Setelah Ummi Tiada - Bab 4 - Apa itu Beasiswa?
Apa itu Beasiswa?
“Hehehe,” ia adalah teman kosan ku, Asha. “Astaghfirullah, iih. Tadi aku ketakutan tau!” aku berlari ke arahnya. “Maaf ya! Kamu lama sekali beli makanannya. Aku jadi laper nih!” jelasnya. “Oh, aku ga dikhawatirin ya?” aku memamerkan wajah cemberut. “Eh. Maka dari itu, aku cari kamu.” sahutnya. “Aku duluan ya! Hati-hati, ada penculik!” dia meledekku atau apa sih?
“Oh iya, aku sudah beli makanannya ya!” Ia berteriak padaku.
Saat di kosan aku menaruh tas belanjaku. Tiba-tiba, Asha menanyakan sesuatu padaku.
“Kamu kenapa lama banget saat beli makanan?” tanyanya.
“Tadi, saat mencari makanan, aku bertemu teman lamaku yang pesantren. Lalu saat dia pergi, aku berfikir apa aku bisa masuk pesantrennya memakai hasil uang jerih payahku?” aku menjelaskannya kepada Asha sembari mengeluarkan makanan yang Asha beli.
“Lho? Bukannya sekarang ada beasiswa?” sahutnya sembari menekan tombol remote tv.
“Hah? Memang beasiswa itu apa?” tanyaku penasaran.
“Hah! Masa ga tau sih!?” serunya.
“Beneran, aku ga tau!” sahutku, seraya berjalan menuju dapur.
“Beasiswa itu, kalau kamu mau masuk sekolah, ada tes khusus untuk masuk beasiswa,”
“Lalu, apa bedanya sama tes biasa?” tanyaku, sambil mencuci sayuran
“Bedanya, kalau beasiswa, ga bayar uang sekolah. Jadi sekolah yang menanggung,” ujarnya, seraya berjalan ke dapur.
“Sini, yuk duduk santai dulu!” ia menarik tanganku mengajak ke sofa.
“Jadi, aku jelaskan beasiswa ya!” katanya seraya mengambil handphone miliknya.
“Beasiswa adalah pemberian berupa bantuan keuangan yang diberikan kepada perorangan yang bertujuan untuk digunakan demi keberlangsungan pendidikan yang ditempuh. Beasiswa dapat diberikan oleh lembaga pemerintah, perusahaan maupun yayasan,” jelasnya.
“Oh.. Kalau begitu, aku bisa pakai beasiswa ya?” tanyaku memastikan.
“Hmm bisa. Tetapi, aku saranin, kamu masuk beasiswanya saat SMA,” ujarnya.
“Kenapa? takut tinggal kosan sendirian yaa?” candaku.
“Iiih, bukan! Tapi, setahu aku, kalau pesantren harus bisa hafal 10 juz dulu. Sebenarnya tergantung pesantrennya sih,” cetusnya.
“Oh seperti itu! Kalau begitu, aku akan menambah hafalan!”
“Kriuk-kriuk,” Suara apa itu?
“Salma! Bikinin makanan dong! Lapar aku,” ternyata itu suara perut Asha!
Pagi ini, aku pergi ke tempat aku mengaji. Sedangkan Asha bersekolah.
“Asha! Aku pergi duluan ya!” cetusku.
“Iya!” sahutnya.
Aku berjalan, dan berjalan. Sampai akhirnya, aku sampai di sebuah pondok kecil. Aku melepas sepatuku, dan berjalan masuk.
“Assalamu’alaikum,” ucapku.
“Wa’alaikum Salam,”
“Apa kabar ustadzah?” tanyaku.
“Alhamdulillah. Bagaimana denganmu Salma?” ujarnya.
“Alhamdulillah,”
Namanya ustadzah Yaya, usianya sudah lanjut, yaitu 50 tahun. Ia tinggal seorang diri. Anaknya adalah seorang pelajar di luar negeri. Sedangkan suaminya sudah tiada. Aku memilih dia sebagai guru mengaji, karena dia adalah lulusan kairo. Dan, aku bisa membantunya jika membutuhkan sesuatu.
“Silahkan setoran hafalan ya!” ucapnya tergagap-gagap.
“Siap ustadzah,” ujarku, seraya mengucapkan ta’awudz.
Ustadzah sudah kuanggap sebagai Ummi sendiri. Senang rasanya bisa bertemu dengannya. Dia adalah seorang yang sangat baik. Walau, kadang saat dia bergembira, ada sedikit rasa sedih. Aku sangat menyayanginya sebagaimana aku menyayangi Ummi dulu.
“Alhamdulillah, kamu sudah lancar. Hanya saja, makhorijul huruf nya bisa dipelajari lagi ya,” ujarnya.
“Oke ustadzah. Oh iya, aku izin keluar sebentar ya. Mau beli air, kebetulan air disini juga habis. Untuk ustadzah juga,” aku meminta izin.
“Silahkan nak,” ia memperbolehkanku.
Aku membeli 3 Aqua botol untukku dan ustadzah. Kebetulan, di depan pondok kecil ustadzah, ada seorang penjual minuman. Aku membeli tidak sampai 1 menit. Aku berjalan santai ke pondok tempat dimana ustadzah tinggal.
“Assalamu’alaikum,” ucapku. Namun, tak ada jawaban. Karena heran, aku langsung menghampiri tempat ustadzah. Saat itu, ustadzah tergeletak tak sadarkan diri, aku berusaha membangunkannya. Namun, itu tidak ada gunanya.
“Ustadzah!” pekikku.
“Jangan, jangan pergi!” aku menangis, seraya menggerakkan tubuhnya.
“Ya Allah, cobaan apalagi ini?!!” ucapku lirih.
Aku bergegas keluar, dan minta bantuan warga. Warga Pun membawa ustadzah ke klinik terdekat. Namun, nyawa ustadzah tidak terselamatkan. Aku berfikir, kenapa orang yang aku sayangi, semuanya pergi? Aku, lalu mengambil air wudhu dan menenangkan diri. Ku tunaikan sholat ashar dan berdoa.
“Ya Allah, ya rabb. Mengapa engkau memberikanku cobaan seberat ini?’ ucapku lirih.
“Jika memang ini cobaan untukku, aku berpasrah hanya kepadamu ya rabb, aku akan menerimanya….”
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Bagus Khanza