Spoiler Bab 17--Lily's Adventure/Sunny Hinata
Dua bulan berlalu.
Aku masih bisa bertahan sampai saat ini. Aku mendapatkan royalti dari tulisanku, membuat rekening bank baru.
Aku tinggal berpindah-pindah. Tinggal di Masjid, Musholla, rumah penduduk—yang kebetulan mereka menawarkan—atau bahkan, kalau taka da Masjid, aku tinggal di halte bus. Meringkuk kedinginan.
Hari ini, tepat hari ke-56, aku sudah benar-benar menjadi ‘anak jalanan’. Berkelana kemana-mana. Namun, bedanya, aku anak yang bersih, pakaianku tetap kucuci setiap hari. Dan, aku seorang perempuan. Menurut yang kutau, anak jalanan kebanyakan laki-laki.
Aku menghembuskan napas. Menyapa pagi dengan riang—aku mulai terbiasa hidup berpindah-pindah. Membereskan Kasur lipat kecil yang baru kubeli. Duduk meluruskan kaki diatas lantai Gazebo.
Aku menarik napas dalam-dalam. Menghirup udara segar. Langit belum terlalu terang. Matahari hanya tampak memberikan sedikit sinarnya di bagian ufuk bumi.
Aku meregangkan tangan kekanan dan ke kiri. Berolahraga sejenak. Melemaskan badan. Sekali lagi menghirup udara segar.
Tangan kananku meraba lantai kayu. Mencari Handphone yang kuletakkan di bawah Kasur Lipat. Aku tidur pukul 11 malam. Begadang bermain handphone.
Tanganku bergerak-gerak men-scroll layar handphone. Membuka Aplikasi menulis andalanku. Duduk dan melihat royalty yang kudapatkan.
Tanganku mengepal. Berseru senang. Royalty ku sebulan ini genap dua juta rupiah, atau dalam hitungan uang Malaysia, pas 575 ringgit Malaysia—aku memang menulis di aplikasi menulis Indonesia.
Aku menghembuskan napas. Sekarang, giliranku membuka paket pelajaran Bahasa Indonesia kelas 10—aku mendownload nya. Belajar secara autodidak.
Sepuluh menit kumembaca materi pelajaran dengan susasana tenang, perutku tampak berbunyi kukuruyuk.
Aku mendesah. Memegang perut yang sudah berbunyi sejak semalam. Menoleh kesana-kemari. Tak ada toko didekat sini. Aku berada di tengah-tengah sawah yang padinya telah menguning. Kota berada di pinggiran sawah ini. Itu berarti aku harus cepat-cepat melanjutkan perjalanan. Pergi menuju kota Kembali.
Tanganku mengambil sejumlah uang didalam kantong yang cukup untuk membawaku ke kota dengan cepat. Namun, apalah arti uang ini, jika Bus saja tak terlihat?
Kakiku dengan cepat berdiri—walau sedikit gemetar karena lapar. Meraih koper dan ransel, berjalan di jalan setapak. Sedikit silau karena sinar Matahari yang telah panas—ajaibnya, kulitku sama sekali tak menghitam walau terkena sinar matahari.
Kakiku berlomba-lomba berjalan. Sedikit berlari. Berusaha tiba tepat waktu di Toko yang plang nya sudah tampak.
Hosh…hosh…
Aku menghembuskan napas sebal. Menghentikan lari kecilku. Duduk diatas rerumputan yang basah. Memegang perut yang semakin berbunyi. Menggeledah tas, mencari, adakah makanan yang masih tersisa?
Tanganku terhenti saat memegang bungkusan plastic kecil. Permen! Aku bersorak. Memakan dengan lahap dan meminum tegukan terakhir air didalam botolku.
Beristirahat lima menit, kakiku sudah berlari lagi menuju Toko yang sebentar lagi, akan sampai.
Begitu sampai di toko, aku membuka pintu, merasakan angin sejuk dari AC yang terpampang di atas rak.
“Selamat datang, dik!” seorang pegawai memberikan senyum hangatnya kepadaku.
Aku mengangguk. balas tersenyum sedanya. Menghambur mencari makanan dan minuman.
Beberapa menit mencari makanan didalam toko, aku akhirnya keluar. Berdiri tepat di depan meja kasir. Mengeluarkan banyak jajan yang kubeli. Kitkat, dua kotak Milo, dua botol air mineral, Oat Choco kesukaanku, dan kripik Lays.
Pegawai toko sedikit mengkerutkan dahi melihatku membeli banyak makanan, ditambah sabun, shampoo, conditioner.
Aku membalasnya dengan senyum. Menunjuk makanan, lalu menunjuk perut. Lapar.
Pegawai tersebut sedikit tersentak melihatku menunjung perut. Mengangguk patah-patah. Menghitung total harga yang kubeli.
Begitu Pegawai itu menyebutkan jumlah harga, dengan cepat aku mengeluarkan sejumlah uang. Mengambil Lays dengan cepat, berjongkok didepan meja. Makan dengan lahap.
“A-ada apa?” tanya pegawai itu bingung.
Aku tak menjawab. Makan dengan lahap.
“Kamu lapar?” salah seorang pembeli wanita mendekat—dia daritadi menatapku terus menerus. Tersenyum lembut.
Aku menoleh dengan mulut belepotan. Mengangguk sembari menatap wajah wanita itu. Rambutnya terlihat tergerai indah. Hitam. Tangannya menyentuh lenganku terasa lembut.
“Mau ikut denganku, dear?”
Aku tersedak. Kini giliranku yang menatap bingung.
Wanita itu mengangguk. menarik tanganku, membimbing kukeluar Toko setelah mengambil seluruh belanjaan.
Aku membuntuti wanita itu keluar. Masih memandang bingung.
Rumah wanita itu tak jauh. Hanya berjarak 6 rumah dari toko yang kudatangi. Rumahnya besar. Tiga atau empat lantai sepertinya—desainnya membuatku bingung. Campuran kayu dan batu-bata. Dilantai bawah, tiga mobil berderet rapi dengan pintu kayu garasi yang sedikit terbuka—setengah dari lantai pertama ditempatkan sebagai garasi! Tangga kayu berada disamping Garasi, tangga untuk menuju lantai kedua. Dari teras, aku juga bisa melihat tanaman merambat yang tampak cantik berada di balkon lantai kedua.
Wanita ‘asing’ yang mengajakku itu menyentuh lembut pundakku.
“Eh, ada apa?” aku tersadar dari ke-takjuban. Menoleh kikuk.
Wanita itu tersenyum menggeleng. Tangan kanannya menunjuk tangga, menyuruhku ke lantai atas.
Aku ber-ooh pelan sambil menunduk malu-malu. Mengangguk tipis.
Kakiku melangkah pelan menaiki anak tangga. Sampai dilantai kedua, aku melihat dua buah sofa bean bag berwarna abu-abu dengan garis-garis putih. Diantara kedua sofa tersebut, kulihat meja kayu, yang diatasnya terdapat bunga mawar putih, yang tersimpan rapi didalam vas, juga secangkir gelas teh yang isinya sudah habis.
Wanita yang mengajakku mendahului Langkah kakiku. Berjalan menuju pintu utama—yang merupakan Pintu untuk memasuki rumah tersebut. Aku mengikuti Langkah kakinya dengan cepat.
Wanita itu membuka pintu sambil mengucapkan salam setengah berbisik. Membuka pintu.
Aku tercenggang. Menatap takjub rumah lantai tiga ini!
Sebuah lampu gantung bercahaya indah dilangit-langit ruangan. Dua Sofa Panjang berwarna krem semakin mempercantik ruangan ini. Jendela besar yang langsung tertuju pada bean bag diluar dihiasi dengan bunga-bunga mawar plastic, yang walaupun palsu, tetap terlihat keindahannya.
“Kamu duduk disini, ya?” wanita yang menemaniku berkata lembut.
Aku mengangguk. duduk manis diatas sofa. Menoleh kepada wanita tersebut.
Berbisik malu-malu, “Aunty, bolehkah aku meminjam buku itu?”
Wanita tersebut menoleh kearah yang ditunjuk telunjukku. Selain keindahan ruangan ini, tempat yang lebih membuatku takjub adalah rak buku yang terpapar dibagian barat ruangan.
Wanita asing itu tertawa. Mengangguk.
Aku berdiri, melihat-lihat buku untuk dibaca.
Wanita itu tersenyum tipis melihatku. Tangannya tampak membuka pintu—yang menghubungkan dengan ruang keluarga—yang berada disebelah rak buku.
Berseru, “Ibu pulang!” memasang wajah ceria.
Aku sedikit melirik beliau, namun Kembali fokus mencari buku.
“Yeeeyyy! Ibu pulang!” saking keras suara orang yang berada didalam rumah itu, suaranya terdengar jelas olehku—malah membuat pekak!
“Siapa disana, bu?”
Orang yang berada didalam, yang memanggil ibu itu, melongok-kan kepalanya dari pintu. Menatapku dengan mata mengerjap-ngerjap.
Aku sedikit salah tingkah. Menatap wajah itu lamat-lamat.
Dia seorang wanita. Gadis kecil. Mungkin, berumur delapan tahun. matanya berwarna hitam. Rambutnya dipotong pendek sebahu, dengan jepit stroberi dirambutnya. Gadis kecil itu memakai kaos pink Panjang, dan rok senada dengan bintik-bintik hitam polkadot.
“Siapa, kak?” gadis itu bertanya dengan suara lucu—suara khas anak-anak.
Aku diam tak menjawab. Mundur dua Langkah saat gadis itu melangkah mendekatiku.
Wanita, ibu gadis ini, yang mengajakku kerumah mewah ini, tertawa lebar.
“Anna,” katanya lembut. “Itu kak Lily. Temannya kakak.”
Anna, gadis kecil dengan jepit rambut stroberi itu, mengangguk sok paham.
Aku sedikit melipat kening. Teman? Siapa? Aku ‘kan tak punya teman? Teman waktu aku masih sekolah Bersama Cyra?
“Nah, Lily.” Wanita itu kini menoleh kepadaku. “Ini anak tante, Namanya Anna. Kelas tiga SD saat ini.”
Aku mengangguk tipis.
“Oh-iya, tante belum memperkenalkan nama tante!” Wanita itu tertawa karena kelupaannya. “Nama tante, Rita. Kamu panggil saja tante Rita. Dari Indonesia.” Ujar tante Rita yang mungkin sudah berkepala empat.
“Ah-ya!” Tante Rita menepuk kepalanya. “Dek, tolong panggilkan kakak diatas, ya?”
Anna mengangguk riang. Berlari menaiki tangga, menuju lantai tiga—mungkin.
Sayup-sayup, kudengar Anna, gadis kecil itu memanggil kakaknya, “Kakak!! Dipanggil Ibu, tuhh!” teriaknya dalam Bahasa Indonesia.
Eh?
Aku memandang tante Rita kaku. Bisa Bahasa Indonesia?
Tante Rita tertawa. “Iya, Lily. Kami itu dari Indonesia.” Jelasnya pendek.
Aku ber-ooh pelan. Mengangguk. kembali mencari buku-buku.
Dua menit berlalu—lama juga kakak Anna datang—Anna datang sambil berlari kecil dan bersenandung pelan. Dibelakang nya, seorang anak lelaki, seumuran denganku mungkin, mengusap rambutnya yang tampak berantakan. Baju tidurnya—mungkin belum mandi—terlihat kusut. Matanya merah karena begadang.
“Ada apa, sih, bu?”
Aku seketika mematung mendengar suaranya. Suara yang amat kukenal—walau sedikit lebih berat.
Dadaku berdegup kencang. Tanganku meremas jari. Menatap wajah laki-laki itu, tegang.
Tante Rita tersenyum. “Lihat, siapa yang datang, kak.” Ujar Tante Rita mennjukku yang buru-buru menunduk.
Kepala anak lelaki itu menoleh pelan. Dengan cepat, saat melihat wajahku yang sedikit kotor, wajahnya langsung memerah. Tangannya refleks memperbaiki rambut nya yang berantakan.
“Ka-kamu?” katanya tergagap.
Aku diam tak menjawab. Ikut mengusap wajah kotorku—bekas makanan. Mengabaikan bunyi kukuruyuk perut. Mengusap wajah yang mungkin sudah seperti kepiting rebus.
Teman lamaku kembali!
...
Haloo! Konnichiwa!
Nih, sedikit bocoran untuk Bab 17 yang kubuat ber minggu-minggu, Hapus, tulis, hapus, tulis--Buat hingga sempurna!!
Eh,eh, ada yg bisa tebak gk sih, siapa yang Lily temukan?
Wuhuuu, kukasih dua jempol eh maksudnya 12 jempol dari seluruh keluargaku untuk kalian yg bisa jawab.
Satu pertanyaan untuk kalian; adakah rekomendasi buku dari kalian? Kecuali Tere Liye, bagikan judul buku yang wajib kubaca..
Eh, eh, dua lagi; Genre buku apa yang kalian suka? Petualangan? Aksi? Keluarga? Fantasi? atau bahkan Roman? dan yang kedua, bisa gak ya, aku baca 'Dunia Anna' dan 'Dunia Sophie'?
Byee! Terima kasih yg sudah baca kisah-kisahku yang lalu. Yang belum baca, baca dari awal, yaa. Jangan lupa follow & share!
Terima kasih untuk seluruh teman-teman sasisabu!
Salam Manis,
Sunny Hinata
23/Desember/2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Pasti Ali kan kak? kan satu satunya temen Lily yang laki laki cuma Ali
Lanjut kak! jangan lama lama ya, kalo ngga aku DMin lagi Ig nya. hehe
Hiyaaa, aliii.. saya berharap begitu dichapter...? 15 sepertinya.?
Lanjutttt!! Tolong, jangan terlalu lama. saya sudah mau opp di sasisabu
kenapa?
Kak Sunny dah baca novel tere liye yang anak cahaya blm? itu lumayan seru kak, atau Eli, atau Burlian, atau Pukat
Qiqiqi.. DM aja gk papah
Si anak mamak semua udh kubaca... Si anak pintar, pemberani, spesial, kuat, badai, pelangi pun sdh... Tinggal nunggu Tere Liye nulis cerita 'si anak Amazon'
Hmm oke ak DM Lago wkwk. Ada ternary lagi bukunya tere liye?
Ternary maksudnya maaf typo berat kak, kebiasaan wkwk
Kapan nih kak lanjutnya? Gak sabar ><
saat ini aku stop untuk sementara. nulis klo ada waktu. Klo ayahku pergi
yang 16 mana kak???
ini aku post sepotong-potong. Takutnya bajakan><
ohh