Cintai Bumimu
Cintai Bumimu
Hari selasa yang cerah adalah saat yang tepat untuk menaiki sebuah kapal pesiar yang mewah di laut. Seorang pengusaha bernama Pak Abdi juga ikut menaiki kapal pesiar mewah tersebut. Dengan ditemani secangkir kopi hangat, Pak Abdi memandangi hamparan air laut yang berwarna biru di geladak atas.
Tiba tiba, Pak Abdi melihat sebuah pulau yang lumayan besar. Sementara Pak Abdi melihat dengan takjub ke arah pulau itu, kapal perlahan mulai mendekati pulau. Kapten mengumumkan bahwa kapal tersebut akan singgah di pulau tersebut untuk sementara waktu dan memberi para penumpang waktu untuk berjalan-jalan sebentar.
Tentu saja Pak Abdi ikut bersama rombongan yang hendak turun. Seorang pemandu ditugaskan untuk memandu rombongan dari kapal pesiar. Pemandu itu menjelaskan banyak hal tentang pulau itu. Pak Abdi mendengarkan dengan seksama.
Sambil mendengarkan penjelasan pemandu wisata, Pak Abdi melihat-lihat pemandangan sekitar. Indah sekali pulau itu. Flora beraneka ragam. Pohon-pohon besar tinggi menjulang. Daunnya rimbun akarnya tertancap kuat di tanah. Pak Abdi jadi merasa ingin memiliki pulau itu.
Tiba waktunya kembali ke kapal. Penumpang sangat menyukai perjalanan mengelilingi pulau tadi. Pemandunya sangat berpengalaman. Penjelasannya mudah dimengerti.
11 tahun kemudian, Pak Abdi sudah tidak lagi menjadi seorang pengusaha. Dia memutuskan untuk menjadi seorang nelayan biasa saja. Sama seperti hari-hari biasa, dengan dibantu perahu kecilnya Pak Abdi mendayung semakin jauh ke laut.
Pak Abdi melempar jalanya. Sembari menunggu ikan, Pak Abdi memandang sekeliling. Dari kejauhan, terlihat beberapa titik yang berwarna hitam. Pak Abdi sangat penasaran. Dia terus menatap ke arah titik tersebut. Sayang, waktu pulang sudah tiba.
Keesokan harinya, Pak Abdi bersiap untuk ke laut. Hari ini dia sengaja menyiapkan perbekalan berlebih. Rupanya, Pak Abdi sangat ingin mengetahui titik-titik hitam yang dia lihat kemarin. Sepanjang perjalanan, Pak Abdi terus menebak-nebak, apakah itu sekelompok burung? Ataukah itu hanya fatamorgana seperti yang sering terjadi di gurun?
Setelah 3 jam perjalanan, akhirnya Pak Abdi sampai di sebuah pulau dan singgah di sana sekadar untuk melepas penat. Setelah beristirahat sebentar, Pak Abdi berjalan ke sisi pantai. Diambilnya teropong, lalu diarahkannya ke laut. Namun, titik-titik hitam itu tak lagi nampak. Pak Abdi mengecek di sisi lain pulau. Sama saja. Ia tak menemukannya.
Akhirnya Pak Abdi duduk kembali. Dia membuka perbekalannya dan mulai makan. Sambil mengunyah, Pak Abdi terpikir bisa jadi titik-titik hitam yang dilihatnya tadi mungkin adalah puncak-puncak pohon di pulau itu.
Setelah makan, Pak Abdi berjalan lagi mengelilingi pulau. Pak Abdi merasa mengenal tempat itu. Lalu, pikirannyapun sampai pada kejadian 11 tahun yang lalu saat dia sedang menaiki kapal pesiar. Jiwa pengusaha Pak Abdipun bangkit kembali. Pak Abdi berniat untuk menjadikan pulau itu sebuah kota kecil dengan banyak rumah dan hotel.
Tak berapa lama setelah itu, dimulailah pembangunan yang direncanakan oleh Pak Abdi. Dia tak peduli sudah berapa banyak pohon yang ia tebang. Pak Abdi tak tahu, bahwa tindakannya dapat menyebabkan bencana besar.
Pembangunanpun akhirnya selesai. Para wisatawan tertarik dan banyak juga yang akhirnya pindah dan menetap di pulau itu. Pak Abdi menjadi kaya raya. Perumahan baru dibangun. Hotel dan gedung-gedung bertingkat dibangun. Sebuah tembok tinggi juga dibangun untuk memisahkan bagian dalam pulau dengan pesisirnya. Pepohonan rindang yang dulu jadi pemandangan yang indah di pulai ini, kini sudah tak ada. Diganti dengan pemandangan kota yang sibuk.
Kehidupan di pulau itu lumayan lancar. Mata pencahariaan mayoritas orang di pulau tersebut adalah nelayan, pelayan hotel dan distributor barang kebutuhan. Sampai suatu hari, terjadilah hal yang sudah diduga.
Hujan deras mengguyur pulau tersebut. Tak lama, air mulai menggenang. Tak hanya dari air laut yang sedang pasang naik, tapi juga dari air hujan. Karena tak ada akar pohon yang dapat menyerap air, air jadi lebih mudah tergenang.
Setelah 15 menit, air mulai tinggi. Tingginya sudah mencapai lutut orang dewasa. Untuk mengungsi cukup sulit. Keberadaan pulau ini jauh dengan daratan. Sehingga yang bisa dilakukaan warga adalah mengungsi ke tempat yang lebih tinggi dari air.
Warga ketakutan. Mereka takut kehilangan tempat tinggal dan barang-barang mereka. Anak-anak mulai menangis karena takut dan kedinginan. Akhirnya, air mulai surut dan hujan mulai reda. Warga diizinkan untuk pulang kembali ke rumah masing-masing.
Kini, warga yang tinggal di pulau tersebut sadar. Dengan tidak adanya pohon yang akarnya dapat menyerap air, akibat yang ditimbulkannya sangat berat. Untung saja tidak ada yang terluka. Hanya beberapa kerugian barang saja.
Keesokan harinya, para warga mulai menanam benih-benih pohon. Pohonnya juga dipilih yang dapat berumur panjang. Selain itu, ada juga yang menanam bunga agar terlihat lebih indah.
Pak Abdi juga sadar, boleh saja dia menebang pohon untuk dijadikan rumah atau hotel. Namun dia juga harus mengembalikan apa yang menjadi hak bumi, yaitu menanam pohon atau reboisasi. Tak lama kemudian, pulau itu menjadi destinasi wisata yang menakjubkan.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Wahhbb bagus Syahidahhh, semangat nulis yaaa
Iya. Makasih ♥