BAB 1. Training Session (Coup D'Etat)
Bab 1. Training Session Namaku Aliarto. Aku adalah seorang penembak jitu dari negeri Seda. Aku dikenal oleh banyak orang karena aku sangat pandai dalam berburu. Namun kehidupan keluaargaku sangat pas-pasan dan aku ingin mendaftar masuk ke bidang kemiliteran demi mendapatkan gaji yang layak. Namun aku memutuskan untuk membantu orang tuaku yang memang sudah lanjut usia. Setelah kedua orangtua ku meninggal, aku pun mendaftar masuk ke angkatan darat. Aku pun mengikuti berbagai macam tes kualifikasi. ”Selamat Prajurit!” Itulah kata pembuka oleh dari panitia kemiliteran. Kalimat resmi pertanda bahwa aku dan teman seangkatanku diterima dan masuk ke Batalyon Infanteri Serawe. Setelah masuk kami pun mengikuti beberapa pelatihan militer agar bisa meningkatkan fisik dan performa kami. Dalam pelatihan itu aku bertemu dengan 3 sahabat yaitu Andri, Juno dan Serse. Dari mereka berempat, hanya aku sendiri yang menjadi penembak jitu sedangkan Andri, Juno dan Serse adalah prajurit infantri reguler. Aku masuk ke Satuan Penembak Jitu (SPJ) sedangkan mereka masuk ke Satuan Tempur Darat (STD).Namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat persahabatan kami. Kami pun sering makan dan berbincang bincang di ruang makan. “Arto, kau belajar megang senapan sejak kapan?” Tanya Juno “Dari umur 14 tahun sih, soalnya klo tinggal di gunung tidak bisa terlalu bergantung dengan pedagang” Jawabku “Ooh. Dari muda memang kau sudah diajarkan make senapan. Cocok aja sih kalau kau jadi sniper” Ujar Serse “Kalau aku sih karena fisikku memang kuat, jadi bilang orang tua sayang kalau cuman bertani. Lagi pula gajinya lumayan” sambungnya
“Sama dong” jawabku “Klo jadi pemburu atau pedagang ekonominya sekarang morat marit. Cuman pegawai dan kemiliteran saja yang gajinya bisa diandalkan” “Memang tapi nyawa bayarannya” Pungkas Andri “Dari pada hidup miskin, mending mati” jawab Serse. “Dah lah, aku mau ke asrama dulu. Besok bangun shubuh” Ucapku seraya berdiri meninggalkan meja itu. “Tidurlah dengan nyenyak, umur sniper biasanya pendek” sambut Andri dengan iseng. Aku pun menujur kamarku di asrama militer, dengan nomor 1932F. Meskipun hanya terbuat dari kayu, tempat itu tetap saja lebih nyaman daripada rumah beton di atas gunung. Sudah lama badan ini tidak diberi hangat, hanya dingin dan beban saja. Keesokan Paginya Jam 5 pagi seluruh pasukan dibangunkan. Akan ada upacara penyambutan Komandan Batalyon. Sejak jam 6 kami sudah menyiapkan peralatan, dan seragam yang lengkap dan berdiri menunggu kedatangan Komandan. Yang datang 1,5 jam kemudian. Setelah kedatangan beliau, upacara penyambutan pun dimulai. Meskipun cukup lama, kami tidak merasa lelah sama sekali. Ada yang aku sukai dari sosok komandan yang satu ini. Dia sangat bersemangat dalam pidato nya, tidak seperti guru sekolahku jaman dulu, dimana mereka selalu berkata hal yang sama berulang-ulang. Setelah upacara, kami pun dipersilahkan untuk istirahat dan makan. Tentu saja aku akan berkumpul dengan sahabatku dan makan di meja 025. Saat aku masuk ke ruang makan, benar saja dugaanku. Andri, Juno dan Serse sudah duduk menunggu pesanannya. “Waduh lambat kali kau datang. Ngapai aja kau?” Tanya Andri “Biasa lah ngurusi barang” Jawabku “Enak betul ya sekarang, kalau masa masa damai biar cuman tidur makan dapat gaji. Kalau rakyat bawah malah terbalik.” Ujar Juno “Tebalik gimana?” Tanya Serse “Ya kebalik, mereka kerja keras upahnya gak sebanding” Jawab Juno Seketika kokinya pun berkata “Meja 25 AMBIL!”
Serse pun berdiri dan mengambilkan makanan untuk kami, rupanya mereka telah memesankan aku satu posi nasi goreng. Tak terasa kami selesai makan tanpa berbicara sekalipun saat makan. Masih tersisa 15 menit waktu istirahat dan Serse pun mulai bercerita tentang sesuatu “Kalian tau nggak kenapa meja ini selalu kosong, gak ada yang duduk kecuali kita?” Kami bertiga menggeleng, tanda tak tahu “Semua orang yang duduk dan makan di meja ini pasti bakalan mati loh” Juno sambil beriga, tertawa “Semua orang kan pastinya bakal mati?” “Iya memang, tapi yang duduk di meja ini semuanya mati di medan perang. Menurut Sertu Jantem, kurang lebih 17 orang sudah meninggal gara-gara makan disini.” Sambung Serse menegaskan kalimatnya. “Interesting enough but i don’t seem to care” ucapku, kekenyangan. “Halah sok inggris aja kau, TOEFL mu aja cuman 422” Ucap Andri sambil tertawa “Iri bilang!” ucapku seraya menghabiskan air minum. Tepat pukul 12 siang, Kapten Sagiri Kunda memanggil. “Kepada seluruh prajurit segera kembali ke satuannya masing-masing!” Aku pun berdiri, tertawa. “Noh, perintah kapten. Bubar sudah, nanti dijemur diatas pos kalian” Juno pun langsung berdiri dengan tampang kesalnya, “Iya-iya terserah” Kami pun segera membubarkan diri dari tempat tersebut. Aku langsung menuju ke Markas SPJ yang terletak jauh di belakang kompleks militer. Satuan Sniper adalah satuan dengan jumlah anggota terkecil di angkatan darat. Setiap satuan didalam pangkalan militer biasanya berjumlah sekitar 5000 personel. Sedangkan Satuan Penembak Jitu hanya memiliki 732 personel. Dan lokasi markas kami bisa dibilang paling jauh dari pusat, karena memang kami spesialis jarak jauh dengan latihan yang lebih keras. Serda Tukul dengan marah tak tau ampun terhadap kami yang baru saja diterima “KALIAN ITU SATUAN SNIPER! HARUSNYA DATANG LEBIH AWAL KE LOKASI TANPA PERLU DIKOMANDO! DIMEDAN PERANG KETERLAMBATAN KALIAN SEKIAN DETIK MEMAKAN KORBAN PULUHAN REKAN KALIAN! SEKARANG TURUN SEMUA. PUSH UP SESUAI JUMLAH PERSONEL SATUAN KITA SEKARANG!” Salah seorang rekanku, Patro dengan bingungnya bertanya “700 kali pelatih?” Dengan marah Serda Tukul menjawab “732 TOLOL! SALAH SATU TUGAS PARA SNIPER ADALAH MENJADI INTEL YANG MAMPU MENGAMBIL INFORMASI PENTING DARI PIHAK LAWAN! BAGAIMANA KAU BISA DAPAT INFORMASI YANG BERGUNA KALAU JUMLAH PERSONEL SATUANMU SAJA KAU TAK TAHU?! KAU PUSH UP 1000 KALI PAHAM??!? Patro dengan paniknya menjawab “SIAP PELATIH!” Kami pun panik dan langsung push up tanpa banyak tanya. Aku pun memaki dalam hati, gila bener ini pelatih. Kita baru diterima di kesatuan sudah disuruh push up 732 kali. Mau dikasih mati kah kita ini? Setelah 1 jam kami akhirnya selesai melakukan push up. Kami pun dipersilahkan untuk beristirahat sebentar. Sungguh gila pelatih ini. Tangan kami sangat lemas bahkan sekadar mengangkat lengan saja membutuhkan usaha lebih. Lebihnya lagi Patro. Baru istirahat sebentar ia sudah tertidur di lantai kelelahan. Tak sampai 15 menit, Serda Tukul berteriak memerintahkan kami untuk bersiap. Setiap personel angkatan ku diberi replika DSR kemudian disuruh untuk berlari mengelilingi Pangkalan Militer sebanyak 15 kali, yang notabene luasnya 52 Kilometer persegi. Untuk kedua kalinya aku memaki didalam hati. Ini pelatih benar-benar tidak waras. DSR itu saja beratnya sudah 5 kg, disuruh keliling pangkalan lagi. Kami pun segera keluar dan mulai berlali mengelilingi pangkalan. Pasukan medis pun disiagakan jikalau salah satu dari kami ada yang pingsan. Tak cukup berlari jauh, posisi senjata yang kami pegang pun harus sempurna. Serda Tukul berlari dibelakang kami sambil mengawasi, jikalau ada yang salah posisi dalam memegang senjata maka ia akan menendang pelakunya. Baru setengah jam berlari, tak sampai setengah putaran sudah ada 8 orang angkatanku yang pingsan. Menyisakan 12 orang berlari. 3 putaran, 3 terkapar. 5 putaran, 7 orang terkapar. 10 putaran, rekan terakhirku yang terkapar. Aku sendiri yang tersisa. Insting dan keahlian berburuku sanggup membawaku ke 14 putaran. Putaran ke 15? 5 menit pertama kesadaranku mulai hilang. Kakiku mulai bergerak sendiri, hingga pada puncaknya aku tersandung ke batu pasir. Membuatku jatuh tersungkur ke depan. Kami semua pun dibawa ke pos medis. Kapten Mark pun membesuk kami semua. “Sabar aja, kami semua juga begitu dulu. Kalau percobaan pertama memang tidak akan ada yang sanggup melewati 15 putaran maut itu. Tapi jika dibiasakan, maka kalian semua akan mampu melewati rintangan itu. 15 putaran maut itu fungsinya adalah melatih daya tahan tubuh kalian dengan daya tahan mental kalian. Latihan ini sangat krusial bagi seorang prajurit SPJ jikalau ada keadaan darurat, seperti penyergapan. Latihan ini akan diadakan setiap 2 hari sekali agar mempercepat pembiasaan kalian” Jelas Mark Akhirnya aku pun merasa lega karena mendapatkan penjelasan yang cukup masuk akal. Tapi tetap saja ada 1 kalimat yang menyatakan kebingunganku dengan tenggat jeda pelaksanaannya. 2 hari sekali!? WHAT THE FUCK.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar