Tatapan Tajam Itu?
Yiyik adalah anak pertama dari dua bersaudara. Ia dikenal pendiam, namun memiliki ketegasan dan rasa tanggung jawab yang kuat. Sejak kecil, ia bersekolah di lembaga pendidikan yang menanamkan nilai-nilai budi pekerti. Sifatnya yang tenang, tidak banyak bicara, namun teguh dalam prinsip membuatnya berbeda dari anak-anak lain seusianya. Saat kelas 6 SD, Yiyik memiliki cita-cita besar: ingin melanjutkan pendidikan di pondok pesantren unggulan di kotanya.
Namun, keadaan ekonomi keluarganya menjadi penghalang. Ayah dan Bundanya dengan penuh pertimbangan menyarankan agar Yiyik melanjutkan ke MTs unggulan yang lebih terjangkau dan dekat dengan rumah. Meski awalnya berat, Yiyik menerima keputusan itu dengan lapang dada. Hari-hari baru pun dimulai. Di MTs, Yiyik harus beradaptasi dengan lingkungan dan teman-teman baru. Ia bukan tipe yang cepat akrab, namun perlahan-lahan ia mulai dikenal karena ketekunannya belajar dan keberaniannya untuk bertanya, bahkan di saat teman-temannya sudah ingin segera pulang. Namun tidak semua berjalan mulus.
Di kelasnya, ada satu murid yang selalu menatap Yiyik dengan sinis setiap kali ia mengangkat tangan untuk bertanya. Tatapan itu bukan hanya tajam, tapi seolah penuh ketidaksukaan. Awalnya Yiyik bingung, namun ia memilih untuk tetap fokus. “Aku datang untuk belajar, bukan untuk menyenangkan semua orang,” batinnya. Murid itu sering kali tidak mengerjakan tugas, bahkan sibuk sendiri saat guru menjelaskan. Ia juga kerap mengeluh dan menawar saat diberi tugas. Sementara Yiyik, tetap menjalankan tanggung jawabnya tanpa banyak bicara.
Suatu hari, saat pelajaran hampir selesai, Yiyik kembali mengangkat tangan untuk bertanya. Dan seperti biasa, tatapan itu kembali muncul—lebih tajam dari biasanya. Namun Yiyik tetap bertanya. Saat istirahat, kelas tiba-tiba sepi, hanya menyisakan Yiyik dan murid yang tak menyukainya itu. Tiba-tiba, murid itu mendekat dan langsung melabrak Yiyik dengan suara tinggi. Ia memarahi Yiyik karena merasa Yiyik sok pintar dan menghambat waktu pulang. Kebetulan, guru BK yang lewat mendengar suara keributan dan masuk ke kelas. Sayangnya, saat ditanya, murid itu berhasil mengelak dengan manisnya. Yiyik hanya diam, tidak membela diri. Namun guru BK merasa ada sesuatu yang janggal. Keesokan harinya, Yiyik dipanggil ke ruang BK.
Di sana, ia menceritakan semuanya—tanpa emosi, tanpa menyudutkan siapa pun. Hanya kejujuran dan ketulusan yang ia sampaikan. Guru BK tersentuh dan mulai memperhatikan dinamika kelas dengan lebih cermat. Beberapa waktu kemudian, kebenaran pun mulai terlihat. Guru-guru mulai menyadari bahwa Yiyik bukanlah penyebab masalah, melainkan korban dari iri hati dan ketidaksukaan tanpa alasan. Murid yang sering memusuhinya pun akhirnya diberi pembinaan khusus.
Sementara itu, semangat dan keteguhan hati Yiyik membuat banyak teman mulai menghargainya. Ia dipercaya menjadi ketua kelompok belajar, dan perlahan mulai dihormati sebagai panutan di kelas. Meskipun ia tak pernah mencari perhatian, justru sikapnya yang tenang dan tegas itu memberi inspirasi bagi banyak orang.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar