Impian yang Sirna

Oleh: Shofiyah Syifa Mujahidah

Ani namanya. Dia seorang gadis yang bercita-cita menjadi penulis. Dari kecil, ia suka menulis diary dan membaca buku. Dari situlah mimpinya tumbuh, membayangkan suatu hari karyanya akan dikenal banyak orang. Dulu, ide-ide menulis selalu mengalir tanpa henti, bahkan sering kali ia kewalahan menampungnya. Ia berhasil menerbitkan beberapa antologi dan sebuah komik, yang menjadi semangat tambahan untuk terus mengejar impiannya. Namun, sejak masuk sekolah tingkat atas, Ani sibuk dengan tugas dan ujian. Tak ada lagi waktu untuk menulis. Sesekali, ia berpikir, alangkah indahnya jika bisa kembali ke masa kecil ketika menulis menjadi pelarian yang menyenangkan.

Kini, Ani sudah lulus. Ia memutuskan menunda kuliah, berharap bisa menebus waktu yang hilang untuk menulis lagi. "Ini saatnya! Aku akan produktif menulis!" serunya penuh semangat. Dengan laptop ungu di depannya, Ani siap memulai kembali. Tapi, begitu ia menatap layar kosong, sesuatu yang aneh terjadi. Ide-ide yang dulu mengalir deras tiba-tiba hilang. Jari-jarinya membeku di atas keyboard, dan pikiran yang sebelumnya penuh tiba-tiba sunyi. Malam demi malam ia menunggu inspirasi datang, tapi tak satu kata pun berhasil ia tuliskan. "Apa yang terjadi denganku?" bisiknya pada diri sendiri.

Rasa sedih dan bingung mulai menguasainya. Ani merasa seperti terperangkap dalam pikirannya sendiri, tak mampu menumpahkan ide-ide yang selama ini mendesak keluar. Ia rindu menulis, rindu melepaskan imajinasi dan menuangkannya dalam kata-kata, namun semakin keras ia berusaha, semakin jauh jarak antara pikirannya dan tulisan. Depresi perlahan menghampiri, karena impian yang pernah tampak begitu dekat, kini terasa semakin sulit diga

pai.