Magical World Season 3 - Perjalanan di Bumi (4)
Satu jam perjalanan berlalu. Sekarang, Ellen berjalan dengan menyeret kakinya. Dia merasa lelah sekali, meskipun beban di punggungnya yang berada di dalam tas ranselnya berkurang karena Ellen diam-diam menggunakan mantra sihir untuk meringankan berat. Toh, tidak akan ada manusia yang akan tahu kalau dia merasa ringan membawa beban begitu banyak di punggungnya.
Ellen mengeluarkan lagi tongkatnya dari dalam sakunya. Tangannya gatal ingin mengayunkan tongkat sihirnya, berbisik mengucapkan mantra. Uhh, sekali saja sudah pernah menggunakan sihir, seseorang akan semakin terikat dengan sihir tersebut, dan rasanya, hidup akan terasa meresahkan tanpa sihir. Itulah yang dialami Ellen.
“Aaaaakhh..! Tolong..!” tiba-tiba, seseorang berteriak-teriak.
Ellen terkejut, segera memasukkan tongkatnya ke dalam saku. Dia mengendap-endap mendekati asal suara. Suara tersebut berasal dari tepi sungai. Ellen mendekat, bersembunyi dan mengamati dari balik pohon.
Ternyata itu adalah Flo! Dia menjerit-jerit di tepi sungai, berusaha untuk berlari, tapi kakinya tersangkut sesuatu. Ellen memandang ke arah sungai dan terkejut. Ada beberapa buaya yang berenang mendekat ke arah Flo. Pantas saja Flo ketakutan.
Ellen menahan napas, beradu pikiran. Dia ingin membantu Flo, tapi bagaimana caranya? Dia bisa saja membantu Flo dengan menggunakan sihir, tapi dia tidak diizinkan untuk menggunakan sihir di hadapan manusia. Ellen menggigit bibir, memandang buaya-buaya yang berenang semakin dekat.
“Ara deu amiandos!” Ellen melompat, mengambil risiko identitas sebenarnya terungkap. Dia mengacungkan tongkat ke arah buaya-buaya itu, meski tak tahu apakah dia bisa menggunakan mantra tingkat tinggi itu atau tidak.
Berhasil! Ellen tersenyum tipis. Kawanan buaya-buaya itu tampak tersentak sejenak, lalu berbalik arah. Ellen mengayunkan tongkatnya, mengarahkan buaya-buaya itu agar berenang pergi. Kemudian, dia menjentikkan tongkatnya. Kendali mantra Aramiandos atas buaya-buaya itu sudah hilang.
“Flo, kamu baik-baik saja?” Ellen melompat dari atas batu, berlari menghampiri Flo. Ellen mengulurkan tangannya untuk membantu Flo berdiri.
Flo tampak ketakutan, agak menjauh. Dia terdiam, memandang Ellen lamat-lamat. Dia menghela napas, menerima uluran tangan Ellen dan berdiri. Dia kembali terdiam, memandang Ellen lagi.
“Kamu penyihir?” Flo bertanya.
“Mmmhh.., begitulah,” Ellen meringis. Dia menggaruk kepalanya. “Tapi, jangan beritahu siapa pun, ya, mengenai identitas asliku. Kumohon, rahasiakanlah.”
Tiba-tiba, Flo memeluk Ellen. Dia menangis tersedu-sedu. Ellen tampak terkejut, ingin melepaskan diri. Tapi akhirnya, dia memutuskan untuk balas memeluk. Hmmhh.., sudah lama Ellen tak dipeluk dan/atau memeluk Flo.
“Maya, Elsa, dan Nindy…, mereka sepertinya sengaja meninggalkanku di sini,” Flo menghela napas. Air matanya masih mengalir di wajahnya. Dia menatap Ellen, sesenggukan. Kemudian, dia melanjutkan, “Terima kasih sudah membantuku, Ellen. Apa yang bisa aku lakukan sebagai wujud terima kasihku?”
Ellen terdiam. Apa, ya? Dia agak bingung. Tiba-tiba, matanya tertuju pada buku yang dipegang Flo.
“Buku apa yang kau bawa itu, Flo?” Ellen bertanya.
“Ohh, buku ini?” Flo menunjukan buku tersebut pada Ellen.
Ellen agak terkejut ketika membaca judul buku tersebut. Legenda Tentang Pijakan Langit dan Bumi. Sang Legendaris Bela Diri.
“Hehe, aku sangat menyukai dongeng di dalam buku ini. Katanya, sih, tempat yang bernama Pijakan Langit dan Bumi berada di hutan ini. Barangkali aku bisa menemukan tempat itu,” Flo tersenyum.
“Hmm.., boleh aku pinjam bukunya?” Ellen bertanya.
“Kenapa tidak? Silahkan, pinjam saja!” Flo tersenyum lagi, menyodorkan buku tersebut pada Ellen.
Ellen membuka lembaran demi lembaran buku tersebut. Tidak ada penulisnya. Ellen tidak peduli. Dia segera membaca dongeng atau legenda yang tertulis di dalam buku tersebut. Isi buku tersebut kurang lebih seperti ini:
Pijakan Langit dan Bumi adalah sebuah tempat di mana terdapat sebuah portal yang bisa terbuka menuju istana Master Fau, seorang ahli bela diri legendaris. Portal tersebut akan terbuka ketika pelangi muncul. Tempat tersebut berada di sebuah hutan yang berkabut, di puncak gunung, dikelilingi pohon berbunga putih yang berguguran setiap lima menit.
Untuk membuka gerbang tersebut, mainkanlah seruling ajaib. Gerbang tersebut akan terbuka dengan sendirinya. Tunggulah hujan turun, maka portal tersebut akan bercahaya. Saat pelangi muncul, maka portal tersebut akan sempurna terbuka. Portal tersebut berbentuk dua unggas yang saling berhadapan.
“Mmmhh.., dongeng di cerita ini seru sekali,” Ellen tersenyum, menyerahkan kembali buku tersebut pada Flo.
“Yeah, tentu saja! Itu dongeng favoritku!” Flo menerima bukunya.
“Hmm.., sebaiknya, kamu kembali saja ke rumah. Teman-temanmu mengkhianatimu dan sepertinya takkan kembali lagi untuk melihat keadaanmu,” Ellen memberikan saran.
“Ya, terima kasih, ya! Sampai jumpa!” Flo melambaikan tangannya, berlari pergi.
“Terima kasih juga! Sampai jumpa, Flo!” Ellen tersenyum, balas melambaikan tangannya.
Ellen melangkah mundur, lalu berbalik. Dia melangkah pergi. Dia harus pergi ke puncak gunung, mencari tempat yang dikelilingi pohon berbunga putih yang berguguran setiap lima menit. Tapi, di mana ia bisa menemukan seruling ajaib?
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Lanjut!
Aku enggak akan lanjutin MW, sorry
Lanjuott..
Aku enggak akan lanjutin MW, sorry
Lanjuttt
Aku enggak akan lanjutin MW, sorry
lanjut
Aku enggak akan lanjutin MW, sorry