8#
" Jadi bagaimana menurut kalian?,"
_________________
Aku mulai mencerna kalimat demi kalimat. Mataku terfokus pada satu titik.
" Apa 1 jam tak cukup untuk beristirahat?,"
Qera bertanya di tengah kefokusanku. Seketika fokus ku terputus.
" Satu jam cukup bagiku," jawab Rafael.
" tapi entahlah dengan si Vera," lanjutnya.
" Eh? aku? ya aku cukup, cukup aja sih...,"
" Baiklah," Qera berjalan kembali menuju kami.
" Ini untuk kalian,"
Dua pin kecil dan dua mantel hitam.
" Ini untuk kami?," tanyaku.
" Ya, ini untuk kalian," Qera tersenyum.
" Apa manfaat dari pin ini, Qera?," tanya Rafael.
Qera menengok remaja laki-laki itu, mengambil pin itu dari tangannya, mencoba menjelaskan.
" Ohh pin ini? pin ini adalah penemuanku dan teman terdekatku, alat ini berfunsi untuk SOS, panggilan darurat dan juga senter . Alat ini biasa kupakai saat menyelinap, ya ku harap ini berguna dengan baik," Qera memberikan kembali pin itu.
Lagi-lagi aku terfokus pada satu hal yang membuatku tertarik. Pin ini terbilang kecil dan aku tak menyangka akan sangat bermanfaat.
" Ver?,"
" Ya?,"
Rafael memanggil namaku, memegang pin itu di telapak tangannya tersenyum tipis.
" Kalo aku tambah alarm lagu pasti bakal seru!,"
" Ih...kukira apaan, ternyata kamu jail ya!," jawabku ketus.
" Hahahah... ya maap, tapi kalo aku tambah beneran kan bagus juga!," Rafael kembali tertawa.
" Ihhhhh...,"
kelas sunyi itu dipenuhi tawa Rafael sekarang. Qera memperhatikan kami dengan senyuman kecilnya begitu juga wajahku yang ketus tak peduli.
" Ehem...," Qera kembali berjalan menuju papan tulis.
" Karena diskusi hari ini sudah selesai, kalian bisa pulang, kalian juga boleh membawa perlengkapan lain seperti pisau kecil, tambang ataupun yang lain. Sampai jumpa," Ucap Qera sembari menghapus papan.
Aku menarik tas ranselku, Rafael berjalan mendahuluiku.
" Jadi Ver, kamu mau bawa apa?," tanya Rafael yang berjalan didepanku.
" Ah, entahlah," gumamku.
Angin berhembus kencang meniup rambutku yang tak terikat, suara kicauan burung di sore hari dan langit yang terbilang cukup mendung. Ransel yang bergantung di pundakku yang terasa sedikit berat dan kotak bekal yang terpegang di tangan kananku, rok merah yang akan sebentar lagi berubah menjadi berwarna Biru dengan topi sekolah yang berada di atas kepalaku. hari ini aku kembali mengingat pertemuanku dengan Rafael.
Rafael bukanlah remaja yang kukenal dari lama. Awalnya remaja laki-laki berambut lurus itu, hanya pindah ke dekat rumah. Aku melihat sosoknya yang humoris dan aku menganggapnya teman sekarang. Walaupun terbilang humoris dan cerewet, remaja itu adalah orang rumahan tak suka bermain di luar. Senyumnya yang terbilang tipis, matanya yang terlihat polos dan mempunyai tinggi 160 cm, aku tak menyangka remaja itu mempunyai orang tua yang berprofesi sebagai sepasang polisi.
" Ver? kenapa sih merenung terus?,"
" Hmm...Entahlah aku ingin bertemu ibu," jawabku pendek.
" Mau sekarang?,"
" Eh? emang bisa?,"
Rafael menengok diriku yang merenung memikirkan ibu, langkahnya terhenti di persimpangan trotoar menarik lenganku dan berlari ke arah lain.
" Rafael?!," kagetku.
" Udah ikut aja!,"
Hujan turun di tengah lari Rafael,
" Kita mau kemana!?," elakku yang berusaha berkomunikasi.
" Ke rumahmu! apalagi?," jawabnya.
Angin berhembus kencang begitu juga hujan. Kami sampai di depan rumah dengan basah kuyup.
" Ketuk, Ver,"
" Hah? yakin nih? ibu bilang aku gak boleh kesini lagi," jawabku melepas topi sekolah.
" Buat memastikan, Ver!," dia berbisik.
" Y-yaudah,"
TOK...TOK...TOK...
aku mengetuk pintu rumah 3 X berusaha agar seseorang membuka pintunya.
Tak ada jawaban...
Tak ada...
Tak....
" Bu ini aku Vera!," Sahutku berusaha.
Sudah 30 menit menunggu kini aku dipenuhi rasa takut dan khawatir.
Bagaimana dengan ibu? apa dia baik-baik saja? kumohon...
" Ver, ini gawat,"
rafael menambahkan rasa takutku, wajah Rafael kini tak menunjukkan candaan matanya terlihat serius tak tersenyum sedikitpun.
" Kenapa, Ra-
" Ibumu tak ada dirumah,"
aku berusaha positive thinking,
" Mungkin ibu lagi keluar," jawabku menyembunyikan rasa takut.
Rafael menggeleng, tubuhku terasa mati rasa sekarang.
" Rumahmu berantakan, Benda beling pecah dimana-mana dan ada dua orang bertubuh besar disana,"
DEG!
" Ka-kamu...
" Maaf, Ver terpaksa aku mengintip," potongnya.
" Tapi sebaiknya aku menghubungi ayah," Rafael melanjutkan.
" Ja-jangan!,"
" Hah? ini bahaya, Ver!," tegasnya.
" Bukankah dua orang itu akan menangkap kita jika kita menghubungi polisi?,"
" Ya, tapi ibumu mungkin ada di dalam,"
BRUK!
" SIAPA KALIAN!,"
sebuah suara terdengar mengobrak pintu depan rumah keras. Belum selesai kami berbicara seseorang bertubuh besar berdiri.
" Lari,Ver!," Rafael berseru menarik lenganku yang terdiam membeku.
" Itu...ayah...,"
**********************
MENGGANTUNG KAWAN....
Sengaja ku gantungin biar penasaran eaaaa
Btw habis ini aku mau bikin cerita hidupku di sekolah & keluarga
aku buat kayak cerita sihh...
semoga kalian sukaa
byee byee
Wassalamualaikum!
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Lanjut
Heyyyy! Kenapa bersambungnya gantung banget sih! Penasaran pakai banget! T~T
Hmm entahlah aku merasa gak bakal deg degan kalo satu chaper wkwkwkw
Lanjutt yaa