Sulthan Mursyidan

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Senyuman Hangat

Senyuman Hangat

Pagi ini aku sudah ada didepan rumah seseorang, rumah bergaya minka, itu selalu menarik bagiku. Minka adalah nama yang umum bagi rumah tradisional jepang.

Tak lama aku memperhatikan halaman rumah indah itu. Pintu terbuka. Wajah tampan ala jepang muncul.

“ayo berangkat!”

Aku berkata kepada zao, sahabat baikku terlihat rapi mengenakan seragam. Zao mengangguk. Kami berangkat setelah Zao selesai memakai sepatunya.

Aku sering melakukan ini. Pergi ke rumah zao sebelum berangkat sekolah, aku bosan jalan sendiri. Dan saat sehabis sekolah aku pulang bersama Zao. Aku penasaran saja dengan rumah indah bergaya jepang yang ia tinggali, dia bilang rumahnya biasa biasa saja, tapi bagiku itu rumah yang keren.

Aku tahu beberapa hal tentang jepang darinya, mungkin aku bisa pergi kesana nanti. terkadang Zao sengaja berbicara dengan bahasa jepang untuk mengejekku, pernah suatu saat dia memanggilku dengan sebutan Zein-San, waktu itu aku di undang ke acara keluarganya, aku tidak mengerti, aku manggut-manggut sambil mendekati Zao. Aku bertanya.

“ada apa?”

Dia malah tertawa sambil memegang perut, aku makin tidak mengerti. Setelah terhenti tertawa dia baru menjelaskan kalau san adalah panggilan untuk perempuan dalam bahasa jepang. Aku terdiam, tega sekali dia mempermalukanku di depan keluarganya. Mama Zao melotot padanya, Zao meminta maaf padaku.

Aku tak ambil hati kejadian itu, tapi aku tak suka membahasnya, namun tak bisa kulupakan.

Zao heran melihatku terdiam sejenak. Zao mengibaskan tangannya di depan mataku, memastikan. Aku tersadar, Zao memasang wajah bingung, seperti bilang, kenapa?, aku menjawab.

“tidak, aku hanya sedikit mengingat masa lalu.”

Zao memasang wajah, seperti bilang, ooh..baiklah, dia melanjutkan perjalanan. Aku mulai tertinggal jauh darinya, aku menyusul.

Sisa perjalanan di isi dengan nyanyianku, Zao menantangku menyanyikan lagu berbahasa jepang yang ia beritahu liriknya kemarin. Aku mulai bernyanyi, Zao tersenyum mendengar laguku, sedikit membenarkan laguku yang berantakan. Aku mulai bernyanyi lagi, Zao memasang wajah, pura pura antusias dengan laguku. Aku melotot ke arahnya menyadari dia hanya pura pura, lalu dia memasang wajah memelas berharap dimaafkan.

Setelah beberapa pengulangan dan pembetulan akhirnya aku berhasil menyanyikan lagu itu dengan mulus, tanpa ada kesalahan. Aku tertawa jemawa sambil berkacak pinggang. Zao memasang wajah kecewa, seperti bilang, yaah berhasil. saat aku bernyanyi dia memasang wajah berharap aku gagal menyanyikan lagunya. Aku melotot padanya sambil mendengus, Zao buru buru memasang wajah senang.

Seperti biasa, selama perjalanan Zao hanya memasang wajah, tak berbicara, merespon hanya dengan senyum. Bukan karena dia sombong…, dia bisa mengerti, dia bisa berbicara, tapi mungkin ia malu, suaranya terdengar aneh, terbata bata, seperti suara anak kecil. Entahlah, mungkin karena sejak kecil hidupnya hampa tanpa suara, dan baru baru ini dia menggunakan alat bantu dengar. Mungkin kosakatanya masih sedikit. Terlebih lagi karena dia dan keluarganya pindah dari satu negara ke negara lain, mungkin lidahnya sedikit kesulitan, dan membuatnya harus belajar bahasa baru.

Sedikit yang aku dengar dari percakapan ibuku dan ibunya Zao, itu menyedihkan sobat.

***

Kriiing!

Alhamdulillah…, Akhirnya bel istirahat berbunyi, aku lapar sekali, tadi pagi aku hanya menghabiskan sedikit sarapanku, terlalu penasaran dengan rumah Zao.Aku dan Zao sudah sampai sekolah sejak tadi, setelah dua pelajaran selesai bel istirahat berbunyi, aku menghabiskan bekal bersama Zao. Setelah menghabiskan bekal aku dan Zao pergi ke kantin membeli beberapa makanan untuk istirahat kedua , biasanya kami malas keluar kelas saat istirahat kedua.

Aku dan Zao menghabiskan sisa waktu istirahat dengan mengerjakan tugas, tapi bukan tugas rumah, untuk anak sepintar aku tidak mungkin telat mengerjakan tugas rumah. Ini tugas yang diberikan oleh bu Amel sebelum dia keluar kelas.Tugasnya membuat cerita tentang sahabat, aku menatap wajah Zao lamat lamat, mulai menulis cerita, ini hanya tugas kecil aku sudah kelas enam masih saja ada tugas seperti ini.Aku mulai terbawa dalam tulisan.

Kriiing!

Tak terasa bel masuk berbunyi tulisanku sudah siap, disusul Zao yang juga sudah selesai.Bu Amel masuk aku dan Zao mengumpulkan tulisan lebih dulu dari yang lain, bu Amel terpana, wajahnya terlihat kagum.

“bagus, silahkan kerjakan tugas berikutnya.”

Aku dan Zao melanjutkan tugas, mulai fokus mengerjakan tugas.

Kriiing!

Kembali tak kusadari bel istirahat berbunyi, semua murid melaksanakan shalat sebelum istirahat, aku tak sabar melihat rumah Zao saat pulang nanti.Tentu setelah satu pelajaran berikutnya, huuuh.

***

Aku sudah ada di jalan menuju rumah Zao, aku sungguh tidak sabar, tapi aku agak cemas dengan rintik hujan pertama turun, akhirnya aku dan Zao sampai di rumah bergaya minka, menarik, tapi aku segera cemas dengan hujan yang tiba- tiba deras membasahi bumi aku segera lekas lari tapi tanganku tertahan.Zao menawariku bermain di rumahnya sambil menunggu hujan reda, kesempatan emas bagiku, baiklah.

Tak pernah kusangka aku akan masuk kedalam rumah indah ini, desain rumah yang begitu indah, andai aku punya rumah seperti ini, Zao tersenyum melihatku planga plongo, sana sini.Dia tahu aku sudah lama memimpikan ini.Aku mengerjakan tugas rumah di kamar Zao sambil menunggu masakan yang disiapkan oleh ibu Zao.Tak lama, makanan siap, aku, Zao dan mama-nya berkumpul di meja makan. papa Zao sedang pergi bekerja, jadi kami makan hanya bertiga.Zao memberitahu nama beberapa makanan yang dihidangkan.Ada shushi, shashimi, aku tidak peduli, aku tidak sabar menikmatinya, aku mencoba makan dengan sumpit, Zao tertawa melihatku kesulitan menggunakan sumpit, Zao menyodorkan sendok padaku, Zao tertawa lagi melihatku dengan lahap memakan makanan jepang yang terhidang, aku terlanjur malu.

Hujan reda, aku bergegas pulang, pasti ibu menungguku di rumah setelah berterima kasih atas makanannya, hehe… aku pamit pada mama Zao. Zao tersenyum padaku. Senyuman hangat itu selalu untukku.

Aku berlari ke luar dari rumah Zao, takut ada hujan susulan, aku menengok ke belakang, melihat Zao di depan rumahnya, dia melambaikan tangan padaku, aku tersenyum.

“bye bye Zein-san.”

Seketika senyumku sirna, mengingat kejadian waktu itu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post