Motivator Terbaik Adalah Ibu
Ibu tidak pernah letih bicara agar saya memahami kehidupan. Menuntun secara terarah, mengantarkan saya pada satu kesadaran, bahwa hidup mengenai para pemenang. Pemenang tidak ragu untuk berusaha.
Saat saya mengalami kegagalan, dia merangkul dan membuat saya bangkit. Menyikapi kehilangan dan memaknai kesabaran menurutnya sangat penting. Menyakitkan ketika teringat masa lalu, apalagi bila berhubungan dengan kegagalan. Tapi ibu tidak pernah mempermasalahkan kegagalan, asalkan saya tidak berhanti berusaha. Tuturnya menancap dalam pikiran dan hati. Caranya menegur tidak pernah menyakiti. Malah saya menyadari, bahwa kesalahan akan selalu menuntut pertanggungjawaban.
Kesederhanaanya mengajarkan saya arti apa adanya. Rasanya senang melihatnya tersenyum, mengantarkan saya pada satu candu. Saya ingin membuatnya bahagia. Meski saya tahu, kebahagiannya adalah melihat saya aman.
Saat masih kecil, ibu menggendong saya untuk berobat. Jarak pengobatan dari rumah sangat jauh. Dalam perjalan kami sesekali mampir ke warung untuk istirahat. Berat badan saya tidak ringan, tapi ibu selalu tersenyum. Bagaimana saya tega membuatnya terluka? Di saat rasa sayangnya saja melebihi Samudra.
Ada satu lagi kenangan, pagi itu ibu bergegas kerumah penjual ayam. Ibu membawa satu ekor ayam untuk dijual, agar saya dan kakak saya mendapat uang jajan. Ibu mengelap keringat, napasnya masih terengah. Saya ingat betul bagaimana ibu tersenyum sambil memberikan uang jajan dan wejangan kepada kami agar semangat dalam belajar. Begitupun ketika sepatu saya rusak, ibu menjual ayam lalu ke pasar membeli sepatu supaya kaki saya terlindungi.
Sekedar mengetahui perihal sesuatu itu tidak ternilai harganya, itu pesan ibu setelah saya mengadukan ketika dunia tidak berpihak pada saya. Ibu memberi saya satu kesadaran, bahwa gagal bukanlah aib. Belajar dari kegagalan dan memperbaiki kesalahan tidak bisa dibeli oleh apa pun.
Mencoba dan terus mencoba, melangkah sejauh yang saya mau. Ketika berada dalam proses belajar, kesabaran harus diutaman. Saya harus berharap menjadi bagian penting di dunia ini dan sabar dalam proses, pesan ibu kepada saya kala jiwa ingin menyerah. Mengadu kepadanya adalah candu, kosa katanya melimpah nan indah. Tidak pernah ragu saya bercerita padanya.
Lidah ini kaku setiap ingin mengungkapkan rasa sayang. Hati masih menyimpan gengsi. Meskipun dalam benak terangkai ribuan kata mutiara, namun semua hilang saat berhdapan dengannya. Akhirnya saya memilih membuktikan penghormatan, kasih sayang, serta kepedulian saya dengan cara membantu pekerjaannya, membuatnya tersenyum, dan membanggakannya.
Saya tahu bu tidak akan membaca tulisan ini. Hanya dengan inilah saya nyaman mengungkapkan betapa beharganya dia di mata saya. Seringkali hati tersayat bila mengingat keras usahanya menjaga keutuhan keluarga. Ucapannya ialah obat dari segala luka lara. Ibu tidak peduli deritanya dan mengesampingkan lalahnya atas dasar cinta.
BIODATA PENULIS
Sinta Oktaviani. Gadis kelahiran Jepara, 15 Juni 2003, kini menuntut ilmu di SMAN 2 Banjar. Mendengarkan musik, membaca sambil berjalan, memandang langit, dan mengamati orang-orang di keramaian adalah kesukaannya.
Gadis penikmat keju ini dapat dihubungi melalui beberapa media sosial. Di antaranya melalui email: [email protected] dan whatsapp: 082320670755
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar