Magical World Season 3 - Berperang Melawan Tugas Menyebalkan (5)
“Hmm.., segar, ya?” Ellen tersenyum.
Ellen senang sekali bermain hujan. Sejak umurnya tiga tahun, Ellen bagaikan berteman karib dengan hujan. Setiap hujan turun, Ellen pasti selalu bermain hujan. Tidak ada yang melarangnya. Ayahnya sibuk mengurus pekerjaan kantor, jadi tidak memperhatikan Ellen. Dia juga sering bermandikan lumpur, karena berguling-guling di tanah disiram hujan.
Ellen berlari-lari di tanah becek halaman istana. Tongkat sihirnya dibuat menjadi payung. Payungnya transparan. Sepatunya menginjak kubangan lumpur. Wajahnya mesra menyambut hujan.
Byuur..! Wajah Ellen disiram lumpur. “Serangan” dari Asera. Ellen tertawa, membersihkan wajahnya dari lumpur. Ellen, Wizzie, dan Asera saling tatap sejenak, berbicara melalui ekspresi. Segera saja, terjadi perang lumpur di antara mereka. Asera tentu saja yang menjadi “ksatria lumpur” denga kemampuannya. Badai lumpur bergulung-gulung menenggelamkan Ellen dan Wizzie.
“Ahaahaha, terimalah pembalasan dari kami..!” Ellen dan Wizzie menggunakan tangan untuk melemparkan lumpur.
Wajah mereka yang berseri-seri berlumuran lumpur. Lily, yang sudah menyelesaikan semua tugasnya, bergabung dalam perang lumpur tersebut. Orang-orang lainnya juga ikut bergabung. Mereka tertawa bersama, tidak peduli pakaian mereka berlumur lumpur.
“Haha, sepertinya kalian asyik sekali, ya?” seseorang tertawa di belakang Ellen.
Ellen menoleh. Dilihatnya Roselle, dengan gaun merah muda lembutnya. Wajahnya berlumur lumpur. Roselle tertawa riang, membersihkan wajahnya dari lumpur.
“Siapa yang melemparkan lumpur itu padamu, Roselle? Akan kubalas,” Ellen berkacak-pinggang, berpura-pura marah.
“Tentu saja itu adalah kamu, El,” Roselle tergelak.
Ellen tertawa. Dia melemparkan lumpur ke wajahnya sendiri, seolah membalas diri sendiri.
Byuurr..! Belum selesai Ellen membersihkan wajahnya, badai lumpur bergulung, membuatnya hampir tenggelam. Orang-orang lain menjerit, terkejut, tidak menyangka akan ada badai lumpur datang. Ellen jatuh terduduk di tanah bersama Micha, yang saling tatap dengannya, lalu tertawa. Mereka semua sama-sama mencari pelaku badai lumpur tersebut.
“Asera…!” semuanya menjerit. Asera tertawa cengengesan.
Di pojok halaman, ada orang yang hanya diam memperhatikan dari kejauhan, dengan kebencian di dalam hatinya melihat orang beramai-ramai bermain bersama. Dia menyilangkan tangannya di depan dada, bersandar pada batang pohon.
“Nicole.., enggak mau ikut main..?!” Ellen berseru.
Ellen bahagia sekali ketika hujan turun. Bahkan kebenciannya terhadap orang lain dapat menghilang sehingga rasanya tidak ada masalah apa pun di antara Ellen dengan orang yang dibencinya.
Nicole buru-buru menggeleng, wajahnya dihiasi bibir cemberut yang terlihat lucu. Ellen sadar, ekspresi Nicole itu identik dengan ekspresinya ketika bangun tidur tadi pagi. Ellen tergelak melihatnya. Dia berlari ke arah Nicole, lantas menarik tangannya untuk bermain lumpur bersama.
“Jangan cemberut setiap hari, dong.., ikut main, lah!” Ellen tersenyum, wajahnya disiram hujan dan lagi-lagi, dilempar lumpur oleh Asera.
“Singkirkan tanganmu dariku!” Nicole berkata tajam. Dia mengibaskan tangannya.
Ellen tampak terkejut dengan kalimat yang dikeluarkan oleh mulut Nicole. Matanya menilik sosok Nicole yang dingin dan pendiam. Ellen termangu memandang paras cantik yang dimiliki Nicole. Dia menggenggam tangan Nicole erat-erat, bibirnya terbuka seperti hendak mengatakan sesuatu. Rasanya.. rasanya Ellen pernah melihatnya…
Ellen dan Nicole saling berpandangan. Kebenciannya terhadap Nicole seolah datang lagi. Ellen mendengus, melepaskan genggaman tangannya. Dia menatap tajam pada Nicole, sama dengan tatapannya tadi pagi. Nicole balas menatapnya tajam, menggeram. Kemudian, dalam sekejap, Nicole sudah menghilang dari pandangannya, raib seperti ditelan bumi (tanah Magical World?).
Bibir Ellen terbuka. Kenapa Nicole tiba-tiba menghilang lagi? Dia yakin kalau dia tidak salah lihat. Kejadiannya sama seperti ketika di ruang makan tadi. Dia menoleh ke sana kemari, siapa tahu, ada sosok Nicole muncul di sekitarnya. Tapi, Nicole benar-benar sudah menghilang.
“Ellen! Melamun saja kerjanya!” Wizzie menepuk pundak Ellen. Dia tertawa terbahak-bahak.
Ellen tersentak. Dia segera tersadar. Ellen tersenyum, kembali bergabung dengan teman-temannya.
“Wow.., lihat, ada pelangi..!” seseorang berseru, menunjuk ke langit.
Ellen memandang ke langit. Pelangi indah samar-samar muncul. Ellen tersenyum. Dia sama sekali tidak menyadari sesuatu. Sesuatu yang membuat orang lain berbisik-bisik. Sungguh, Ellen belum pernah menyadarinya.
Di salah satu pohon, Nicole muncul kembali. Sekilas senyum samar tersungging di wajahnya. Matanya seolah bercahaya memandang pelangi yang mengundang senyum. Dia tak lagi muram seperti sebelumnya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Lanjutt Naf
:)