Bantal Biru Tua Laila
Laila bangun dari tidurnya. Matanya sembab karena air mata. Sesaat masih terbayang olehnya peristiwa yang terjadi kemarin…
Mama memanggil Laila turun untuk sarapan sebelum mereka berangkat untuk mengkebumikan jasad kakek. Ya, kemarin malam kakek meninggal di hari ulang tahun Laila. Tentu saja gadis cilik itu merasa sangat sedih ditinggal oleh kakek yang menjadi sahabat karibnya.
Laila berjalan dengan gontai. Mama melihat hal itu dan langsung menghampiri Laila dan memeluknya. Mama menggendong Laila ke meja makan. Papa tidak ada. Sibuk mengurusi hal-hal yang perlu disiapkan.
Setelah sarapan dan mandi, Laila berjalan bersama mama ke lapangan dimana banyak orang berkumpul untuk ikut berziarah. Laila memakai baju yang diberikan kakek 2 bulan yang lalu. Papa menggendong Laila dan memasukkan Laila ke dalam mobil. Setelah itu ia sendiripun ikut duduk dibelakang kemudi.
Setelah semua masuk ke mobil, papa segera mengendarainya. Mobil Ambulance yang membawa jasad kakek telah mendahului. Sepanjang perjalanan, Laila hanya diam. Padahal biasanya ia sangat suka berceloteh.
Setelah 15 menit, sampailah mereka di pemakaman. Mereka lalu mengubur kakek. Setelah itu semua yang ikut dalam prosesi pemakaman itupun pulang ke rumahnya masing masing…
5 tahun kemudian…
Laila berjalan santai menuju rumah. Lelah sekali dia hari ini. Ibu guru memberinya banyak tugas karena ada beberapa tugas yang ternyata belum dikerjakan Laila.
Laila membuka pintu rumah. Tampak papa yang sedang membaca buku sambil menyeruput secangkir teh. Terdapat sebuah bungkusan berwarna putih yang tampak dekil di samping papa. Laila bertanya, bingkisan apa itu.
Papa lalu meminta Laila untuk membukanya. Kata papa itu adalah bingkisan terakhir yang diberikan oleh kakek di hari ulang tahun Laila 5 tahun silam. Laila mengerutkan alisnya. Bingkisan itu membawanya kembali pada kejadian 5 tahun yang lalu…
“Papa lupa menyerahkan itu pada Laila. Papa baru ingat saat sedang membersihkan peralatan di Gudang. Sekarang Laila buka ya. Itu adalah hadiah istimewa dari kakek dan Laila harus menjaganya dengan baik.” Kata papa.
Laila membuka bingkisan itu dengan tangannya. Debu yang menempel sudah dibersihkan papa sebelumnya. Dengan segera tangan Laila menggenggam sesuatu yang empuk. Laila menariknya keluar dan tampaklah benda itu. Sebuah bantal berwarna biru tua.
Laila memandangnya dengan tidak suka. Biru adalah warna yang dibencinya. Karena pada saat hari kematian kakek, kakek mengenakan pakaian berwarna biru. Persis sekali warnanya.
Papa memandang penuh harap pada Laila. Tiba-tiba Laila membanting bantal it uke meja dan segera berlari ke kamarnya. Papa mengejar Laila. Papa memaksa Laila memakai bantal itu saat tidur dan Laila juga harus menjaganya dengan baik.
Laila menerimanya dengan berat hati. Setelah papa keluar dari kamar, Laila melompat ke jendela sambil membawa bantal itu. Laila berniat membuangnya! Setelah sampai di tempat pembuangan sampah, Laila melempar bantal itu. Lailapun pulang ke rumah dengan puas.
Keesokan harinya adalah hari libur. Guru-guru hendak mengadakan rapat. Dengan wajah bingung dan pucat, papa bertanya pada Laila dimana bantal yang diberikan kakek. Laila diam selama beberapa lama. Tapi akhirnya karena tidak tahan dengan kesunyian Laila mengakui kalau ia sudah membuang bantal itu. Wajah papa semakin pucat.
“Dalam bantal itu terdapat dokumen yang sangat penting yang berkaitan dengan para penjahat di kota kita. Kakek dulu adalah seorang tantara yang tertangkap oleh para penjahat yang sudah hampir menghancurkan kota kita ini. Setelah berhasil melarikan diri, kakek menuliskan nama-nama penjahat itu dan menyembunyikannya dalam bantal mesayangannya untuk diserahkan pada kepala tentara setelah beberapa masalah selesai. Kakek menyerahkannya agar kita menyerahkannya pada kepala komandan yang sudah tua. Papa lupa akan hal itu…” papa menjelaskan dengan suara bergetar.
Laila tersentak kaget. Ia segera berlari menuju tempat pembuangan sampah. Tapi setelah Laila sampai disana, bantal itu tidak ada! Padahal Laila sangat yakin sampah-sampah itu belum diangkut kemarin dan hanya akan diangkut seminggu sekali. Laila mulai panik dan akhirnya menangis.
Saat Laila sedang menangis, dia merasakan ada tangan yang menariknya ke belakang. Laila merasakan ada yang memukul kepalanya dan sebelum dia sempat bereaksi, Laila pingsan.
Laila bangun dan membuka matanya pelan pelan. Laila mendapati dirinya berada di sebuah ruangan kosong yang sunyi. Laila bangun dan mendengar percakapan 2 orang yang sepertinya berasal dari ruangan sebelah.
“Akan kita apakan gadis itu sekarang? Toh tidak ada gunanya. Bantal yang berisi dokumen penting itu sudah ada di tangan kita. Apa sebaiknya kita bebaskan saja?”
“Tidak! Keputusanku sudah jelas. Kita akan meminta tebusan untuk gadis itu. Sementara itu dokumen yang ada dalam bantal kita keluarkan. Lalu bantal yang sudah tidak berharga itu kita kembalikan.”
“Oke. Baiklah jika itu keputusanmu. Aku akan mengeluarkan dokumen itu sekarang.”
Lalu terdengar Langkah menjauh. Laila bingung apa yang harus dia lakukan. Tiba tiba ada suara yang mengagetkannya.
“Kau sudah bangun, nak?” kata suara tersebut.
Laila menoleh. Ada seorang pria tinggi kekar didepannya. Laila ketakutan dan mundur beberapa Langkah.
“Jangan takut. Aku akan membebaskanmu dari sini, Laila. Aku tahu namamu karena akulah pamanmu yang hilang 20 tahun yang lalu. Sekarang ayo ikuti aku.” Katanya lagi.
Laila tertegun. Dia memang pernah mendengar cerita tentang pamannya itu dari kakek. Tapi dia tak menyangka pamannya akan berdiri di depannya di tempat menyeramkan yang tidak dikenalinya. Laila hanya bisa mengikuti laki-laki yang mengaku sebagai pamannya.
Tiba-tiba ada seruan kaget dari belakang. Rupanya para penjahat menyadari kaburnya Laila. Pamannya lalu semakin mempercepat larinya. Laila mengikuti. Hampir saja mereka tertangkap saat sudah hamir berada di luar. tapi untunglah saat itu ada seorang polisi yang lewat. Polisi itu lalu membawa mereka berdua pulang ke rumah Laila.
Selama 2 jam lamanya, polisi dan petugas keamanan setempat mencari Laila. Papa khawatir Laila diculik oleh seseorang. Dan selama itu papa dan mama hanya bisa mencari di tempat-tempat yang sering dikunjungi Laila sembari menungu kabar dari polisi.
Akhirnya mereka sampai. Mama segera memeluk Laila. Papa menatap heran pada laki-laki yang mengaku paman Laila. Papa langsung mengenalinya, dan langsung memeluknya juga. Ternyata memang benar! Laki-laki itu memang paman Laila. Saudara kandung papa.
Setelah semua sedikit tenang, Laila menceritakan apa yang terjadi padanya. Setelah mendengar hal itu, papa dan polisi segera pergi ke tempat para penjahat berada dengan dibantu paman Laila yang ternyata bernama Ramdan. Paman Ramdan tidak berhasil mengambil bantal itu dari para penjahat. Mereka menaiki mobil dan segera ke tempat para penjahat.
Sesampainya disana, tak ada siapapun dalam rumah itu. Aneh. Sepertinya para penjahat sudah kebur karena melihat polisi yang bertugas. Polisi segera mesuk ke dalam rumah tersebut. Isinya berantakan. Barang – barang tersebar di mana – ma na. Untuk berjalanpun rasanya sulit. Ada banyak pecahan kaca pula. Polisi mencari petunjuk yang bisa ditemukan dan menemukan sebuah peta yang sudah sedikit kusut. Setelah memasukkan datanya ke komputer, polisi langsung tahu letak para penjahat sekarang berada. Akhirnya para penjahat bisa tertangkap dan batal kakek yang berharga dapat berada di tangan keluarga Laila.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Selesai ?
Dikit amat
Iya dong. Nanti terlalu panjang kayak yang Qonita dan Adiba itu><