Antara Qonita dan Adiba #4 || Pengalaman Qonita dan Pertengkaran
Setelah dekat, Adiba bertanya,
"Kenapa, Qonita?"
"Enggak kenapa-kenapa kok. Aku cuma mau bilang sesuatu. Tadi Pak Imron bilang, beliau merasa aneh dengan nilaimu, Adiba." Kata Qonita.
"Aneh gimana sih?" Tanya Adiba.
"Pak Imron sering melihat kamu giat sekali belajar. Tapi entah kenapa nilaimu selalu biasa-biasa saja. Padahal dulu, aku ingat nilaimu selalu besar. Jadi Pak Imron mau bertanya. Ada apa denganmu, Adiba?" Kata Qonita.
"Entahlah. Tapi aku sendiri sebenarnya sudah merasa bisa menjawabnya meskipun dibeberapa soal ada beberapa yang aku tidak yakin." Jawab Adiba.
"Nah, apa itu artinya?" Tanya Qonita dengan nada tajam.
"Memangnya apa?" Tanya Adiba balik.
"Itu artinya ada seseorang yang sudah mempermainkan lembar soalmu." Jawab Qonita.
"Maksudnya?" Tanya Adiba bingung.
"Tadi Pak Imron bilang, akhir-akhir ini Pak Imron merasa ada yang aneh dengan kertas-kertas soal yang akan diperiksa olehnya. Kertas ulanganmu selalu berada di paling atas. Padahal, Pak Imron yakin kertas soalmu ada dibagian tengah atau belakang. Pak Imron yakin bukan ia yang meletakkan kertasmu itu dibagian atas." Kata Qonita menerangkan dengan alis bertaut.
"Jadi, apa yang akan kita lakukan?" Tanya Adiba lirih.
"Tenang aja. Aku bisa di andalkan kok." Jawab Qonita sambil tersenyum.
"Oke. Aku percaya." Jawab Adiba.
Akhirnya mereka berpisah menuju rumah masing-masing. Adiba masih bingung dengan kejadian hari ini di sekolah. Semalaman dia mencoba mencerna maksud Qonita. Karena lelah, ia pun tertidur...
Dua hari kemudian, Qonita mengajak Adiba untuk berbicara berdua ditaman. Meski Adiba masih bingung, tapi ia mengikuti saja apa yang diinginkan Qonita. Akhirnya, mereka duduk di bangku taman seperti hari-hari sebelumnya.
"Adiba, aku sudah punya bukti kalau ada seseorang yang ingin agar nilaimu selalu dibawah rata-rata." Kata Qonita dengan serius.
"Maksudnya apa sih?" Tanya Adiba bingung.
"Menurutku, nilaimu tak mungkin hanya segitu-segitu saja dari dulu. Karena aku percaya kalau kamu sudah belajar setiap malam untuk mencapai nilai yang maksimal. Tapi nyatanya, nilaimu selalu tak membuatmu puas bukan? Karena itulah aku merasa bingung. Jadi, aku coba mencari tahu barangkali ada seseorang yang sengaja melakukannya." jelas Qonita.
"Oo. Terus apa maksudnya kamu udah menemukan bukti?" tanya Adiba lagi.
"Kemarin, aku ditugaskan untuk membawakan lembar soal ke Bu Rossa. Aku meletakkan lembar soalmu di bagian depan. Saat aku sudah sampai di meja Bu Rossa, aku menunggu sebentar sampai Bu Rossa selesai mengoreksi lembat soalmu. Aku juga mengajak Bu Rossa mengobrol. Dan saat aku lihat nilai yang ada di kertasmu, aku mendapati angka 95 di kolom nilai! Akhirnya aku pergi. Tapi tak jauh dari meja Bu Rossa. Aku pura-pura membaca buku. Setelah 25 menit, Bu Rossa meninggalkan kelas karena akan mengambil pulpen. Kata Bu Rossa, isi pulpennya habis. Jadi harus diganti yang baru." Kata Qonita.
Adiba mendengarkan dengan kening berkerut. Dia agak kurang mempercayai perkataan Qonita perihal nilai 95 miliknya. Tapi Adiba sadar dia memang harus mempercayai Qonita karena Adiba tau Qonita tidak pernah berbohong jika keadaan tidak memaksa. Adiba kembali memasang telinga untuk mendengarkan penjelasan Qonita.
"Bu Rossa pergi agak lama. Lalu aku melihat Lala memasuki kelas dan langsung menuju meja Bu Rossa. Mungkin Lala tidak melihatku karena aku duduk dipojok kelas. Tapi aku bisa melihat nya dengan jelas. Aku lihat, Lala mengambil selembar kertas diantara tumpukan kertas soal. Lalu dia mengambil sebuah botol dari kantungnya. Dibukanya botol tersebut dan pelan-pelas ditumpahkannya ke kertas yang tadi diambilnya. Lalu dia mengambil sebatang pulpen yang juga diambilnya dari kantungnya dan menuliskan sesuatu. Aku tak mengerti apa maksudnya. Jadi setelah Lala pergi, aku menghampiri meja Bu Rossa. Tapi sayang aku belum sempat melakukan apa-apa karena saat itu Bu Rossa masuk lagi kedalam kelas. Tapi aku masih sempat melihat namamu tertulis di kertas paling atas. Karena itu aku menyimpulkan bahwa Lala melakukan sesuatu di kertasmu." Kata Qonita melanjutkan.
Adiba bingung. Dia sendiri tak mengerti. Tapi dia percaya pada Qonita. Akhirnya ia menjawab, "Bagaimana kalau kita periksa sekarang?"
Qonita langsung tampak bersemangat. Dia mengangguk sambil tersenyum. Bagi Adiba, Qonita memang benar-benar berani melakukan apa saja untuk membantu temannya yang membutuhkan. Karena Adiba sendiri sebenarnya masih takut. Tapi akhirnya, ia tetap berdiri bersama Qonita
Mereka berdua berjalan ke ruang kelas. Disana, Bu Rossa sedang merekap nilai siswa. Saat itu Bu Rossa melihat Qonita dan Adiba.
"Qonita, Adiba. Maukah membantu ibu?" Tanya Bu Rossa.
"Membantu apa, Bu?" Tanya Adiba.
"Nanti saat bel kelas berdering, tolong bagikan kertas soal yang kemarin ini ya. Ibu masih ada dokumen yang harus dikirim. Jadi belum bisa membagikannya sekarang." Jawab Bu Rossa.
"Baik, Bu. Insya Allah kami bisa kok" Kata Qonita dengan nada serius.
"Terimakasih ya, Nak. Sekarang ibu pamit dulu ya..." Kata Bu Rossa sambil berdiri dan meninggalkan ruang kelas.
Qonita menatap Adiba. Adiba membalas tatapannya. Qonita menggandeng tangan Adiba ke pojokan kelas, tempat mejanya berada. Disitu, mereka mencari kertas soal milik Adiba. Bagi mereka, ini kesempatan besar untuk menyelidiki hal aneh yang kemarin dilihat Qonita.
Tapi mereka tak perlu terlalu jauh mencari. Karena kertas soal milik Adiba ada di paling atas. Bagi Qonita ini merupakan keanehan. Sebab, kemarin saat ia menaruh kertas Adiba di paling atas, itu artinya kertasnya harus berada di paling bawah. Tapi dia tak menyampaikannya pada Adiba. Karena bisa jadi Bu Rossa yang memindahkannya ke atas.
Adiba meneliti kertasnya. Itu memang tulisan tangannya. Tulisan Qonita kalah rapi dibandingkan tulisan tangan Adiba. Huruf demi huruf dirangkainya dengan indah. Tak perlu diragukan lagi. Ini memang kertas miliknya. Hanya saja angka yang tertulis di kolom nilai bukan 95 seperti kata Qonita. Tapi hanya 78. Adiba memandang Qonita. Kini ia mulai meragukan sahabatnya itu.
Qonita juga melihat hal yang dilihat Adiba. Ia mengerti. Angka 78 yang tertulis memang mirip sekali dengan tulisan angka Bu Rossa. Ia memandang Adiba yang memandangnya sambil berkerut.
"Qonita, kamu gak lagi main-main, kan?" Tanya Adiba lirih.
"Maksudnya apa?" Tanya Qonita balik.
"Ini. Angka 78 ini ditulis dengan tulisan tangan Bu Rossa. Aku khawatir kamu berbohong dengan cerita pengalamanmu yang kemarin." Kata Adiba dengan suara tinggi.
"Aku jujur, kok. Aku sendiri bingung dengan ini. Tapi aku yakin sekali, kemarin tidak salah lihat." Kata Qonita dengan bingung.
"Sudah cukup dengan sandiwaramu itu!" Kata Adiba tegas sambil memukulkan telapak tangannya ke meja dengan keras. Lalu dia pergi keluar meninggalkan Qonita sendiri yang menatap punggungnya dengan tatapan bingung...
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Lanjut gak niih?
Lanjut atuuh
Sips!