9#
"Itu....ayah....,"
________________________________
POV AUTHOR
Wajah gadis itu membeku seketika, kakinya yang terasa begitu berat membuatnya jatuh terduduk melihat seorang pria yang berdiri didepannya.
" Ayah...itu...kau?,"
gadis itu terlihat lemas nada suaranya lirih gemetar.
" Ver! dia bukan lagi ayahmu!,"
suara seseorang berteriak, mencoba membuat gadis itu berdiri.
" Rafael...," gadis itu menjawab lirih.
" Dia ayahku...," lanjutnya.
Nada horor Vera membuat Rafael tak terkutik. Pria itu benar-benar ayah Vera ,dia terlihat marah memegang kayu di tangan kanannya.
" VERA KAU TAK PERLU IKUT CAMPUR!," suara seorang wanita terdengar dari belakang orang itu.
" Ibu?,"
Wanita itu terlihat menangis melihat kejadian di depan matanya. Pria bertubuh besar itu terlihat marah dengan tagan mengepal keras sebuah kayu berukuran besar.
" KAU MEMANG ANAK YANG SUKA IKUT CAMPUR!," sontak pria itu marah besar, melayangkan tangannya yang memegang kayu besar.
BRUK!
gadis itu membuka matanya, melihat dirinya yang tak terkena pukulan dari kayu, lalu tadi...
" RAFAEL!,"
Gadis itu melihat sahabatnya yang terduduk lemas, tersandar di salah satu pilar rumah bertingkat 2 itu.
" Rafael?! kumohon jawablah!," gadis itu mencoba membuat sahabatnya itu meresponnya.
Gawat! , gumam gadis itu
Suara rintihan rafael yang terdengar lirih membuat gadis itu lagi-lagi kesal dengan ayahnya.
" Ayah! kenapa ayah bisa begini sih!," hentak Vera yang melihat ayahnya yang melakukan hal yang membuatnya begitu kesal.
" Kamu selalu ikut urusan yang tak perlu kamu tahu!,"
" Karena ayah begitu kejam dengan kakak!," Vera kembali menjawab ayahnya.
" Kamu ini benar-benar ya!-
" JANGAN BERGERAK!,"
Dua orang bertubuh tinggi dengan baju polisi.
" Qera? David?,"
Qera bermuka begitu serius dengan tangan kanannya yang membawa pistol.
" Pergi, Ver,"
Vera mengangguk,
" Bawa Rafael kerumah, tante Devi akan mengurusnya," lanjut David.
_____________________
POV VERA
" Ini semua salahku?,"
Aku berjalan menuntun Rafael yang tak berdaya dengan rintihan lirihnya.
" Rafael, maafkan aku,"
Rafael tak begitu meresponnya, dirinya ada diambang kesadaran setelah kejadian tadi.
TOK...TOK...TOK...
" Ya siapa disana?,"
" Ini Vera dan Rafael, tante," responku.
" Ah iya,"
Tante Devi membuka pintu itu, melihat anaknya yang lemas tak berdaya.
" Ya ampun! Vera apa yang terjadi?!," Wanita itu sontak terkejut.
" Maafkan aku tante...,"
Wanita itu terlihat terkejut namun tak marah, Tante Devi membawa Rafael masuk, aku melangkah mengikutinya.
" Jadi kamu bisa jelaskan?," tanya Tante Devi sembari mengurusi anaknya itu.
" Aku mencoba mengunjungi ibu," jawabku dengan nada menurun.
" Lalu? apa dia mencoba melindungimu?,"
" Hmm, ya. Maafkan aku," ucapku menunduk menyesal.
TEP!
" Tante?,"
Tante Devi menepuk kepalaku sedikit terseyum dengan hembusan napas kecil.
" Rafael membuatmu khawatir, ya," ucap Tante Devi dengan nada lembutnya.
" Y-ya aku ,"
" Ini pasti rencananya bukan? ini sudah resiko miliknya, jadi kau tak perlu menganggap sepenuhnya ini salahmu kok," Tante Devi tersenyum tipis.
Senyumannya yang begitu mirip dengan Rafael membuatku sedikit demi sedikit mereda.
" Sebaiknya kamu mengurusi dirimu terlebih dahulu, ganti pakaianmu dan makanlah masakan tante dibawah ya," lanjutnya.
" Tapi tante bagaimana dengan Rafael?,"
" Rafael akan tante urus, lukanya tak begitu parah kok hanya goresan-goresan kecil, yang membuatnya lemas adalah efek pukulan yang ayahmu lakukan itu bukan?, "
DRIP...
Aku melangkah dari sofa ruang tamu, meninggalkan Rafael bersama Tante Devi, ibunya. Tetesan air berjatuhan dari luar jendela kamar tamu di rumah Rafael, semenjak tinggal disini aku akan menempati kamar ini, itu yang dikatakan Tante Devi.
Sekarang aku sedikit lega dengan keadaan ibu, ibu yang berteriak tadi berarti ibu berada di dalam rumah, kuharap Qera dan David bisa mengurusinya, gumamku.
Aku kembali memikirkan Kak Dira. Ayah sudah ditangkap sekarang, namun aku tetap akan mencari Kak Dira. Aku merasa sedikit janggal, ayah bukan dalang dibalik ini semua, ayah seperti melakukan hal suruhan dari seseorang. Lagi-lagi misteri ini masih begitu janggal.
TOK...TOK...TOK...
" Ver?,"
Suara yang ku kenali. Itu? Rafael?,
" K-kau?," aku membuka pintu melihatnya berdiri.
" Ya, boleh ngobrol sebentar tentang tadi?,"
" Hmm, ya," aku mengangguk.
Rafael berjalan menuju balkon lantai 2 rumahnya.
" Tentang kejadian tadi itu bukan salahmu kok," ucapnya.
" Ya, itu rencanamu, apa kau sudah baik-baik saja?,"
Rafael tersenyum tipis.
" Ya kok, aku baik-baik saja buktinya aku bisa kesini," jelasnya.
" Kalo mau melindungi orang itu lihat resikonya donk!,"
tegurku yang sedikit kesal melihat tindakan yang mencoba melindungiku.
" Hih....bukannya terimakasih gitu... malah sewot. Kalo aku mikirin resikonya mungkin kamu udah mengalami apa yang aku alami sekarang, Ver," jawabnya.
" I-iyadehhh...Terimakasih," jawabku yang mencoba tersenyum.
" Nah gitu donk, luka ku gak sia-sia,"
" Ih.....,"
Plaster yang menempel dibagian tangannya dan goresan kecil di wajahnya membuatku menganggapnya sebagai remaja yang melakukan hal begitu nekat tanpa berpikir.
Menyempatkan senyum tipisnya di saat keadaannya yang terbilang menyakitkan. Dia begitu murah senyum di waktu yang terbilang tak tepat.
" Jadi sebaiknya kita siap-siap untuk esok,"
" Hmm...ya aku tidak sabar!," sahut Rafael.
Kami berjalan kembali ke dalam rumah, memutuskan berkemas untuk perkemahan yang sudah ku tunggu.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
L-a-n-j-u-t
lanjuttt kak