Lily's Adventure (Bab 8)
Hmph!
Aku menghempaskan badan dikasur. Kasur ini bertingkat. Terlihat elegan, simple, entahlah. Lemari Panjang terlihat ‘menempel’ didinding. Dan ini, sungguh kamar Asrama paling mewah yang kukenal. Terdapat AC dan TV! Gimana gak mewah coba?
Tok…Tok…Tok!
Eh? Siapa diluar? Yang mengetuk pintu? Ah-ya, aku baru ingat jika akan ada teman lain yang datang. Sekamar denganku. Bagaimana tampang nya? China? Bule? Hihihi, aku terkekeh sendiri membayangkan jika temanku bertampang China atau Bule. Bagaimana kami akan berkomunikasi?
“Permisi.”
Eh? Aku kaget lagi. Sepertinya, suara itu, suara yang aku kenal selama ini.
“silahkan masuk.” Aku menjawab pendek. Membuka pintu.
Anak perempuan seusiaku, dengan Jilbab Pink tersenyum. Namun, saat melihatku langsung tersontak kaget. Berseru patah-patah. Disampingnya, anak perempuan yang seusiaku juga ikut tersentak. “Li… kamu Lily?”
“Malihah? Hawa?” aku ikut terkejut. Mengusap pelan mataku. Aku tak salah lihat bukan? Atau ini hanya imajinasi ku?
Kaget bukan main. Setelah sadar bahwa itu mereka, dan mereka sadar bahwa itu aku, kami berpelukan.
“Wah… Gak nyangka kalau aku sekamar sama kamu, Lily!” Malihah menyeka matanya—dia paling mudah menangis.
“Iya, sama.” Aku menjawab lirih. Semakin memeluk dua sahabat ku itu. “Ya sudah, masuk, yuk.” Kataku. Menggenggam tangan Hawa.
Hawa dan Malihah mengangguk.
“Wow! Kamar ini cozy sekali?!” Hawa berseru. Menatap tak percaya. Memandang Televisi yang terpasang. “Ada Televisi nya lagi. Dan, what?! Ini TV mahal, bukan? LG?”
Aku mengangguk. tertawa kecil. Aku saja berseru kaget, saat memasuki kamar ini pertama kali. Tante Diana sudah lama pulang. Tinggallah aku sendiri dikamar ini.
“Kamu mau Kasur yang mana, Lily?” Malihah bertanya. Melepas jilbab pink nya. “Eh, gak apa-apa ya, aku buka jilbab?”
Aku mengangguk.
Waw. Setelah jilbab Malihah dibuka, rambut Panjang nya terlihat. Lembut. Wangi.
“rambutmu cantik sekali, Ma.” Ujar Hawa.
Aku tertawa kecil. Aku sudah tau rambut Malihah saat diHotel kemarin.
“Kalau aku Kasur nya yang ini.” Aku menunjuk Kasur atas. Ada 2 kasur disini. Dan dua-duanya bertingkat. Jadi, kamar ini bisa ditiduri oleh empat orang.
“Aku dibawah nya Lily.” Kata Malihah.
“Kalau aku disampingnya Lily.” Hawa berujar.
“Okay. Berarti, sisa anak baru nanti. Siapa ya?”
Aku mengangkat bahu. “Aku mandi dulu, ya, sudah sore nih. Mau berendam.”
…
“Luama buanget sih, kamu mandinya.”
Aku tertawa kecil mendengar suara Hawa. Aku memang jika mandi selalu lama. Berendam di air hangat.
“Eh, kita tutup mata dulu, Malihah.” Hawa berseru. Lebih dulu menutup matanya.
Aku tertawa kecil sambil memperbaiki handuk. “Gak perlu, lah, Ha… Ada kamar gantinya, nih.” Aku menunjuk ruangan kecil yang ditutupi tirai.
Hawa ber-ooh pelan. Tertawa malu.
…
Untuk seluruh penghuni Asrama Elena, diminta langsung menuju Ruang Makan. Sekali lagi, untuk seluruh penghuni Asrama Elena, diminta langsung menuju Ruang Makan, dilantai Tiga. Terima kasih.
Aku, Hawa, dan Malihah yang asyik nonton menoleh. Waktu makan!
“Eh, ini waktu makan?”
“He-eh.” Aku mengangguk. menjawab pertanyaan Malihah.
“Turun, yuk.” Seru Hawa. Mengamit tanganku dan Malihah.
Aku tertawa. Aku tau, perut Hawa memang perut karung. Sama seperti Hasna. Eh, Hasna? Apa kabar dia?
“Ayo, Lily. Kita duluan, nih.” Hawa berteriak kecil.
“Eh?” aku menoleh. Mengangguk. ikut bergegas memasang sandal.
“Nanti setelah makan, kita rapikan barang-barang, ya?” Gumamku ditengah jalan.
…
Surprise!!! Kejutan! Sekembalinya kami dari Ruang makan, salah satu anak penghuni
Kamar nomor 32 telah datang. Seorang gadis seumuran kami, dengan rambut kepang yang manis.
“Hello?” Gadis manis itu menyapa. Tangan putihnya—putih kulitnya sama denganku—terjulur. Tersenyum. “My name is Kylie! what are your names? ”
Eh? Malihah dan Hawa terlihat menatap kaku. Aku juga kaku menatap gadis kepang pirang ini. “Oh, my name is Lily, and this is Hawa, and Malihah.” Aku memberanikan diri tersenyum. Menjawab juluran tangannya.
Malihah dan Hawa, walau kaku, ikut menerima juluran tangan Kylie. Gadis pirang cantik itu.
“Apakah kalian dari Indonesia?”
Hei? Kami tidak salah dengar, bukan? Dia bertanya dalam Bahasa Indonesia!
“Eh, kamu bisa Bahasa Indonesia?” Malihah takut takut bertanya.
Kylie mengangguk. “Ibuku berasal dari Inggris dan Ayahku berasal dari Indonesia. Aku pindah ke Singapura setahun lalu.”
Aku, Malihah, dan Hawa, mangut-mangut mengerti.
“Nice to meet you! Nah, sekarang, come on, kita masuk kekamar, yuk!”
Aku hendak tertawa kecil mendengar campuran Kylie tentang Bahasa Inggris dan Indonesia—tapi, buru-buru kuurungkan. Nanti dia tersinggung.
“Okay!” Kami mengangguk.
…
Ah! Senang rasanya bertemu Hawa dan Malihah dinegeri tetangga ini. Juga bertemu sahabat baru, Kylie, dari London. Nambah pertemanan, sekaligus tambah kosakata Bahasa.
“Good night all.” Kylie berseru pelan dari ranjang bawah.
“Good night, too.” Aku balas berbisik.
Sunyi.
Sejauh ini, Kylie adalah teman yang baik. Manis. Yaahhh, keyakinan kami sama, namun dia tak memilih menggunakan hijab. Dan, Surprise lagi! Sekolah kami sama! Hawa High School. Tak jauh dari sini. Tadi, setelah sholat Isya—Malihah yang menjadi imam, dikarenakan suaranya merdu—Tante Diana menelpon. Miss Aya yang memberitahuku.
Tante Diana bertanya, apakah perlu ia mengantar aku ke sekolah? Dengan halus kumenjawab tidak. Aku, dan teman-teman ku akan berangkat Bersama sama—Malihah, Hawa, dan Kylie, orang tua mereka telah pulang terlebih dahulu. Namun, Tante Diana bersikeras mengantarku, karena ini pertama kalinya aku pergi ke Singapura. Dan, yahh, akhirnya, aku menurut.
Setelah basa-basi bertanya tentang teman-temanku—Tante Diana sangat kaget mendengar Hawa dan Malihah sekolah disini—kamarku, juga pengawas disana, Tante Diana menutup telepon.
Waktunya tidur.
Aku memejamkan mata. Memeluk bantal guling.
Tapi, hei, aku sama sekali tak bisa tidur. Tubuhku berada disini, namun pikiranku berada diluar! Perlahan, pikiranku menuju Rumah Bibi Seli. Sedang apa dia disana? Apakah dia sedang memikirkanku? Apa kabar Hasna dan Om Reza? Hasna sekolah dimana, kali ini?
Meleset, menuju gubuk tua ku dulu. Mengingat masa-masa disaat Nenek masih ada. Masa-masa yang susah. Susah? Eh, maksudku, menyenangkan dengan adanya Nenek disana.
Dan, hei. Cepat sekali, aku sudah berada disini. Negeri seberang! Dan aku… Lihatlah, Ma… Aku sudah menjadi gadis cantik dengan mata biru. Lihatlah Ma, aku sudah menjadi anak Mama yang membanggakan.
Dan, tentang Ayah…
Stssss… Aku memaksa diriku untuk terlelap. Menutup mata. Berpikir positif.
Dan akhirnya, aku jatuh terlelap.
…
Selamat pagi!
Aku selalu menyukai waktu pagi. Dimana waktuku menghirup udara sejuk. Dimana waktuku memulai hari yang baru. Dimana waktuku, melupakan masalah-masalah dihari kemarin.
Pagi. Aku, Hawa, Kylie, dan Malihah sudah berangkat dengan Taxi Bersama Tante Diana. Sambil berseru-seru menatap Gedung pencakar langit. Tante Diana berbaik hati menjelaskan, menunjuk tempat wisata, bangunan utama. Sesekali, Kylie ikut menambahkan. Membuat rasa gugupku hilang sejenak.
Hari ini, kami berkumpu di Lapangan Sekolah. Master Emma, kepala Sekolah, berseru menyuruh kami berbaris rapi. Wajahnya cantik, tegas. Badannya ramping. Tubuhnya dibalut Jubah Hitam.
Selesai acara Perkenalan, kami, 100 murid kelas tujuh, diajak berkeliling. Mengenal setiap bangunan, setiap sudut, dan setiap jengkal Hawa High School ini. Luar biasa. Sekolah ini sungguh Luar biasa! Bukan sekolah biasa, atau seperti yang kupikirkan.
Kami diperkenalkan beberapa bangunan penting. Aula, Perpustakaan, Ruang Kelas, Kantin, dan lainnya. Disini, di sekolah ini, kami tidak belajar di satu ruangan saja. Melainkan, dibanyak ruangan. Maksudku, setiap pelajaran memiliki ruangan tersendiri. Seperti Sejarah, memiliki ruangan yang teramat luas. Kuno.
…
Sungguh cepat berubah suasana hatiku. Kemarin, aku gugup Ketika masuk sekolah. Gugup berkenalan dengan kawan lain. Tapi sekarang, aku sudah masuk kelas dengan ceria. Senyum lebar menghiasi wajahku. Sambil menggandeng tangan Kylie, Malihah, dan Hawa (Sahabat baikku kini. Menggantikan Rona) kami berlari kecil menuju Sekolah ‘Luar Biasa’ kami.
Kemarin, saat perkenalan. Kami masing-masing diberi semacam iPad kecil. Kecil seperti Buku. untuk digunakan sebagai tempat pemberitahuan dari Sekolah, Kredit—kami diajarkan bekerja disini. Menulis, membantu memasak, apasaja. Nanti, uang kami akan dikirim. Dan kami wajib membeli peralatan sekolah, asrama, atau apapun lewat iPad kecil itu. Tidak hanya membeli didalam sekolah. Diluar sekolah pun bisa—tempat mengirim pesan pada Tante Diana, ebook Pelajaran Sekolah, nama mata pelajaran, dan lain sebagainya. Tentu kami harus membeli. Malihah, dan Hawa, walau harus membobol celengan mereka ditambah uang dari orang tua mereka, mereka mendapatkan iPad itu. Juga Kylie, dia tentu tak kesulitan mendapat iPad itu, mengingat bahwa orang tuanya termasuk Dokter yang sukses, juga mengingat bahwa dia adalah Pengusaha Online yang termasuk kecil sekali—hanya bermodal hp, dan bantuan kedua orang tuanya. Kami baru mengetahui nya.
Sedang aku. Inilah yang paling aku malu. Aku sendiri yang hanya dibayar oleh Tante Diana. Tanpa se-rupiah pun—maksudku tanpa se-dolar Singapura pun—aku membayarnya. Awalnya, aku menolak. Ingat bahwa aku memiliki tabungan hasil jerih payah ku dalam olimpiade yang disimpan di Kredit sekolah ini. Tante Diana menolak mentah-mentah. Berkata dengan lembut, “Ditabung saja. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi esok.”
Lorong bangunan kelas ramai oleh para Murid. Jam 9 tepat. Waktu belajar. iPad setiap murid masing-masing menyala. Pemberitahuan mata Pelajaran. Setelah kubaca sekilas, berlari kecil menaiki tangga. Ramai murid lain ikut berjalan menuju kelas masing-masing.
Sejarah.
Pelajaran pertama kami adalah ‘Sejarah’. Aku, Kylie, Malihah dan Hawa bergandengan berlari kecil menuju kelas Sejarah. Earth, guru sejarah kami. Lelaki berkaca mata, bertubuh ideal itu menyapa kami dengan tegas untuk pertama kalinya.
“Namaku Earth. Kalian bisa memanggilku Earth saja.” Seru Earth dengan lantang. “Selamat datang di Hawa High School. Aku Guru mata Pelajaran Sejarah. Kalian perlu tahu, pelajaran Sejarah sangatlah penting.”
“Baik. Aku tidak suka basa-basi. Langsung saja, Tema hari ini, earth history. Sejarah Bumi.” Earth berseru didepan sana. “Awalnya, Bumi merupakan sebuah bola gas yang sangat panas. 4.600 juta tahun lalu, Tata Surya terbentuk melalui Nebula—yaitu kabut tebal.” Earth langsung berseru tanpa mendengar protes dari kami. Berseru dalam Bahasa inggris. Papan didepan sana menunjukkan bentuk Nebula. Seperti debu, gumamku.
“Serpihan Nebula tersebut membentuk sebuah kerumunan zat dan gas. Setelah itu, Kerumunan zat dan gas tersebut memadat, sehingga terbentuklah sebuah bola gas.” Earth terhenti sebentar. Mengganti gambar di Papan. “Bagian dalam Bola Bumi tetap Panas, sedang bagian luar mulai mendingin.”
Aku mengangguk mencatat. Kylie disebelahku juga ikut mencatat.
“Kamu, yang berjilbab Pink, Get over here.” Earth yang duduk dibangku nya menyahut. Memperbaiki kaca matanya.
Eh? Aku yang aksyik mencatat menoleh. Jilbab Pink? Siapa yang Earth maksud?
“Ya. Kamu, yang duduk dibangku depan. Maju!” oh, ternyata Earth memanggilku.
Dengan kaki yang agak gemetar. Takut ternyata aku dimarahi. Aku melangkah maju, diiringi tatapan mata teman lain. Aku hanya menunduk. Sama sekali tak pernah sekalipun aku dipanggil guru-guru untuk maju. Sama sekali tak pernah dihukum guru.
“Kamu, ergh, Lily.” Mata Earth membaca namaku di kartu nama yang kupasang. “Jawab, berapakah Umur Bumi ini?” Earth menatapku. Bertanya. Ah, syukurlah. Kukira dia akan menghukumku. Ternyata tidak.
“Lily,” Earth berseru sekali lagi. Memutus lamunanku. “Berapakah Umur Bumi? Sorry, ini mungkin bukan pelajaran Sejarah. Tapi jika menurutku, ini Penting.” Earth berkata cuek. Kembali duduk dibangku nya.
“Euh…” aku terdiam. Umur Bumi? Duh, ini bisa sampai juta, juta, juta, juta, juta, tau! Aku kan gak tau! Susah mengingatnya. “Em, Earth. What aget? Aku tidak tahu.” Aku menjawab pelan. Menunduk, sambil meremas jari.
Earth menatapku tidak percaya. “Kamu belum belajar?” tanyanya pelan, namun tegas. Menatapku tajam.
“Eh…” aku hanya bisa menjawab ‘Eh’. Sambil meremas jariku semakin keras.
Earth sekilas terlihat menepuk dahinya. “Lily.” Katanya tegas. Aku mengangkat kepalaku. “Pahami baik-baik. Setiap datang ke kelasku, kamu harus belajar. Jangan harap kamu bisa mengikuti mata Pelajaranku jika sama sekali tidak tahu. Tiga kali lagi kamu ulangi, kamu wajib mengulangi semua pelajaranku, dari semester awal. Paham?”
Aku mengangguk samar. Malu.
Earth menghembuskan nafas pelan. “Siapa yang bisa menjawab pertanyaanku. how old is the earth?” Earth bertanya. Kali ini, dia bertanya pada seluruh murid kelas 7 Hawa High School.
Terdiam. Satu dua anak berbisik dengan teman disebelahnya. Balik bertanya pada teman sebelahnya.
“Ada yang tahu?”
Salah seorang anak laki-laki, entah siapa Namanya, mengangkat tangan. Tersenyum lebar. “Aku tahu, Pak. Eh, sorry, maksudku Earth. I know, Earth! Usia bumi saat ini 5 miliar tahun. atau lebih tepatnya, 4,543 miliar tahun.” Jawab anak laki-laki itu dengan jemawa.
Earth tersenyum tipis. “Thank You, Ali.” Ucap Earth. Puas bahwa salah satu muridnya bisa menjawab dengan tepat. “Kamu, Lily, silahkan duduk.”
Aku mengangguk samar. Bukan samar karena malu, tapi samar karena kesadaranku pulih. Apa yang Earth tadi bilang? Ali? Hei, dia ikut sekolah ini??
“Lily… Itu—” Hawa menyambutku dengan Bahasa Indonesia. Menunjuk ke sudut ruangan. Ali, anak paling semenyebalkan-sangat-tambah-banget itu duduk.
Aku mengangguk. aku tahu. “Kita perhatikan kedepan saja, Wa. Nanti, Earth marah.” Balas berbisik. Sebenarnya, aku juga kaget. Dipenuhi banyak pertanyaan. Tapi, Earth terlanjur mengikutiku dengan mata tajam nya.
…
Aku, Kylie, Malihah, dan Hawa sedang berjalan di Lorong kelas. Berbincang ringan.
“Eh, sekarang Pelajaran Biologi, Bukan?” Kylie disamping Malihah bertanya memastikan.
“Yeah.” Malihah menjawab. Melihat sekilas iPad kecilnya. Disana, tertera jawal, tempat, nama pelajaran, dan materi hari ini.
Syujurlah, Biologi. Dengan Tema, ‘Pemanasan Global’. Pemanasan Global ii sudah ku pelajari sewaktu Olimpiade dulu. Juga Malihah, dia sudah tau materi tentang ini.
“Hei!”
Kami serempak menoleh. Suara khas itu memanggil kami. Menghentikan Langkah menuju kelas Biologi.
“Kamu, Ali?” Kylie bertanya dalam Bahasa Inggris.
Ali mengangguk pendek. Aku sepertinya tahu apa maksudnya datang kesini. Kali-kali, Pamer akan kepintaran otaknya.
“Apa?” aku bertanya. Sedikit dengan nada ketus. Aku selalu sensitive Ketika melihat wajah Ali yang ‘super-duper’ menyebalkan.
Ali melambaikan tangan. Tidak mau kelahi, maksud lambaian tangannya. “Gimana, jawabanku betul, bukan??” Katanya tersenyum jemawa.
Aku mendengus pelan. Tuh, kan, dia mau ‘pamer’. Sudah kubilang, ini anak menyebalkan!
“Baik, kalau tidak ada yang penting, kami ingin pergi ke kelas selanjutnya.” Aku mengangguk. membungkuk—demi sopan santun, dan demi rasa hormat sebagai wanita. Menarik tangan teman-temanku cepat.
“Eh, sebentar dulu!” Anak itu mencegahku lagi. Meraih tanganku.
Aku melotot. “Bukan Mahram!” bergegas kugosok tangan kananku yang disentuh Ali yang ‘menyebalkan’ ini.
Ali menyeringai. “Kalian mau aku ajarkan Sejarah?”
Aku menggeleng. “Gak perlu. Kami sudah punya Hawa, dia paling pintar pelajaran sejarah.” Seruku ketus. Bergegas meninggalkan Ali.
“Ada apa, sih?” Kylie bertanya. Menatapku bingung.
“Kepo.” Aku menjawab pendek. Kesalku dengan Ali masih ada. Hingga melampiaskannya kepada Kylie.
…
Hai, men temen!!
Setelah kupikir-pikir, ternyata gak ada salahnya, sih, Tetap Publish Tulisanku disini. Well, sekarang, aku akan menulis lagi di sini, di Sasisabu.id .
Semangat, ya, untuk Teman-teman lain. Saling kasih Support!
Untuk kalian yang ingin berkenalan, bisa kirim pesan di nomor ini: 0818502220
atau email (Emailnya kalian bisa lihat di Profilku).
Ah-ya, Terima kasih untuk teman-teman Sasisabu. Shofiya Syamal, Flavia Dinata, Nafisa Mahdiya, Nadhir, kak Muti Nisa, dan teman-teman Sasisabu yang lainnya.
Salam Literasi,
Sunny Hinata
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Sama-sama laila...
:)
Lanjut!
Sip, kakak
Kok pake nama bundaku segala sih, Fa>~<
emang kenapa?
Ga izin><
Eh, Nendia? Kok...??