Sunny Hinata

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Lily's Adventure (Bab 10)

Lily's Adventure (Bab 10)

Aku menggeliat. Mengucek mataku pelan. Langit-langit kamar terlihat. Berwarna putih. Pluss dindingnya yang berwarna putih juga. Disampingku, terdapat meja kayu, yang diatasnya, terdapat juga Termometer.

Oi, aku ada dimana?

Aku hendak bangkit dari tidur, untuk kemudian, kepalaku terasa nyeri. Tertidur lagi. Tak kuat duduk.

“Lily—” suara tertahan terdengar.

Aku menoleh. Menahan sakit karena kepalaku terasa berat.

“Sudah, Lily, jangan bangun dulu.” Suara lembut. Hawa terlihat tergesa-gesa datang ke tempat tidurku, diikuti oleh Miss Aya.

Aku tersenyum pahit. “Ini Rumah Sakit?” bertanya pelan. Pelan sekali.

Hawa mengangguk. “Kamu sakit Typhus, Li. Kata Dokter, itu karena kamu makan makanan yang, eh, ada bakterinya. Eh, benar tidak, Miss?” Hawa menjelaskan tanpa kubertanya. Bingung sedikit. Dengan dahi terlipat, dia bertanya kepada Miss Aya disampingnya.

Miss Aya tertawa kecil. Mengangguk.

“Makanya, makan tuh, yang benar. Mungkin…mungkin kamu makan makanan gak sehat, ya, waktu Acara Kemarin itu?” Hawa menatap menyelidik.

Aku mengangkat bahu. Gak tahu, mana aku tahu kalau Makanan nya tidak sehat?

“Nah, sekarang…” Miss Aya mengalihkan pembicaraan. Memutus wajah menyelidik Hawa. “Lily harus istirahat. Kamu sudah 2 hari di Rumah Sakit. Teman-teman mu, Hawa, Kylie, dan Malihah, berbaik hati selang-seling libur.”

Aku menatap Hawa yang nyengir dibilang ‘baik hati’.

Aku mengangguk pelan. “Miss, I am Hungry.” Desahku pelan.

Miss Aya mengangguk kecil. Mengeluarkan bungkus plastic berisi Roti dibawah Meja. “Ini, teman-temanmu dari Sekolahmu membawakan banyak makanan. Terutama, teman laki-laki mu. Siapa Namanya? Al? Eh, Ali, ya? Dia membawakan sekantong Roti, Susu, dan sekeranjang Buah-buahan.” Miss Aya mengeluarkan keranjang Buah Rotan dibawah Ranjang. Sambil tersenyum menggoda. “Dia tuh, siapa sih, Lily? Hawa?” Tanya Miss Aya. Sengaja benar menggodaku.

Hawa tertawa kecil. Tidak berkomentar.

Aku manyun. “Gak lucu, Miss.”

Hawa dan Miss Aya tertawa. “Nih, Makan.”

Aku mengangguk. masih dengan wajah Manyun. Melahap cepat Roti dan Buah-buahan,

“Hei, anak gadis itu gak boleh makan cepat-cepat loh. Kata Miss Aya nanti Gendut!” Hawa nyeletuk melihatku makan dengan kecepatan penuh.

Eh? Aku menoleh. Mengangguk patah-patah. Gendut? Aku takut gendut! Ini saja… kalian tau? Beratku sampai 41 kilogram! Duh, berat banget, kan??! Aku tersadar. Memakan roti dengan pelan. Namun, perutku berbunyi. Minta diisi dengan cepat. Ya, maklum,, wong, aku sudah tidak makan selama 2 hari!!

“Ah, Hawa bercanda. Kapan coba, Miss bilang seperti itu? Hawa saja yang asal-asalan bicara. Makan saja, Lily. Kamu lapar sekali, bukan?” Miss Aya melambaikan tangan. Menyikut pelan Hawa.

“Eh, Eh, Eh!! Kemarin kan, Miss Aya sendiri yang bilang ke aku, kalau makan cepat bisa jadi gendut?!” Hawa protes. Menyilangkan lengan nya.

Miss Aya tertawa. Menyikut Kembali lenan Hawa. “Miss mau ke Kamar Mandi dulu, ya. Hawa temani Lily!” Katanya. Beranjak menuju Luar Ruangan. “Sekalian Mandi. Dari tadi Pagi belum Mandi. Miss Balik ke asrama dulu.”

Miss Aya menghilang dibalik Pintu.

“Bye, Lily! Kami pergi Sekolah dulu!!” Kylie melambaikan tangan dengan Bahasa Melayu nya. Tersenyum lebar.

“Assalamualaykum, Lily!” Malihah ikut melambaikan tangan. Untuk kemudian, memperbaiki jilbabnya yang meliuk-liuk terkena angin.

“Bye!” Sekali lagi, Hawa melambai. Membalik badan. Diikuti Malihah, dan Kylie.

Aku tersenyum. Menatap punggung kawan-kawanku itu—untuk kemudian, menyesalinya karena tidak menahan mereka Pergi.

“Lily…” Miss Aya duduk disamping ranjangku.

“Eh, ada aa, Miss?” aku bertanya sopan.

Miss Aya menggeleng. “Kamu mau mandi? Biar segar. Setelah itu, Sarapan.”

Aku mengangguk kecil. Sudah 5 hari aku tidak Mandi. Lengket. Bau! Aku nyengir dalam hati, menajamkan penciumanku pada bau badanku.

Ehe! Bau!!

“Miss pulang ke Asrama dulu, ya, Lily. Sekalian ke Sekolah, ada yang mau diurus!”

Aku mengangguk. menarik selimut. Sudah pukul 2 siang. Waktunya tidur siang. Sekarang, aku lebih sering tidur diwaktu siang. Sedangkan saat Malam, aku jarang tidur. Susah Tidur! Biasanya, Baca Buku, atau main Hp.

Tadi, sebelum Zuhur, Tante Diana sudah menelpon. Meminta maaf karena tidak bisa datang. Katanya, dia dipanggil ke Australia oleh Om Rafif. Urusan mendesak sekali. Om Rafif sudah izin kepada ‘Bos’ nya agar Pulang lebih dulu, namun Bos nya itu menolak mentah-mentah. Akhirnya…jadilah begini. Kata beliau, Besok, baru dia bisa datang ke Singapura. Menjangukku.

Aku memperbaiki posisi tiur sekali lagi. Memejamkan mata, dan terlelap,

“Lily! Lily!”

Eh? Ada apa? Siapa yang memanggilku? Akuy menoleh kesana kemari. Hamparan Kebun Bunga terlihat. Menggelitik tanganku. Bunga Camellia, Matahari, Tulip, Mawar, berbagai macam Bunga terhidang diatas Tanah. Seakan menyambutku datang.

“Lily…!!” Suara itu Kembali terdengar.

Eh? “Hawa!” mataku menangkap sosok anak berjilbab Biru yang tengah berlari kearahku. Dibelakangnya, Mama, Wanita tercantik yang pernah kulihat, datang. Berlari-lari kecil. Menyusul Hawa.

“Kamu ngapain disini, Hawa?” aku bertanya heran. Melipat dahi.

Hawa menggeleng. Tersenyum.

“Hai, Honey!” Suara merdu itu menyapaku. Mama.

Aku bergegas memeluknya. Terisak pelan. Mama menatapku penuh kasih. Mengelus lembut jilbab panjangku. Mata birunya menatapku sayang. Bibirnya menyunggingkan senyuman Manis.

“Hawa, Kamu ngapain disini?” aku bertanya sekali lagi. Mengusap matabiruku yang berair.

Hawa menggeleng. Tersenyum manis. Memegang tanganku. Bau harumnya tercium. “Aku lagi menggantikan Nenekmu.”

Nenek? Dahiku semakin terlipat. “Memang Nenek kemana?”

Hawa tersenyum. “Dia sedang berada disana.” Telunjuknya menunjuk sebuah bangunan menjulang dengan Menara yang sangat tinggi. Atapnya berwarna biru. Terdapat jam dinding besaaaarrrrr sekali.

Aku melongo. Baru sadar jika terdapat ‘Istana’ disini. “Nenek… Nenek disana?” tanyaku patah-patah.

“He-eh.” Mama yang menjawab. Memandang Menara Istana tersebut.

“Di istana?”

Hawa kali ini yang mengangguk.

“Memang, beneran ada, Istana seperti ini??” aku bertanya lagi. Masih menatap tak percaya.

Hawa mengangguk Kembali. “Lily, aku mau mengajakmu jalan-jalan. Kamu mau?” tanyanya. Menghentikan lipatan dahiku.

Aku menatapnya. Kemudian, menatap Mama. Jalan-jalan? “Mau!” seruku. Menatap berbinar.

“Yuk!” Hawa menarik lenganku. Mama dibelakangku ikut menyusul.

Kami berjalan. Melewati hamparan Bunga. Tulip, Mawar, Camellia, Ageratum… dan, hei, lihat, diatas sana, diatas pohon beringin, terdapat berbagai macam Burung. Juga dilangit sana, beberapa Burung terlihat terbang dengan Anggun. Menghias taman yang sudah cantik, bertambah cantik Kembali.

“Lihat!” Mama menunjuk. Menghentikan langkahku. “Itu Sungai Susu!”

Aku terbelalak. Sungai? Susu? Ingatanku Kembali, saat pergi mengaji di Masjid dekat Asrama. Ketika mendengar kajian Ustadz—menggunakan Bahasa English—yang menyebutkan, bahwa, di Surga terdapat Sungai Susu.

“Nah, kalau yang itu, tuh, Sungai Madu! Kamu lihat?” Hawa berseru. Telunjuk nya menunjuk Sungai diseberang sana.

“Wah, iya!!” Aku menatap kagum. “Boleh aku minum, Ma?”

Mama tersenyum, mengangguk. “Silahkan.”

Aku bersorak dalam hati. Menelungkupkan tangan membentuk Mangkuk, mengambil Air Susu. “Manis, Ma! Sangat Manis! Lebih enak.” Aku berseru dengan mata berbinar. Sungguh, belum pernah kurasakan Susu sesegar ini. Walau Susu yang dibawa langsung oleh Om Rafif dari Peternakannya, tidak seenak ini!!

Mama dan Hawa disisi kanan-kiriku tersenyum.

“Hei, lihat, Honey. Itu Nenek! Grandma!” Mama tiba-tiba berseru 2 menit kemudian.

Aku menoleh cepat. Oi, Mama benar. Lihatlah, Nenek, berlari-lari kecil kearahku. Jubah putih nya jatuh menyentuh rerumputan lembut. Terbuat dari Sutra! Guratan wajahnya terlihat Bahagia.

“Nenek!” Aku berlari kencang.

Nenek tersenyum. Melambaikan tangan.

Aku terus berlari. Keinginanku memeluk Nenek tak tertahankan. Dan… BUK! Kakiku terkilir.

“Nenek!” Aku terbangun. Pemandangan indah menghilang dari mataku. Berganti dengan suasana Sunyi. Tembok berwarna Putih terlihat. Seakan menyambutku selalu.

“Lily?”

Aku menoleh. Dokter berwajah China itu berdiri kaget mendengarku berteriak. Rambut Panjang pirang sepunggung nya terlihat dikuncir rapi. Mulutnya menyunggingkan senyuman, melihatku, Pasien kecilnya terbangun.

“Eh?” aku gelalapan. Nothing, Doc! Tidak ada.”

Dokter berkuncir tersenyum. Mengangguk. “Doctor Dahlia.” Dokter itu memperkenal-kan diri.

Aku mengangguk kecil. Aku masih di Rumah Sakit? Ah, kukira aku berada di taman dengan sungai-sungai mengalir itu.

Tik, Tok!

Suara Jam dinding terus terdengar. Tak henti-hentinya bersuara. Aku menatap kosong halaman Buku yang sedang kubaca Ketika tiba-tiba, Suara ketukan pintu terdengar.

Yes, Who? Siapa?” Dokter Dahlia membukakan pintu.

Terlihat disana, orang pertama yang menyambutku sewaktu di Asrama. Miss Pirang.

“Oh, Miss Hilda. What is Wrong? Ada apa?”

Miss Pirang terlihat tersenggal. Menyeka keringat didahi putih nya. “Itu…” katanya terbata.

Yes?” Dokter Dahlia bertanya. Menyediakan Kursi dan segelas air putih kepada Miss Pirang.

“Hawa High School on Fire!!” Miss Pirang berkata. Diujung kalimatnya, dia tercekat.

Bagai petir menggelegar!

Hawa High School On Fire?! SMP ku terbakar??!

“Miss… Kylie, Hawa, Malihah… They are there! Mereka berada disana!” Aku tercekat. “Dan… Dan Miss Aya.” Kataku panik. Terduduk. Sebutir peluh menetes didahiku.

Kylie… Hawa… Malihah… dan Miss Aya… Apa yang terjadi dengan mereka semua??

Miss Pirang terlihat mengangguk cemas. “Oleh karena itu… Kebakaran itu terjadi tepat di Dapur Kantin. Dan, mereka… Kylie, dan Hawa. Mereka berada disana. Mereka hari ini Piket memasak. Ditemani… Miss Aya.”

Hawa? “Bukankah Hawa hari Rabu tidak Piket?” Tanyaku.

Miss Pirang mengangguk takjim. “Dia ringan hati menggantikanmu, karena kamu tak masuk, hari ini.”

Aku meremas jari. Hawa… Kylie… Miss Aya… “Malihah? Malihah bagaimana?” aku teringat sesuatu. Bertanya cepat.

Miss Pirang menghela nafasnya sejenak. “Dia tak apa-apa. Hanya Luka sedikit. Dia sedang berada di Lapangan saat kejadian.”

Aku menghembuskan nafas Panjang. Sukurlah kalau begitu. “Hawa, Kylie, Malihah, dan Miss Aya berada dimana?”

“Berada di Lantai delapan. Banyak Guru-guru yang terluka. Tapi, tidak terlalu serius. Yang seius itu Para Petugas Kantin. Bahkan tiga-empatnya ada yang meninggal.”

Aku terpaku. Meninggal? Pergi? Selamanya? Aku paling takut dengan kata itu. Meninggal…

“Tenang, Dear. Semua akan baik-baik saja.” Dokter Dahlia menenangkan. Memegang lembut pundakku.

Aku menoleh. Tersenyum pahit. “Doc, bolehkan aku melihat mereka?” tanyaku. Menatap dengan penuh permohonan.

Dokter Dahlia menggeleng tegas. “No. kamu belum boleh keluar dulu.”

Please, Dokter. Kumohon.” Aku tetap membujuk Dokter.

Selang beberapa menit, akhirnya Dokter Dahlia mengangguk. namun, dengan satu syarat, “Dokter harus temani.”

Okay. Baiklah. Walau aku tak mau, baiklah, demi teman-temanku.

“Sekarang, ya, Dok?”

Aku terisak menatap wajah teman-temanku. Kylie, sungguh sedih melihatnya. Seluruh kepalanya dibebat kain Putih. Menyisakan Mulut dan Mata.

Disampingnya, Malihah terlihat terbaring tak berdaya. Tangannya memang dibebat juga. Tapi, tak separah Kylie. Dia masih sadar. Berseru lirih padaku, “Lily…”

“Ya, ada apa??” aku menatap wajah sahabatku itu. Terlihat kuyu. Lemas.

Malihah menggeleng pelan. “Kamu… Dimana Kylie dan Hawa?”

Aku tersenyum lembut, walau sekejap terasa nyeri dikepalaku—namun aku menahannya. “Kylie ada diruangan sebelah.” Jawabku pelan.

Malihah mengangguk pelan. “Hawa?”

“Dia ada diruangan 15 Mal. Sebentar, setelah ini aku mau kekamar Hawa.”

Malihah mengangguk. “Sebaiknya… kamu segera kesana. Hawa, hawa tadi bilang sesuatu—” Malihah menatapku. Menunjuk Pintu Ruangan.

“Sesuatu? Semacam apa? Dimana?” aku bertanya. Menatap Malihah antusias.

“Waktu… Sewaktu aku tidur, sepertinya. Dia mengatakan… dia mengatakan, semacam Perpisahan. Katanya… katanya—” Mata Malihah basah.

Aku terhenyak. Perpisahan? “Perpisahan apa? Perpisahan apa? Katanya apa?” aku berseru cemas.

“Katanya…” Malihah mulai menangis. “Katanya, dia menitipkan salam untukmu lewatku. Perpisahan, entahlah. Katanya, dia sangat berterimakasih kepadamu, Lily. Dia… aku menemuinya disuatu tempat. Berbagai macam bunga. Sungai indah. Dan… sulit dijelaskan. Dia mengatakan semacam kata Perpisahan—”

“Perpisahan apa??!” aku mulai gemas dengan Malihah.

Malihah menggeleng. Tak sanggup berbicara. “Pokoknya… kamu segera kesana!”

Aku menelan ludah. Menatap wajah Malihah yang seakan berseru tegas, segera pergi!

Aku mengangguk patah-patah. “Permisi.” Bergegas berlari menuju kamar Hawa.

“Lily…” Hawa, sahabatku yang paling Jail itu menatapku. Matanya terlihat sendu. Dihidungnya, terdapat alat bantu Pernapasan. Lengannya dibebat. Kepalanya juga.

“Ada apa?”

Hawa menatapku. Lembut. Biibirnya yang berada didalam CPAP terlihat menyunggingkan senyum. “Thank you.” Pelan katanya. Hawa terlihat lebih parah dibandingkan Kylie.

Thank you? Ah, kata Malihah benar!

“Terima kasih, untuk apa?” tanyaku cemas.

Hawa menggeleng. “Terima kasih telah menjadi… Sahabatku.” Hawa berkata pelan. Helaan napas hangatnya membuat alat pernapasannya berembun. Tangan hangatnya meremas jariku. “Terima kasih, berkatmu, aku bisa kesana…” ucapan Hawa pelan sekali.

“Wa…” aku menggenggan jemarinya. Berseru serak.

Mata Hawa semakin meredup. Genggaman tangannya kian melemah.

“Hawa!” aku bersewru panik. Menepuk pipi Hawa.

“Bangun, Wa. Bangun.”

Mata Hawa semakin meredup. Hampir tertutup. Sebelum benar-benar tertutup, bibirnya berbicara, “Selamat Tinggal. Aku sungguh mencintai kalian. Orang tuaku, berikan salamku pada mereka.” Dan, sekejap! Mata hawa tertutup.

“HAWAAA!” aku berteriak histeris. Memeluk tubuh Kaku Hawa.

“Hawa… Bangun! Bangun! Hawa…” aku memukul pipi Hawa. Menggenggam jemarinya. Mengecek detak jantungnya. Dada, Telinga, tidak ada. Nadi, tidak ada pula. “Hawa….” Aku berseru semakin Histeris. Mirip orang tak waras.

Aku menjerit panik. Memeluk tubuh dingin nya. Meremas jariku.

Dan saat mendengar jeritanku, Miss Pirang langsung berlari menuju Ruangan tempat Hawa dirawat. Diikuti Langkah Panjang-panjang Para Dokter.

Persis Ketika Pintu dibuka. Mataku sudah berkunang-kunang. Terjatuh.

Pingsan.

...

Assalamu'alaikum, men temen!!

Alhamdulillah... sungguh Alhamdulillah, karena cerita Lily ini sudah Genap masuk pada BAB 10. Terimakasih atau support Teman-teman, ya. Kalau menurut kalian bagus, silahkan share Tulisan ini ke teman-teman kalian.

Ahya, di Bab ini, aku belum tau bagaimana cara biar ceritanya begitu menghayati. biar sampai benar-benar Menangis. Seperti... Cerita Si Anak Pintar. Kalian tau, bukan? Atau, Rumah Tanpa Jendela, Hujan, Para Pencari Syahid (Salah satu temanku, yang baca buku itu, nangis nya benar-benar Minta ampun!!), Si Anak Pemberani, Ceros & Batozar, dan muasiihhhhhh buanyak lagi!

Rajin-rajin membaca, ya, men temen. Saranku, coba deh, kalian nonton Vlog Menulis Asma Nadia, disana ceritanya bagus. dan, baca juga ebook di Aplikasi KBM App (Gambar Apk nya berwarna hijau) yang judulnya, Menulislah, Menulislah sebelum Menulis itu dilarang (Tendi Murti) dan lain sebagainya.

Sekali lagi, semangat untuk Teman-teman Semua!!! Kalau ada yang mau kenalan, bisa hubungi aku lewat nomor : 0818502220. atau Email: [email protected]

Salam Manis,

Sunny Hinata

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ah... jadi sedihhhhh

15 Oct
Balas

kkkk

15 Oct

Tinggi Lily berapa?

14 Oct
Balas

maksudnya kak??

15 Oct

G jadi. Udah, lanjut aja, gih. Penasaran, Ganbatte!

15 Oct

okey. tp aku lagi sibuk nih. maksudku, writer's block!!!

15 Oct



search

New Post