KUCING YANG HILANG DAN PENYAIR TERMUDA
Pada 2011 ada peristiwa istimewa bagi dunia sastra Indonesia. Itu adalah momen penting karena waktu pelaksanaan Temu Sastrawan Indonesia Keempat (TSI IV). Maluku Utara menjadi tuan rumah peristiwa bersejarah itu.
Dalam pertemuan itu, para sastrawan seluruh Indonesia berkumpul. Jika dibuat grade, mungkin TSI satu grade di bawah momen Literary Award atau Ubud Writer and Reader. Sama-sama festival sastra di Indonesia yang paling bergengsi.
Saat itu, 2011, saya masih kelas X di MAN Sumenep. Tapi, minat terhadap dunia sastra, khususnya puisi sudah muncul. Karena itu, saya ingin mengikuti TSI IV. Ingin bertemu para penyair dan sastrawan sekelas Taufiq Ismail, Afrizal Malna, Sapardi Djoko Damono, D. Zawawi Imron, Putu Wijaya, dan lain-lain.
Sayangnya, siapa pun yang mau ikut, perlu mengirimkan karya terlebih dahulu. Semua karya akan diseleksi. Yang lolos akan diundang untuk mengikuti acara bergengsi tersebut. Boleh puisi atau cerpen.
Saat itu, puisi menjadi minat saya. Jenis karya yang sedang saya pelajari. Saya pun berusaha menulis puisi dan berharap bisa lolos. Meski saya tahu, itu tidak mudah. Ada jutaan sastrawan dari seluruh Indonesia yang ikut berjuang. Karya mereka pasti sudah sangat matang dan berbobot.
Tapi, saya punya satu pandangan. Tak peduli lolos atau tidak. Tapi, dengan saya mencoba maka saya bisa berharap. Sebaliknya, jika saya belum mencoba, jangankan untuk lolos, berharap pun saya tidak layak.
Siapa sangka, ternyata tiga puisi saya lolos, masuk nominasi. Salah satu judul puisi saya adalah Kucingku yang Hilang. Puisi yang menceritakan kucing saya yang hilang beberapa waktu sebelum puisi itu ditulis. Ya, kucing hilang jadi inspirasi untuk menulis puisi dan ternyata lolos seleksi.
Celakanya, saya tidak tahu kalau saya lolos. Sebab, sekitar dua bulan saya tidak pernah buka email. Saat itu, beberapa aturan di pondok dan kegiatan yang cukup padat membuat saya tidak bisa keluar. Satu bulan pasca pelaksanaan TSI IV saya baru tahu bahwa saya masuk nominasi dan dapat undangan hadir ke Maluku Utara. Terlambat!
Lebih mengecewakan lagi, ternyata saya termasuk orang yang ditunggu di sana. Pasalnya, saya dinobatkan sebagai penyair termuda. Saya diberi tahu oleh seorang dosen di salah satu kampus di kota saya yang puisinya juga lolos seleksi. Ya, siapa sangka, ternyata dalam momen spesial itu saya dinobatkan sebagai penyair termuda. Saat itu, usia saya memang masih sangat belia. Baru 16 tahun.
Itulah perjalanan. Inspirasi bisa datang dari mana saja. Terkadang dari hal yang sangat sederhana. Tapi, saat ditulis, bisa jadi hal sederhana tadi berubah menjadi hal luar biasa. Lalu dapat mengangkat nama baik penulis hingga dikenal dunia. Kuncinya: jangan minder dan rendah diri untuk terus berkarya!
Sumenep, 15 Februari 2019
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar