tiara adelia listiany

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

BAB 2: AWAL DARI MASA LALU YANG KELAM

BAB 2: AWAL DARI MASA LALU YANG KELAM

Sesampainya di Jakarta, aku dan Mama membereskan semua pakaian yang akan disimpan di dalam lemari. Kami tinggal di kos-kos an kecil yang agak kumuh dan seperti tidak layak untuk ditinggali. Bahkan kamar yang kami tempati menyatu dengan rumah pemilik kosan. Kos-kos an ini dimiliki oleh seorang Wanita lanjut usia yang biasa dipanggil “Opung”. Kami dan pemilik kosan itu memilki agama yang berbeda.

Hari demi hari, hingga melewati pergantian tahun, kini memasukki tahun ketiga sejak Aku pindah ke Jakarta. Usiaku menginjak 11 tahun, tubuhku meninggi dan tanda-tanda menuju remaja sudah Nampak ditubuhku. Bahkan, aku sudah mengalami menstruasi. Di Jakarta, aku bersekolah di Sekolah Dasar JayaBakti dan memiliki teman-teman baru yang setidaknya lebih baik dari teman-teman di masa laluku.

Sekarang, waktu menunjukkan pukul 6.30 dan bel sekolah berbunyi menandakan kegiatan pembelajaran segera tiba. Aku duduk dibangku barisan terdepan tepat didepan meja Guru, di sebelahku ada temanku yang Bernama Salman. Kami berteman cukup lama sejak awal kelas 4 SD. Aku sangat beruntung memiliki teman seperti Salman yang pengertian dan lembut hatinya. Tak pernah sekalipun keluar cacian dari mulutnya, ia adalah sosok teman yang selama ini ku harapkan. Selain Salman, aku memilki teman sebaya lainnya seperti Ulya, Raka, Raden, Azra dan masih banyak lagi. Mereka kutemui dikelas 4 SD dan hinga sekarang masih berteman baik.

Sepanjang jam pelajaran, aku dan Salman menyempatkan untuk bermain permainan sederhana menggunakan kertas. Kami tertawa cekikikan, hingga pada akhirnya guruku menegur kami berdua. “Kalian mau main atau mau belajar? Kalua mau main, mending keluar sana!. Ibu ga mau basa-basi ya!”, kami pun diam membatu tetapi rasanya ingin sekali tertawa, namun aku dan Salman menahannya.

Tak terasa, bel pulang pun berdering. “Eh, lu ngapain bengong-bengong bae?” tanya Salman kepadaku sembari merapihkan buku kedalam tas. Salman melambaikan tangannya depan wajahku dan meneriakiku “Woy!”, lalu ku sadar dan bangun dari lamunanku. “Lu ngelamunin apa siiih?” tanya Salman dengan raut wajah herannya, “nggak terasa, Man. Udah empat tahun sejak Ayah gue meninggal”, “ck.. Zar..” belum juga Salman selesai berbicara, aku memotongnya dengan berkata, “Zar? Tolong dong man, kalo mau nyingkat nama gue panggil aja, Rin, jangan Zar. Gue gasuka dipanggil Zar” aku melirik tajam dan memanyunkan bibirku sembari memasukkan buku ke dalam tas. “Yaampun, iya iya, Rin” jawab Salman yang tertawa kegirangan melihatku kesal dengan wajah semrawutku. “Udahlah, Man. Gausah ajak gue buat bahas masa lalu” setelah itu, aku meninggalkan Salman. “Laaah, nih anak marah-marah mulu. Lagi dapet kali yaaak. Wooyy, tunggu, Rin!” dengan polosnya Salman mengejar sambil melambai-lambai kepadaku. Aku dan Salman hanya bisa Saling menertawai tingkah laku kami.

Hari demi hari berlalu, di kelas 5 SD ini aku menghabiskan waktu untuk mengerjakan tugas kelompok yang menumpuk. “Kalo pahlawan kan gugur satu tumbuh seribu, lah tugas kelompok mah selesai satu datang seribu” ujar Raka diiringi tawa kami berlima. Dengan penuh suka dan duka kami mengerjakan ribuan tugas kelompok yang tiada hentinya menghantui kami. Namun, karena banyaknya tugas kelompok inilah caraku menjalin silaturrahmi dengan teman-temanku. Sekalipun hujan yang amat deras turun ke bumi, kami akan selalu siap sedia berkumpul untuk menyelesaikan tugas. Terkadang, seusai kerja kelompok aku dan teman-temanku bersepeda keliling komplek untuk menghibur diri kami yang Lelah sehabis menyelesaikan tugas.

Mungkin dari seluruh kejadian itu, orang lain menyimpulkan bahwa hidupku adalah hidup yang menyenangkan karena punya banyak teman. Tak seperti saat dahulu yang justru kebalikannya. Namun, siapa sangka, lembaran hidup yang kukira berisi goresan pena yang bersih ternyata tanpa kusadari banyak sekali noda didalamnya. Inilah, awal dari kelamnya masa laluku.

Waktu terus berjalan dan hari terus berganti. Siang dan malam kulewati dengan kebahagiaan yang tiada henti, walau hidup mandiri mengurusi adik dan hanya bisa mendoakan Mama yang setiap harinya kerja membanting tulang demi sesuap nasi. Di usia yang masih sebelas tahun ini, aku harus memastikan setiap harinya kamar dalam kondisi bersih dan menjaga adikku. Sedangkan Mama, diusianya yang mulai senja, ia masih harus terpaksa menjadi kepala keluarga dan bekerja mencari nafkah. Mamaku adalah Mama yang hebat, disatu sisi ia bisa menjadi seorang ibu dan disisi lain ia bisa menjadi seorang Ayah.

Selama tahun 2014 hingga 2020, banyak sekali hal baru yang terjadi pada kehidupanku. Bahkan, kepribadianku berubah, dari yang semula pendiam dan polos, kini menjadi pecicilan dan sangat aktif. Aku merasa senang karena setiaknya kehidupanku lebih baik dari yang sebelumnya meskipun hidup tanpa sosok Ayah.

Selain hal-hal positif, hal negative pun turut serta hadir di kehidupan baruku itu. Yang Semulanya Aku tak pernah berbicara kasar dan kotor, kini Aku melakukannya. Karena pergaulan, Aku jadi lebih sering dan terbiasa berbicara kasar. Bahkan, Aku tak bisa dipisahkan dengan kata-kata itu. Jika sehari saja Aku tidak berbicara kasar, Aku merasa hidupku hampa.

Semakin lama, Aku semakin tahu dunia luar yang buruk itu. Aku jatuh di lubang percintaan, alias berpacaran. Pertama kalinya dalam hidupku, Aku menyukai lawan jenis dan kami saling tertarik sehingga membuat ikatan perjanjian yang sebenarnya haram tapi Aku takt ahu pada saat itu.

Masa-masa ini bisa disebut sebagai masa jahiliyyah, yang mana diriku tak pernah tahu akan kebenaran dan tak pernah mencari tahunya. Bukan karena malas atau tidak peduli, melainkan factor usia yang masih dibilang “bau kencur”.

Dalam akhlak, pada saat itu Aku memiliki akhlak mazmumah, akhlak mazmumah adalah perilaku yang tercela. Akan tetapi, dari segi ilmu pengetahuan agama, Aku memiliki standar yang lumayan tinggi. Sejak pindah ke Jakarta, Aku mengikuti program tahfizh Al-quran dan targetku menghafal juz 30 serta juz 29.

Disekolah ataupun diluar rumah, Aku sama sekali tak pernah menggunakan kerudung dan pakaian tertutup. Karena memang belum merasakan menstruasi atau baligh dan karena minimnya pengetahuanku.

Pernah pada suatu saat seorang guru Agama Islam di sekolahku menasihatiku supaya Aku menggunakan kerudung di sekolah. Ia beralassan bahwa seorang penghafal Quran haruslah bertaqwa kepada Allah dengan cara mengikuti perintahnya dan menjauhi larangannya. Allah berfirman di dalam Al-quran surat Al-ahzab ayat 59 yang artinya: “Wahai nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anka perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha penyayang”. Pada saat itu, Aku hanya menyimpulkan jika kerudung digunakan Ketika sekolah saja. Satu tahun berjalan, Aku belum juga menggunakan kerudung karena tak punya biaya untuk membeli serragam berlengan Panjang dan juga rok Panjang. “Kerudung sih saya punya, Pak. Tapi seragam.. saya belum mampu beli” ujarku kepada beliau. Hingga pada akhirnya, Aku menaiki jenjang ke kelas 5 SD. Di kelasku, seluruh perempuan sudah mengenakan kerudung, hanya tersisa Aku yang belum. Pada akhirnya, Aku memaksakan Mama untuk membelikanku seragam baru agar Aku bisa berkerudung seperti mereka.

Dari saat itu, alasanku menggunnakan kerudung saat sekolah dan saat ada acara keagamaan adalah karena malu. Ya, malu karena Aku adalah tahfidz Quran, masa iya Aku tidak menggunakan kerudung?. Aku malu jika tidak menggunakan kerudung karena teman-temanku saja yang bukan penghafal Quran, mereka memakai kerudung.

Aku belum mengetahui pada saat itu jika alasanku memakai kerudung adalah awal dari sebuah kesalahpahaman yang besar.

Sejak saat itu, Aku masih seringkali lepas-pakai kerudung. Mungkin bisa disebut Aku memperrmainkan kerudung, padahal Aku tidak mengetahuinya. Selain itu, Aku sering berpacaran walau sekedar berkomunikasi melalui telepon genggam. Disaat itu juga Aku tak pernah tahu jika berpacaran adalah sebuah dosa dan perilaku yang keji karena dengan berpacaran adalah tahap awal mendekati zina.

Berbicara kasar, mempermainkan kerudung, dan berpacaran sudah sering kulakukan. Itu semua seperti makananku sehari-hari, Aku merasa tak pernah bisa menjauhi apalagi meningggalkan perbuatan-perbuatan buruk itu.

Setiap hari, Aku selalu membuat Mama marah karena Aku selalu berbuat salah. Aku juga selalu merasa malas saat menjaga Adikku. Bahkan, Ketika ada seseorang yang memberiku uang jajan, Aku selalu simpan sendiri, tak pernah ku beritahu Mama apalagi membaginya.

Zarina yang dulunya selalu dibully kini berubah menjadi Zarina yang selalu membully. Aku selalu menindas orang lain, menyakiti orang lain dan pernah sewaktu-waktu Aku mendorong sepupuku di jalan yang menyebabkan ia menangis dan terluka karena jatuh dan tergesek panasnya aspal. Aku juga pernah membonceng teman sebayaku menaiki sepeda dan kebut-kebutan sehingga hamper saja tertabrak motor.

Zarina berubah sikap seperti laki-laki, suka membantah dan selalu membuat onar. Buku milik sekolah saja sering ku coret-coret, imbassnya addalah diomeli oleh guruku, tapi bagiku itu adalah hal yang biasa. Pernah sesekali Aku mempermalukan temanku di depan umum dengan menarik celananya yang akhirnya melorot dan terlihat dalamannya.

Bagiku, kejadian itu sangatlah menghibur dan menyenangkan. Karena dendamku untuk menjadi seorang pembully terbalaskan. Akan tetapi, walaupun Aku sering membully orang lain, Aku tak pernah kehilangan ataupun dijauhi oleh sahabat-sahabat sejatiku terutama Salman.

Suatu saat, Aku dan Salman mencoba untuk membully temamn kami yaitu Raka dengan menggendongnya lalu mengayun-ayunkan tubuhnya karena tubuhnya yang sangat mungil dan ringan. Akhirnya, kepala Raka terbentur tembok dan ia meringis kesakitan, tapi Aku dan Salman justru menertawainya. Raka marah dan membisu Kepada kami berdua, alhasil kami pun meminta maaf padanya. Meskipun selalu marahan, kami adalah kawan yang baik dan saling membantu. Bahkan Aku, Ulya, Raka, dan Salman membuat lagu untuk menghibur diri. Walaupun lagu yang kami buat itu tidak jelas, tapin kami sangat menikmatinya.

Terimakasih ku ucapkan kepada masa laluku, engkau begitu indah tapi dibalik keindahan, ada kemaksiatan yang selalu ku perbuat pada masa itu. Aku, Zarina Savrinadeya, berjanji akan terus memperbaiki diri meski badai besar dan ombak yang tinggi terus menghajar.

Allah Yang Maha Pengampun, lagi Maha penerima taubat.

“Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima tauubat dari hamba-hambanya”

QS. At-Taubah (9: 104)

Untukmu yang sedang bangkit dari masa lalu yang kelam, teruslah bangkit dan hadapi semua rintangan yang ada. Ketika kamu berputus asa, cobalah renungi “di ujian yang kemarin, aku berhasil melewati badai yang menghadang. Di ujian kali ini, pasti aku bisa.” Janganlah berputus asa dari rahmat Allah, dan berlomba-lombalah dalam kebaikan.

MAAFKAN MASA LALUMU, PERBAIKI MASA DEPANMU

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post