Sulthan Mursyidan

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Kecerdasan

Kecerdasan

“Ayo Zao, lomba segera di mulai.”

Aku memegang pundak Zao, lalu menggoyang tubuhnya. Zao menatapku kesal. Dia sedang kerepotan memakai sepatu. Aku nyengir.

Kemarin bu Amel memberitahu siapa saja yang akan ikut seleksi, untuk pemilihan kelas enam A, B, C, atau D yang akan ikut mewakili sekolah ke lomba tingkat berikutnya. Aku sangat bersemangat.

Diantara anak yang ikut mewakili kelas enam A adalah, aku dengan nilai tertinggi, lalu Selfi dengan nilai tertinggi kedua, kemudian yang sama sekali tidak kuduga, Zao terpilih dengan nilai tertinggi ketiga.

Sejak kemarin aku dan Zao belajar bersama di rumahku. Mempersiapkan untuk lomba antar kelas hari ini.

Zao bangkit setelah memakai sepatu.

“Ayo.”

Zao semakin lancar bicara. Aku menatapnya senang, Zao terlihat bersemangat hari ini.

Aku memperhatikan sejenak, alat bantu berwarna biru itu, terlihat baik baik saja hari ini. Setelah kejadian tiga hari yang lalu.

Saat jebakan si perisak berhasil mengenai target. Zao terus memegangi alat bantu berwarna biru yang baru dibelikan.

Aku mengantar Zao ke rumahnya. menyusuri jalan ke rumah Zao, Zao terus menangis.

“sudah Zao, jangan menangis terus,”

“sebentar lagi kita sampai.”

Rumah bergaya minka sudah terlihat di depan. Aku mengetuk pintu, mengucap salam. Mama Zao keluar. Menatap kami berdua, bingung.

“ada apa Zein.”

Aku menarik napas panjang. Menceritakan dengan sesingkat mungkin apa yang sebenarnya terjadi. Zao dibawa masuk.

“lebih baik kau pulang dulu Zein,”

“Zao akan baik-baik saja.”

Mama Zao berkata lembut. Aku mengangguk, segera pergi.

Setelah mangganti pakaian, aku lekas pergi lagi ke rumah Zao, tapi ibu menyuruhku makan.

Setelah makan, aku langsung pergi ke rumah Zao. Zao terlihat terdiam di depan rumahnya, menunggu sesuatu.

Aku menghampiri Zao. Ada yang aneh. Wajah Zao terlihat biasa saja.

“ayo ki-ta be-la-jar la-gi.”

Zao berkata sembari terbata-bata. Tersenyum padaku.

“kamu baik-baik saja?”

Aku memastikan. Semoga itu bukan hanya asal senyum, aku takut dia tak lagi dapat mendengarkan suaraku.

Zao mengangguk, kembali tersenyum. senyuman hangat itu yang kulihat. Berarti dia baik-baik saja.

“Semua peserta lomba, harap berkumpul di ruang kelas enam D.”

Panitia lomba memanggil peserta.

“Zein.”

Aku tersadar.

“kamu ke-na-pa?”

Aku gelagapan.

“eh… tidak ada apa-apa.”

Zao memasang wajah seperti bilang, ok, baiklah.

Aku dan Zao beranjak pergi dari kelas. Menuju kelas enam D. Sepasang mata iri menatap kami di tengah jalan, aku tidak peduli.

Di ruang lomba Selfi terlihat sudah duduk di meja yang disiapkan panitia, seperti bosan menunggu kami, lantas berdiri, kesal menatap kami yang baru datang. Melambaikan tangan menyuruh kami duduk. Aku dan Zao menghampiri.

“kalian kemana saja?”

Selfi marah marah.

“maaf.”

Zao hanya tersenyum.

“sebentar lagi lombanya dimulai tahu.”

Selfi memutar bola mata.

“lomba dimulai lima belas menit lagi.”

Panitia memberitahu waktu lomba di mulai.

Aku menatap Selfi bingung.

“katanya sebentar lagi.”

Zao hanya memutar bola mata, membalikkan keadaan. Tertawa kecil. Aku ikut tertawa. Selfi merasa direndahkan. Melotot padaku dan Zao, dia mendengus kesal.

Di ruang lomba sangat ramai. Anak kelas lain menonton. Bukan kabur saat jam pelajaran tapi guru mereka juga sibuk mengurus lomba-lomba yang lain. Untuk anak-anak yang tidak terpilih lomba, waktu istirahat sepuasnya bagi mereka.

Lima belas menit menunggu. Aku mulai bosan membalik buku. Lima menit saja cukup bagiku untuk mengingat pelajaran di dalam buku, semua seperti sudah di luar kepala.

***

Lomba sudah dimulai sejak tadi, bahkan lombanya sudah selesai.

Saat aku malas-malasan, lomba langsung di mulali. Aku bersemangat. Tak sabar menjawab semua pertanyaan.

Ada tiga sesi. Pertama sesi penyisihan, kami hanya harus menjawab sepuluh pertanyaan di kertas soal. Ini pasti mudah.

Semua terjawab, langsung dikumpulkan dengan kertas soal kelas enam yang lain. Tiga kelas dengan nilai tertinggi, langsung masuk babak final.

Setelah beberapa lama menunggu. Akhirnya kelas enam A, maju dengan nilai tertinggi, dan enam C harus tersingkir.

Kami bertiga ber-tosan, Zao tersenyum lebar, aku mengepalkan tinju ke udara,Kami semakin dekat dengan kemenangan, kami harus menang.

Babak final segera dimulai setelah istirahat sepuluh menit, cukup melegakan. Jantungku berdebar.

Dalam sesi kedua, setiap kelas memilih satu amplop berisi dua puluh pertanyaan. Ini mungkin akan lebih mendebarkan.

Aku mengambil amplop A, itu hasil diskusi. Semoga soalnya mudah.

Kami bertiga, sudah bersiap untuk segala soal apapun. Panitia sudah mulai membacakan pertanyaan.

Satu-dua pertanyaan terlontar, aku berdiskusi dengan Selfi, Zao hanya tinggal meng-iyakan, satu-dua lain terjawab. Aku menyesal, satu pertanyaan dengan jawaban salah. Semoga dari satu itu tak terjadi kekalahan.

Kelas lain memilih amplop. Panitia membacakan, peserta ,menjawab. Kelas B memang terbilang cukup pintar. Aku pernah sekelas dengan Zetta, anak kelas B. Saat kelas Dua, aku selalu kalah darinya. Aku mulai berubah saat kelas tiga. Aku selalu juara satu, tak terkalahkan, sampai sekarang.

Kelas enam B dengan Zetta di dalamnya, tak berhasil menjawab dua pertanyaan terakhir. Percaya diriku kembali.

Kelas D mengambil amplop. Mulai menjawab.

Untung poin kelas enam A, masih jadi yang tertinggi.

Bergulir, sesi ketiga. Babak rebutan. Ini selalu jadi yang paling menegangkan, adu cepat memencet tombol, adu cepat dalam berpikir untuk memecahkan jawaban.

Pertama, semua tombol di periksa, di cek, lancar atau tidak, kencang atau tidak. Semua peserta memencet tombol, memeriksa.

Aku melirik Zao di sebelahku. Dia meletakkan kepala di meja, terlihat bosan. Aku menyenggolnya. Zao menatapku sekilas. Kembali bengong tidak peduli. Sejak tadi dia hanya diam.

Sesi dimulai. Tentu sehabis istirahat sepuluh menit. Aku memilih istirahat di luar. Aku melihat Andre di kejauhan, mendekat ke arahku.

“air..air..”

Dia menghampiriku dengan baju yang basah kuyup oleh keringat, napasnya tersengal. Sepertinya dia menang lomba marathon. Aku tertawa kecil. Mengingat kejadian itu. Memberikan segelas air yang disiapkan panitia.

“kamu menang?”

Aku bertanya.

“ah..?, iya.”

Andre menjawab setelah meneguk air. Dia memang ikut seleksi lomba marathon. Sepertinya dia akan terpilih untuk mewakili sekolah.

Tiba-tiba Siti datang dari ruang lomba menyanyi, wajahnya sumringah.

“hai.”

Siti basabasi, menunggu reaksi. Aku dan Andre saling tatap. Sepakat hanya diam.

“iiih…, kok kalian diam saja. Tanya sesuatu dong.”

Aku dan Andre tertawa pelan.

“memangnya Tanya apa?”

Andre berkata santai.

Siti kesal dengan reaksi Andre, mendengus, melengos meninggalkan aku dan Andre. Baru saja Andre ingin meneguk air.

“Aduuh..”

Siti tersandung, meringis. Andre tersedak, tak kuasa menahan tawa. Air bermuncratan dari mulutnya. Siti menyadari sedang di tertawakan. Melotot pada Andre kembali melengos.

Sudah sepuluh menit, aku kembali ke ruang lomba.

Selfi dan Zao menunggu. Sesi akan segera dimulai.

Aku memencet tombol pertama, kedua , ketiga. Dua-tiga pertanyaan terjawab. Ini soalan mudah.

Terkadang aku terlambat memencet tombol. Kami kembali berdiskusi. Menyusun rencana.

Tinggal satu pertanyaan terakhir. Gawat poin tim A sama dengan Tim B. aku tegang, arena semakin memanas.

“pertanyaan terakhir, hubungan antara dua bangsa disebut?”

Hening. Sepertinya bukan hanya aku yang merasa materi itu terselip. Aku bingung. Panik, tak tahu jawabannya. Mulai berpikir keras.

Zao mengangkat kepala dari meja. Bola matanya membesar. Sepertinya dia tahu jawabannya.

Benar saja Zao bersemangat memencet tombol.

“bilateral.”

Zao menjawab lantang.

“benar, pemenangnya tim A.”

Kelas A bersorak atas kemenangan.

Aku menatap Zao bangga. Sepertinya aku harus lebih teliti lain kali.

Aku memberi jempol. Merangkul pundak Zao. Beberapa orang cerdas dengan caranya sendiri.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post