutup bukunya dan menyusul. Mereka pergi ke halaman tempat bermain di sisi kanan rumah itu.

“Aku yang jaga ya!” Damar menempelkan kedua lengannya ke dinding kayu.

“Oke, kak!”

Setelah itu Damar memejamkan matanya dan mulai berhitung. “Satu..”

Sella langsung menemukan tempat persembunyian yang cocok dengannya. Ia bersembunyi di belakang pohon besar di dekat mobil yang diparkir. Batang pohonnya lebar, sehingga muat untuk tubuhnya yang kecil.

“Dua…”

Marsya yang penuh ambisi juga mulai mendapat ide, ia menemui Om Adan, pamannya yang berada di dekat mobil. Ia sedang bersantai sambil membaca koran. Marsya berkata jangan bilang ke kak Damar kalau Marsya mengumpat di belakang mobilnya. Nanti kalau Om Adan bilang, Marsya akan menggelitik Om Adan sampai lelah.

“Tiga…”

Mina juga tak kalah, ia punya ide untuk mengumpat di toilet. Jadi kalau ada yang mau mencarinya tinggal bilang saja lagi buang air. Tidak akan ada orang yang bisa masuk kecuali Mina keluar sendiri. Ia tersenyum jahat nan puas saat memikirkan ide ini. Diambilnya langkah dengan gagah ke kamar mandi belakang. Dirinya penuh percaya diri dan ambisi. Namun, sayangnya kamar mandi sedang ada yang menempati. Seketika dirinya panik. Rencananya telah gagal, ia kehilangan semangat. Matanya lalu planga-plongo mencari tempat persembunyian. Akhirnya ia bersembunyi di kamar kedua dekat ruang keluarga. Setelah masuk, ia cepat-cepat mengunci pintu kamar dengan tangan kilatnya. Mina pun merasa tenang dan merebahkan dirinya di kasur dengan tubuhnya yang penuh keringat.

“Empat…”

Sonya masih mencari-cari tempat yang cocok untuk dijadikan persembunyian. Ia masih bingung harus bersembunyi dimana. Ia berlari ke sana ke mari namun belum menemukan titik terang.

“Lima….”

“Enam…”

Sonya makin panik. Ia mau bersembunyi dibalik pohon besar namun sudah ditempati Sella.

“Tujuh…”

“Delapan..”

“Sembilan…”

Tiba-tiba Sonya melihat sebuah tempat sampah, tanpa pikir panjang ia langsung berlari ke arah sana dan mengumpat di balik tong sampah biru itu. Baunya busuk, bau sampah. Tapi Sonya harus tetap strong demi menang.

“Sepuluh! Siap atau tidak aku datang!”

Dengan instingnya, Damar berjalan ke arah tong sampah biru yang kotor. Dengan cepat ia mengagetkan Sonya dengar suara keras.

“Sonya ketahuan!” Damar tertawa kencang saat melihat wajah Sonya yang masam.

Marsya, Mina, dan Sella juga menyusul diciduk tempat persembunyiannya. Walau Damar mencari mereka dalam waktu 15 menit, setidaknya ia menemukan para mangsa dengan dirinya sendiri. Sekarang Sonya yang jaga. Ia menempelkan tangannya ke dinding dan mulai berhitung, Marsya, Mina, dan Sella berlarian mencari tempat sembunyi.

Damar berusaha mencari tempat persembunyiannya. Tiba-tiba, terbesit suatu ide, bangunan semacam gudang di belakang rumah. Tempat itu cukup sepi dan tidak diketahui banyak orang. Pasti Sonya tidak akan bisa menemukan dirinya. Tanpa pikir panjang, laki-laki itu segera berlari menuju gudang tua. Sesampainya di sana, berdirilah sebuah bangunan kecil yang kira-kira hanya beberapa petak. Mungkin itu adalah sebuah gudang. Dindingnya terbuat dari kayu yang disusun dan dipadatkan, atapnya dari bahan fiber yang bergelombang, namun sudah berdebu sehingga terlihat abu-abu. Di sekitarnya tumbuh rumput-rumput liar yang memanjang ke atas. Sayangnya, gudang itu terkunci oleh suatu gembok kecil. Damar berkali-kali menarik paksa gembok itu namun hasilnya nihil. 10 detik pun berakhir, Sonya sekarang sedang berkeliaran bagaikan agen rahasia yang mencari buronannya. Dari kejauhan terdengar suara Sonya yang sepertinya sudah menangkap Mina, Sella, dan Marsya. Ketiga anak itu memang mudah dicari, karena Sonya menggunakan otak, bukan menggunakan insting. Sonya memanggil-manggil Damar seraya mencari. Damar mencoba mendobrak pintu itu agar tidak ketahuan. Tapi tenaga anak itu kalah dengan gembok kecil yang menjaga pintu itu. Damar pun merasa lelah. Ia menyender pada pintu gudang kayu itu dengan tubuh yang dibasahi kerigat. Ia akan mencoba sekali lagi, kalau gagal ia harus terima diejek lemah. Satu dorongan pundaknya telah siap, ia mengambil ancang-ancang dan mengumpulkan seluruh tenaganya. Tapi tiba-tiba, pandangan matanya tertuju pada sesuatu. Di dinding gudang bagian agak bawah, tepatnya di bagian dekat dengan rumput ada beberapa ukiran yang bukan ukiran biasa. Pikiran untuk mendobrak pintu gudang itu teralihkan. Ia jongkok dan menatap lebih dekat ukiran itu.

Ukiran yang terlihat seperti detak jantung ini memuat Damar bingung. Damar curiga, pasti semua tulisan ini ada artinya dan bukan hanya sebatas tulisan yang tidak sengaja tergores di dinding kayu gudang itu.

“Damar ketahuan!” seru Sonya sambil berjoget ria karena berhasil menemukan mangsanya dalam waktu kurang dari 3 menit. Damar tidak merespon Sonya apapun, ia terfokus pada tulisan yang terukir di dinding ini.

“Kamu ngapain jongkok di situ, Mar? Kaya lagi ngeden aja,” kata Sonya. Pandangan Damar tidak berpaling sedikitpun, tangannya membuka tutup seakan menyuruh Sonya kemari untuk melihat apa yang ia lihat. Kemudian Sonya ikut jongkok dan mendekat. Ia memerhatikan tulisan yang ditunjukkan Damar.

“Kau tahu ini tulisan apa, Sonya?” tanya Damar bingung.

“I-ini… Sandi rumput, Mar.” Sonya terkejut dan mendekatkan lagi pandangannya ke arah sandi itu. Sonya bingung. Bagaimana bisa ada ukiran sandi yang ditulis di dinding gudang tua yang terbengkalai?

“Apa itu sandi rumput?” tanya Damar lagi dengan ekspresi kebingungannya. Ia memalingkan pandangannya ke wajah Sonya. Damar tidak tahu apa-apa.

“Haduh, kau tidak pernah ikut Pramuka ya?” Sonya menggelengkan kepala. “Sandi rumput itu adalah sandi morse yang bentuknya mirip dengan rumput. Makanya itu disebut sandi rumput. Strip di sandi morse dilambangkan dengan tanda rumput yang lebih besar, sedangkan titik dilambangkan dengan tanda yang lebih kecil,” papar Sonya.

“Wah, Son, menarik, bagaimana kalau kita pecahkan sandi ini?” Damar menuturkan idenya. Ia terlihat bersemangat sekali.

“Baru aja mau bilang, Mar,” jawab Sonya dengan sedikit tawa.

“Marsya, Sella, dan Mina boleh tolong ambilkan kakak kertas dan pena di dalam?” pinta Sonya kepada para adik sepupunya. Mereka bertiga mengangguk dan bergegas pergi ke dalam rumah. Tak lama kemudian, kertas dan pena sudah ada di tangan Sonya. Trio Medok itu berlari secepat kilat agar pesanan pena dan kertasnya cepat datang ke tangan kakak sepupunya. Tadi Mina sampai terjatuh dari tangga. Untungnya dia tidak terluka.

“Mari kita mulai, aku akan tulis dulu semua huruf dalam sandi morse,” kata Sonya dengan serius. Kemudian ia menggoreskan tinta penanya ke kertas putih. Ia menulis sambil mengingat-ngingat apa yang sudah dipelajari saat Pramuka. Tangannya menulis dengan cepat. Sonya memang aktif di kegiatan Pramuka, makanya ia bisa mahir tentang sandi dan segala hal yang berkaitan dengan Pramuka. 2 menit kemudian, tangan Sonya menghasilkan tulisan seperti ini.

“Bagaimana kau bisa hafal semua itu?” Damar terpukau oleh kecepatan tangan Sonya dalam menulis seluruh alfabet dalam kode morse. Sepupunya itu bagai kamus sandi berjalan.

“Makanya aktif di Pramuka, kaya aku,” sombong Sonya sambil menunjukkan muka bangganya itu. Ia menerangkan beberapa hal kepada Damar sebelum mengubah sandi-sandi itu. “Ingat ya, rumput besar untuk strip, rumput kecil untuk titik. Jangan lupa tanda strip di tengah-tengah itu digunakan sebagai spasi.”

“Simbol pertama itu rumput besar-kecil-kecil. Berarti… kalau diterjemahkan ke morse hasilnya adalah-”

“D. Huruf d” putus Damar.

“Wow, percobaan pertama sudah berhasil, keren!” puji Sonya. Damar tersenyum bangga lagi. Ia memamerkan giginya sambil melipat siku.

“Simbol kedua itu rumput kecil-kecil, berarti kalau diubah ke morse, jawabannya adalah i. Huruf i,” jelas Damar.

“Berarti kata pertama adalah di. Sekarang simbol selanjutnya, besar-kecil-kecil-kecil, kecil-besar, kecil-besar-besar, kecil-besar, dan kecil-kecil-kecil,” ungkap Sonya.

“Secara berurutan huruf-huruf itu menjadi b-a-w-a-h. Bawah! Kata kedua adalah bawah!” Damar sumringah karena berhasil menerjemahkan lagi satu kata sandi rumput. Padahal itu kali pertama ia belajar sandi rumput maupun morse.

“Oke! Lanjut kata ketiga!”

Di belakang mereka, Trio Medok kebingungan melihat apa yang kakak-kakak sepupunya itu lakukan. Trio Medok, karena setiap habis mandi mereka selalu dipakaikan bedak yang medok di wajah oleh ibu mereka. Jadi terlihat seperti hantu mungil yang berlarian ke sana ke mari. Matanya jadi terlihat hitam karena kulitnya didominasi putih. Marsya, Mina, dan Sella merasa terabaikan.

“Mereka ngapain sih?”

“Nggak tau.”

“Yaudah yuk, kita main aja.”

Mereka bertiga dengan polosnya kabur meninggalkan gudang tua itu. Mereka bermain kejar-kejaran di halaman kanan rumah. Di sana juga ada Sueb dan kawan-kawannya.

“Kata ketiga t-a-n-d-a, tanda!” Damar melompat girang karena memecahkan satu kata lagi. Tinggal kata terakhir, kata yang paling panjang.

“Kata terakhir biar aku yang pecahkan. Kau diam saja.” Sonya tak mau kalah. Ia menentukan besar atau kecil suatu simbol rumput itu, lalu menyocokkannya dengan sandi rumput. Keringat Sonya bercucuran, apalagi di sana tempatnya agak memojok. Jadi hawanya panas.

“Sebentar lagi… dan, yap! Ketemu! Kata terakhir adalah lingkaran!” teriak Sonya.

“Berarti kalau digabung, semua kata-kata itu menjadi kalimat Di Bawah Tanda Lingkaran,” jelas Damar yang menjadi bingung untuk ke sekian kalinya.

“Apa maksudnya kalimat itu? Aku yakin seseorang sengaja menaruh tulisan ini supaya ada yang menerjemahkannya, tapi untuk apa?” pikir Sonya. Lalu Damar merespon, “Apa jangan-jangan, kakek yang membuat kode ini?”

Mereka berdua saling pandang. Kebingungan dengan semua kode-kode misterius ini. Apa artinya? Kenapa bisa terukir kalimat itu di dinding gudang tua kakek?

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Bagus kak, kerenn...

13 Nov
Balas

terima kasih <3-!!

17 Apr



search

New Post