Antara Qonita dan Adiba #2 || Pembelaan Adiba dan Rahasia Qonita
Akhirnya mereka meninggalkan Adiba sendirian. Adiba hanya diam. Dia tak ingin di tinggal kan teman-teman nya. Tapi ternyata, Qonita mendengar semuanya. Qonita selalu bisa menolong temannya yang dalam kesulitan. Qonita menghadang teman-teman yang tadi mengerumungi Adiba.
"Kenapa kalian gak percaya sih? Gimana kalau emang betul Adiba setiap malam selalu belajar?" tanya Qonita.
"Bukan gitu, Qon.. Tapi kami heran, kok bisa Adiba jadi lebih hebat dari kamu? Padahal biasanya kan, kamu yang nilainya tertinggi." Jawab Naila.
"Ah, enggak juga kok. Buktinya Ghazi bisa lebih hebat dari aku." Kata Qonita.
"Iya. Tapi kan Ghazi emang dari dulu nilainya bagus-bagus. Jadi ya wajar kalo dia bisa ngunggulin kamu." jawab Naila lagi.
"Hufftt... Kalian ini ada-ada aja. Udahlah. Aku gak tau harus ngapail lagi!" teriak Qonita.
Qonita berjalan sambil menghentak-hentakkan kaki untuk mempertegas kemarahannya. Sementara itu, seisi kelas langsung menyorakinya, "Sok aksii!!"
Adiba bingung. Tak tau apa yang akan dia lakukan. Karenanya ia bangkit untuk menyusul Qonita. Dicarinya Qonita di berbagai tempat kesukaannya. Adiba tau Qonita paling suka membaca buku di perpustakaan. Jadi, itulah tempat pertama yang akan diperiksanya. Tapi kata Kak Aini, penjaga perpustakaan sekolah, dia belum masuk perpustakaan seharian ini. Aini berjalan dengan lesu.
Tiba-tiba, dari sudut matanya dia melihat Qonita sedang duduk di bangku taman. Kelihatannya seperti menangis. Tapi sebelumnya, Adiba tak pernah melihat Qonita menangis. Dihampirinya Qonita, dan di tepuknya bahu temannya itu.
Qonita kaget. Dia segera meluruskan sikapnya. Dia memandang Adiba dengan alis yang hampir bertaut dan matanya yang selalu tajam menyorot.
"Ada apa?"
Adiba tergagap oleh sikap Qonita yang memancarkan keberanian. Dengan gugup, ia menjawab pertanyaan Qonita.
"Eh, aku mau minta maaf..."
"Untuk apa?" Tanya Qonita
"Karena aku, malah kau yang jadinya tersakiti..." kata Adiba dengan lirih.
"Salahmu kah, jika mendapatkan nilai bagus?" Tanya Qonita dengan serius.
"Aku tak tau. Tapi kalau aku boleh jujur aku sangat senang mendapatkan nilai yang lebih bagus daripada biasanya. Tapi, maafkan aku kalau aku jadi mengunggulimu..." Jawab Adiba.
Qonita menarik nafas panjang dan mengeluarkannya. Dipandangnya Adiba denga sedih. Kini, lenyaplah raut tajam yang selama ini selalu terpasang di wajah Qonita. Adiba merasa, Qonita memendam sesuatu.
"Ada apa, Qonita?"
"Aku ingin menceritakan sesuatu. Tapi aku tak yakin kau akan mau berjanji agar tidak memberitahukannya pada siapapun sampai kapanpun..." Jawab Qonita.
"Aku akan berusaha jika memang itu diperlukan" Kata Adiba meyakinkan.
"Baik. Aku percaya. Tapi kalau kau lantas ingkar, maka bersiaplah untuk menghadapku dengan rasa malu yang tak akan pernah kau lupakan." Kata Qonita. Lalu dia memulai kisahnya...
"Kau tau, aku adalah orang yang tak bisa tanpa orang lain. Aku butuh keluarga, teman, dan orang-orang baik lainnya." Kata Qonita. "Aku selalu merasa aku sangat bodoh dan tak mau berusaha. Selama ini, kau telah bekerja keras untuk mengharapkan nilai terbaik. Tapi aku? Aku tak serius belajar. Dari dulu aku suka membaca. Karenanya, tanpa belajarpun aku masih bisa menjawab soal-soal di kertas ujian. Karenanya, aku berusaha untuk serius mempelajari hal baru dengan hobiku. Yaitu membaca. Karenanya, aku tak pernah berpergian tanpa buku di tas atau tanganku. Aku menunjukkan nya terang-terangan karena aku tak peduli apa kata orang."
Qonita berhenti sebentar, lalu melanjutkan. "Secara tidak langsung, aku jadi menyukai popularitas dan pujian. Itulah sebabnya aku sangat mudah tersinggung jika di kritik dengan cara kasar. Aku menyukai kelembutan, tapi tak bisa bersikap lembut. Aku bangga dengan diriku seperti apapun adanya. Karenanya aku jadi mudah berterus terang. Akupun sangat mudah di ajak serius. Tapi sayangnya, banyak orang yang tidak menyukai ku karena itu. Aku sering dijadikan bahan ghibah anak-anak kelas kita. Aku sering disebut kesayangan guru karena aku bermanis muka didepan guru-guru dan berwajah serius di depan teman-teman. Sok pintar, sok aksi, dan untaian kata hina lainnya ditancapkan pada diriku. Seolah aku tetap bisa tegak ditengah amukan badai."
Adiba menatapnya dengan mata sembab. Ia tak pernah menyangka, temab yang selalu dikaguminya, yang membuatnya merasa 'insecure' setiap malam memiliki rahasia menyakitkan yang ia pendam. Qonita selalu terlihat tegar dan berani. Selain itu, dia juga tajam pada hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan.
Qonita menghapus air matanya yang telah jatuh dari pelupuknya, dan melanjutkan kisahnya...
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
dah gk sabar ..sksksk
:) ♥ .•°°•.
kok pendek banget sih kak ?
Yang panjang dong
Lanjutin yah....
Insya Allah :)
Lanjutt kak!
Insya Allah. Aku lagi buat lanjutannya kok. Jadi di tunggu aja yah ♥
aaaa idaaaaah kyuuuuh! keyenk tau lanjuts yaaa
Siaapp. Tungguin weh, Nis :). Lagi aku buat lanjutannya kok :D