Omoideno-Sho
Omoideno-Sho
Pagi sekali lagi datang, aku sudah dijalan menuju rumah Zao, aku ingin berangkat sekolah dengannya, sekaligus ada yang ingin kutanyakan padanya
Rumahku dan rumah Zao tidak jauh, tapi tidak berdekatan, paling hanya lima menit dari rumahku ke rumah Zao.
Pagi yang indah, burung berkicau merdu, saling bersahutan dan membalas pesan, hujan semalam membuat mentari malu malu menampakkan sinarnya, bekas hujan meninggalkan banyak genangan air disana sini.
Sedang asyik aku melihat lihat indahnya pagi ini. Tiba-tiba ditengah jalan aku bertemu Zao, aku terkejut.
“kamu merasa…”
Belum selesai aku bertanya, Zao menyodorkan buku pe-erku, sepertinya memang terbawa olehnya, aku baru sadar saat aku ingin mengerjakan tugas rumah.
Setelah memberikan buku pe-erku Zao menulis sesuatu di omoideno-sho lalu membaliknya. Buku bercover pohon sakura itu.
Serasi dengan pohon sakura yang banyak berada di jepang, jadi namanya juga berbahasa jepang, Zao yang memberinya nama. Artinya “buku kenangan".
Keberadaan buku itu cukup membantu seminggu terakhir kami hanya menggunakannya untuk bercakap cakap, Zao hanya perlu menulis dan membalikkan buku jika ingin mengatakan sesuatu, itu lebih mudah baginya.
Dia bilang, kamu sudah mengerjakan pe-er?.
“sudah.”
Zao kembali menulis lalu membalik, dia bilang, bagaimana bisa? Sekaligus memasang wajah heran.
Bukunya memang tidak ada, aku pakai buku lain. Aku menyalin soal-nya, untung saja aku masih ingat. Akan diletakan dimana wajahku, kalau anak pintar seperti aku tidak mengerjakan tugas.
“tentu saja bisa, aku-kan anak pintar.”
Aku menjawab asal.
Zao melengos sambil mendengus, berjalan cepat meninggalkanku. Menyesal telah bertanya.
“Eeh… tunggu.”
“Aduh!”
Aku tersandung. Zao hanya melirik ke belakang. Tega sekali dia. Diam saja saat sahabatnya terjatuh.
Aku bangun berjalan cepat menyusul Zao.
“Tunggu Zao.”
Melompat saat mendekati Zao, tidak melihat genangan air. Air bermuncratan kemana mana, membuat ujung celana Zao basah.
Zao kaget. Dia melotot padaku, semakin kesal. Pergi dengan cepat menuju rumahnya.
Aku menyusul, merasa bersalah atas perbuatanku.
Sampai dirumah Zao. Aku disuruh menunggu di depan rumahnya. Rumah bagusnya tak ku perhatikan, rasa bersalahku mengalahkan rasa penasaranku pada rumahnya.
Zao masuk ke dalam. Sebelum masuk, dia memberikan omoideno-sho padaku. Berisi tulisan di dalamnya, lebih baik kau salin lagi pe-ermu.
Baik, aku menyalin tugasku ke buku pe-er ku. Sambil menunggu Zao yang entah sedang apa di dalam
Setelah beberapa lama menunggu akhirnya Zao keluar, ternyata dia mengganti celananya yang basah. Padahal cuma ujungnya.
Zao berjalan cepat meninggalkan ku. Aku kembali menyusul. Memegang pundak Zao dari belakang.
“Maafkan aku Zao.”
Zao membalik badan sambil melotot, sebelum membalik badan dia menulis sesuatu. Dia bilang, ayo cepat kita sudah terlambat sekolah!
Baik. kami melanjutkan perjalanan.
***
Selama perjalanan kekesalan Zao mereda, dia sudah tidak marah lagi, menguap bersama waktu.
Sekarang aku sudah berada di kelas. Tadi tugasku dikumpulkan bersamaan dengan yang lain, tugas matematika. Sekalian ulangan harian.
Sudah lama masuk jam istirahat. Aku dan Zao hanya duduk santai sambil menggambar di dalam omoideno-sho. Zao senyum-senyum sendiri saat menggambar, entah apa yang dia bayangkan, mungkin dia sedang senang. mungkin.
Kriiing!
Bel masuk berbunyi.
“Semua duduk di tempat!”
Selfi si ketua kelas memerintahkan, semua duduk di tempat. Tak lama setelah perintah dikumandangkan. Bu Amel masuk. Semua diam.
“assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh”
“wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh…”
Bu Amel membuka pembelajaran.
“masih semangat semua?”
“masih bu…”
“bagus.”
Suara bu Amel terdengar lantang.
“Jadi ibu akan mengambil nilai kalian dari ulangan harian seperti tadi, tiga orang dari kalian dengan nilai tertinggi akan ibu ikutkan lomba cerdas cermat antar sekolah, siap semua?”
Itu sekilas info yang menarik hari ini. Biasanya setiap lomba seperti ini aku dan Selfi selalu ikut.
Selfi juga termasuk anak yang pintar di kelas.
Seperti biasa, aku selalu nomor satu. Sementara Selfi di peringkat dua. Sedangkan, peringkat tiga biasanya berubah. Terkadang siti dan terkadang andre, kalau Zao… dia tidak pernah ada di tiga besar, baru satu semester dia di sekolah ini mungkin dia punya kejutan.
Aku akan memberitahu ibu tentang lomba ini.
Zao disampingku masih cengar cengir sambil menonton omoideno-sho, dasar aneh . Mungkin dia tidak akan ikut.Entahlah?.
“Baik kerjakan tugas, buku paket halaman lima belas, sampai dua puluh.Kerjakan dengan teliti.”
“Baik buu…”
***
Kriiing!
Bel pulang berbunyi, aku dan Zao sudah bersiap pulang, mungkin aku akan lelah, tugas rumah yang diberikan bu Amel hari ini terlalu banyak.
Aku dan Zao sudah di pinggir jalan, meski di pinggir jalan tapi sudah jauh dari sekolah ini penyebrangan terakhir. Aku hanya perlu menyebrang sampai depan jembatan, jembatan dengan aspal, bergagangkan besi, di cat warna-warni. Aku mulai menyeberang. Zao sibuk mengikat tali sepatunya. Aku memperhatikan jembatan warna-warni, aku lalai, tidak memperhatikan kanan kiri. Sebuah mobil melaju kencang ke arahku tanpa aku sadari.
“Zein!”
Zao meneriakkan namaku, aku menghadap ke belakang.
Aku didorong ke depan oleh Zao, tabrakan maut terhindarkan, aku mulai sadar apa yang sedang terjadi, omoideno-sho terpental, masuk ke dalam sungai.Sungainya tidak deras, tidak dalam, tapi kotor.
“aduuh..”
Aku meringis, sikuku terluka. Zao planga-plongo, mencari omoideno-sho. Aku menunjuk sungai, Zao mengerti, menghela napas pelan. Melepas tas, bangkit dari posisi duduk, bergerak ke arah sungai, hah?.., Aku bingung, mau apa Zao.Zao melompat .
“Zao!, kamu mau apa?”
Zao sedang mencari cari omoiden-sho, tak menghiraukanku. Apa yang dia pikirkan , mana mungkin dia menemukan omoideno-sho di sungai yang kotor, tak terlihat apapun didalamnya. Aku ikut melepas tas, lompat menghampiri Zao yang tubuhnya sudah basah kuyup, kotor, berlumpur.
“Sudah Zao, itu hanya buku.”
Zao berhenti mencari, menatapku.Tatapannya aneh, tak pernah dia menatapku seperti itu.Zao tak menghiraukan, kembali mencari.
“Auu!”
Tangan Zao terkena sesuatu, seketika air sungai yang kotor kecoklatan berubah kemerahan. Zao meringis. Lalu kembali mencari.
“kamu baik baik saja Zao?”
Zao tidak peduli, terus mencari buku ber-cover pohon sakura yang tak kunjung ditemukannya. Mengabaikan tangannya yang terluka.
“Sudah Zao, itu hanya buku biasa, lagi pula…”
“Tapi kamu yang membelikannya.”
Suara Zao terdengar kencang, lancar tanpa cacat.Air mata mengalir dari kedua matanya yang menatapku kecewa.
“Ka-mu yang menye-lamatkanku hari i-tu.”
“Kenanganku ten-tangmu tertulis didalam-nya.”
Kali ini Zao sedikit terbata bata, namun kata katanya tersusun rapih.Aku termenung, menatapnya heran.
“Buku itu spesial, karena kamu tokohnya.”
Aku kembali diam, kaget dengan kata katanya yang lancar dan tersusun rapih, menyebut hal seindah itu.Aku menatap Zao yang mengusap mata.
Aku mengerti sekarang kenapa dia sangat suka buku itu, selalu membawanya, selalu menjaganya, selalu tersenyum saat melihatnya, itu semua karena aku, akulah tokohnya.
“Maaf aku berkata begitu.”
Aku menyesal.Tertunduk dalam dalam.
Tiba-tiba sebuah benda tersangkut di kakiku, tak terlihat warna dan bentuknya, karena sungai yang kotor.Aku mengambil benda itu dari kakiku, aku terkejut saat mengetahui benda itu ternyata yang sedang dicari, aku senang, lantas menunjukkannya pada Zao.
Wajah Zao yang bersedih mendapat cahayanya kembali.Zao tersenyum.Senyumnya mencerahkan dunia.Zao memelukku erat erat.
Omoideno-sho kembali di tangan kami.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar