BAB 1 Chap 1
"Sekarang rapikan buku kalian, dan duduk yang rapi!" seru wali kelas 6A yang bernama Jamilah atau biasa dipanggil ; Bu Mila.
Lifah yang sedang duduk di lantai bersama teman-temannya pun menoleh. Gadis itu berdecak samar sambil berdiri, lalu kembali ke tempatnya dengan bibir yang maju.
Lifah bukannya tak suka waktu pulang. Hanya saja hari ini adalah hari Kamis, dan itu adalah jadwalnya untuk les. Dia belum punya alasan untuk bolos. Ia suka les, hanya saja kadang sekolah terasa begitu melelahkan, membuatnya menjadi malas
"Bu, pulangnya lamain aja ya?" pinta Lifah pada sang wali kelas.
Bu Mila menoleh dengan alis yang terangkat. "Loh kenapa? Kamu ga mau pulang?" tanyanya.
Lifah menggeleng dengan wajah lesu. "Bukan Bu, hari ini saya les," ujarnya.
Dengan raut bingung Bu Mila bertanya. "Lalu?"
"Saya ga mau les Bu. Pulangnya lamain aja ya? Biar saya ada alasan ga masuk," ucap Lifah sambil menaruk kepalanya di atas meja. Mejanya berada tepat di depan meja sang wali kelas.
Bu Mila menggeleng. "Kalo kamu mau di sini si ya sudah, tapi kalo Ibu mah mau pulang," ujarnya sambil terkekeh.
Lifah hanya menaruh kepalanya di atas meja sambil memperhatikan sang guru yang menunggu murid-muridnya selesai berkemas.
"Yang piket hari ini jangan lupa kelasnya dikunci ya," ucap Bu Mila yang diangguki para murid.
"Ketua kelas, pimpin doa!" lanjut Bu Mila.
Aflah selaku ketua kelas langsung berdiri. "Istaidzna bissalami qiyaaman!" serunya.
Teman-teman sekelasnya berdiri, termasuk Lifah dengan wajah yang ditekuk. Mata Aflah menyusuri seisi kelas ; mengecek apakah teman-temannya sudah berdiri semua. Setelah dirasa cukup, Aflah melanjutkan. "Salaman!" serunya dengan suara khasnya yang nyeleneh.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh!" ujar Lifah dan teman-teman sekelasnya.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarokatuh," balas Bu Mila.
"Juluusan!" seru Aflah setelah mendapat anggukan dari Bu Mila.
Seperti perintah sang ketua kelas, semua murid kembali duduk di tempatnya masing-masing.
"Berdoa dimulai!" suara Aflah kembali terdengar.
Semua murid berdoa, dimulai dengan bismillah hingga akhiri dengan doa tafaratul majlis.
Bu Mila berjalan mendahului ke pintu di belakang kelas. Sementara itu, para murid mulai berdiri dan mengangkat kursi mereka ke atas meja.
Lifah kembali menaruh kepalanya di atas meja sambil memperhatikan teman-temannya yang sudah bersiap pulang.
"Lip, awas kepalanya!" seru Fakhri dengan suara cempreng. Pemuda yang tak lain adalah teman semeja Lifah itu sudah mengangkat kursinya.
Lifah tak menjawab, ia hanya mengangkat kepalanya membiarkan Fakhri menaruh kursinya di atas meja.
"Lipah, ayo pulang! Lipah mau nginep?" ujar Nabylla sambil menghampiri Lifah yang masih duduk di atas kursinya.
Lifah menoleh sambil menggeleng. "Engga dong! Ayo pulang!" ujarnya.
Lifah berdiri setelah Fakhri pergi, ia memakai tas merah mudanya lalu mengangkat kursi yang ia pakai di kelas ke atas meja.
"Ayo!" ajak Lifah sambil menggandeng Nabylla keluar kelas.
"Ayo-ayo cepet! Pintunya mau di tutup," ucap Bu Mila yang masih berada di dekat pintu dengan tangan kanan yang disalimi bergantian oleh sang murid.
"Bylla pulang sama siapa?" tanya Lifah sambil berjongkok ; mengambil sepatunya yang ditaruh di rak paling bawah.
"Sama Bebby," balas Nabylla. Gadis bertas abu-abu itu berjalan ke arah Bu Mila terlebih dulu.
Setelah berhasil mengambil sepatunya dengan susah payah ; karena harus berdorongan, Lifah berjalan ke arah Bu Mila. Gadis bertas pink itu mengantri di belakang seorang pemuda bertas hitam yang bernama Ghani.
"Ghan, cepetan elah! Salim aja lama banget kaya sungkeman mau nikah!" protes Iqbal yang berada di belakang Lifah. Tentu saja pemuda gempal itu protes karena Ghani tak kunjung menyudahi acara salimnya.
"Iya ih cepetan!" sahut Lifah yang setuju dengan Iqbal.
"Sabar dong!" ucap Ghani yang akhirnya menyudahi acara mencium tangan gurunya itu.
Lifah berjalan maju, namun Ghani tak kunjung melepaskan tangan Bu Mila. Pemuda itu malah berpura-pura berbincang dengan sang wali kelas.
"Lipaah! Ayo cepetan!" panggil Nabylla yang sudah ada di luar kelas.
"Bentar!" balas Lifah dengan berteriak.
"Misi ih Ghan!" ucap Lifah yang kesal.
Lifah dengan cepat mengambil tangan Bu Mila lalu melepaskan paksa tangan Ghani. Setelahnya gadis itu langsung mencium tangan Bu Mila dan keluar kelas sambil membawa sepatunya di tangan kiri.
Lifah menjatuhkan sepatunya di tanah depan kelas bagian kiri.
Murid-murid kelas tetangga juga sudah mulai keluar, dapat dilihat antrian di pintu masuk mereka. Sama seperti anak kelas 6A, anak kelas 6B juga menenteng sepatunya di tangan kiri saat keluar.
"Paree!" teriak Lifah memanggil temannya yang sebenarnya bernama Reyva. Katanya sih, panggilan kesayangan.
Reyva menoleh lalu mendengus. "Aku tuh Reyva bukan Pare!" ucapnya.
Lifah duduk di lantai depan kelas sambil memakai sepatunya. Tak butuh waktu lama karena sepatunya memang langsung pakai. Lifah langsung berdiri.
"Ayo!" ajak Lifah sambil menggandeng tangan Nabylla. Namun, saat berada di depan kelas Reyva, Lifah berhenti. Gadis yang sedikit lebih pendek dari Nabylla itu menepuk keningnya.
"Kenapa?" tanya Nabylla dengan kening yang mengernyit.
"Aku 'kan harus nunggu Anis," dengus Lifah kembali cemberut. "Beb! Anis mana?" tanya gadis itu pada Bebby, anak kelas 6B yang merupakan teman sekelas Anisa ; tetangga yang selalu pulang-pergi bersama.
"Di dalam, lagi piket dia," ujar Bebby yang baru keluar dengan membawa sepatu juga tas tenteng di tangannya.
Lifah mendudukkan diri di lantai depan kelas Anisa ; menunggu tetangganya itu selesai melakukan piket.
"Yaudah Lip, aku duluan ya! Dadah!" pamit Nabylla yang kemudian berjalan ke arah depan sekolah bersama Bebby dan yang lainnya.
Lifah hanya mengangguk malas. Namun, di satu sisi ia tersenyum kecil karena dengan pulang telat ia bisa membolos les. Licik bukan?
Lifah menggerakkan kakinya ke sana ke mari saat lorong kelasnya mulai sepi karena teman-temannya mulai beranjak pulang. Hanya ada suara-suara Anis dan teman-teman satu kelompok piketnya dari dalam kelas.
Lifah hanya melamun sambil melirik sekitar, ia juga bernyanyi tak jelas. Saat sedang asik melamunkan makanan yang pernah dilihatnya di Instagram, Lifah dikagetkan oleh suara klakson.
"Tiiin!"
Lifah menoleh, didapatinya Teh Yuli ; tetangganya yang selalu menjemputnya. Tumben sekali Teh Yuli ini, biasanya selalu menjemput saat sekolah sudah sangat sepi.
"Dek, ayo pulang! Si Anis mana?" tanya Ibu-ibu beranak dua itu.
"Di dalem, lagi piket," jawab Lifah seadanya. Ia kembali memandang rerumputan di depannya.
"Aniiis! Aniis! Balik Niis!" panggil Téh Yuli dari atas motor.
Tak lama, Anis, Balqis, dan Radhif keluar dari kelas mereka. Radhif masih memegang sapu, sementara Balqis dan Anis sudah terlihat siap untuk pulang.
"Dip, ntar kelasnya kunci ya!" suruh Anis dengan suara cemprengnya pada sang teman satu kelompok ; Radhif si pemuda bertubuh mini dengan kulit putih.
Radhif menoleh dengan tatapan terkejut sekaligus bingung. Namun bagi Lifah, tatapan itu malah terasa lucu karena Radhif jadi terlihat seperti anak kecil yang akan ditinggal Ibunya belanja.
"Dih kok gitu?!" protes Radhif.
Berbeda dengan Anis dan Radhif, Balqis dengan tenang menyapu bagian depan kelasnya. Setelah selesai, ia menaruh kembali sapu di belakang pintu.
"Berisik, udah ayo pulang!" saru Balqis setelah menaruh sapunya. Ia memakai sepatunya dengan berjongkok. Setelah selesai, ia kembali berdiri dan menepuk roknya yang terkena debu.
Anis yang tak memegang alat apapun langsung memakai sepatunya. Namun, karena sepatunya bertali, ia harus duduk dan mengikat tali-tali berwarna putih itu terlebih dulu. Sementara itu, Radhif mengembalikan sapunya ke dalam kelas dan mengunci pintu kelas bercat hijau itu.
"Dah! Duluan, Dip!" Anis bangkit, ia menepuk roknya dan menenteng paperbag berlogo handphone.
Teh Yuli memutar motornya mengarah ke arah gerbang depan sekolah.
Lifah berdiri, ia meregangkan tubuhnya ke kanan dan kiri sebelum berjalan dan naik ke atas motor.
Anis, seperti biasa naik terlebih dulu, lalu disusul Lifah yang duduk di bagian paling belakang. Untung saja mereka tak jatuh. Gadis yang duduk paling belakang itu memegang pinggir jok motor. Sementara Anis hanya diam karena ia berada di tengah.
"Hati-hati Dip!" ucap Teh Yuli sebelum menjalankan motornya.
Radhif yang sedang memakai sepatu hanya mengangguk. Pemuda bertubuh mungil itu fokus mengikat tali sepatunya. Dia bahkan tak perduli pada fakta bahwa ia tinggal sendiri di lorong kelas 5 dan 6.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar