BAB 1: AWAL MULA DI ACEH
Nama gue Alma, gue anak tengah dari 3 bersaudara, umur gue 16 tahun, saat ini gua duduk di bangku SMA kelas 10, gua punya banyak teman dan hidup gua bahagia.
Ditengah kebahagiaan, gue juga merasa sedih, gelisah, takut, itu semua bercampur aduk di pikiran gue. Kenapa? Ya ayah gue mengidap penyakit kanker paru-paru.
Awalnya bermula penyakit itu dikarenakan ayah gue sering ngerokok dan ditambah lagi dia sehari-hari bekerja sebagai kuli bangunan, dan semua debu berhembusan dihirup nya tiap hari.
Dulu sih nggak ada yang tau kalo ayah sakit, dia hanya batuk, tapi batuknya itu nggak sembuh sembuh, akhirnya kata mama coba dulu yah berobat ke dokter, ayah pun ke dokter , akhirnya dokter memutuskan bahwa di dalam paru paru nya ayah terdapat cairan yang harus segera di keluarkan, dan kata dokter harus segera di operasi tapi alatnya nggak ada di RS sakit itu. Dokter menyarankan ayah segera dibawa ke RS Zainal Abidin tepatnya di Banda Aceh.
Selama kurang lebih 20 hari ayah dan mama disana.
Sungguh gue kaget pas dibawa pulang ayah tidak seperti wujud nya yang asli , dia sudah kurus banget, dan selang bekas operasi masih ada di dalam paru-paru nya, sungguh gue nangis histeris.
Gue deketin ke kepala nya ayah, gue bisik "yah, ayah bertahan ya, pokoknya ayah harus liat aku sukses, ayah enggak boleh pergi dulu sebelum aku sukses," ayah pun senyum sambil berkata "ayah baik-baik saja kok nak, ayah akan selalu bersama kalian, tenang saja," dia menutup semua rasa sakitnya saat bersama anak-anaknya, padahal gue tahu banget dia kesakitan.
Dari sudut dapur ibu datang membawa semangkok bubur dan segelas air putih sarapan pagi untuk ayah.
Gue lihat, gue perhatiin, ternyata habis ayah minum, air yang dia minum keluar lagi lewat bekas operasi nya. Ya Tuhan, gua nyesal semua yang udah gue lakuin selama ini.Gue nyesel udah menyianyiakan nya, gue nyesel sama semua ketidakpedulian gue selama ini.
Melihat kondisi ayah yang sekarang gue ga yakin bahwa dia akan bertahan, tapi semoga saja keajaiban datang.
Selama 6 bulan ayah melawan rasa sakitnya, akhirnya kehendak sang pencipta memanggilnya, ya gue tau Tuhan lebih sayang sama ayah gue.
Tapi gue rasa semuanya belum siap, gue harus kehilangan sosok yang sangat berarti dalam hidup gue, serasa semuanya mimpi, gue berharap semua ini cuma mimpi, tapi apa boleh buat semua ini takdir, mungkin dengan ayah disana ayah udah ga ngerasa sakit lagi, ayah udah tenang.
Hari ke hari berlalu, hari berganti bulan, gue ngelewatin semua ini, rasanya berat, gua ga sanggup
Sudah menghitung tahun ayah pergi gue pun semakin dewasa dan menua, maksudnya bukan benar-benar tua. Namun di umur gue yang sekarang sudah nggak sepantasnya lagi buat merengek soal kepergian ayah, gue sudah harus ikhlas, Tuhan tau mana yang terbaik buat ayah, mungkin ayah sudah bahagia.
Malam ini, disaat hujan turun banyak cerita yang muncul, banyak perasaan yang patah, banyak lika-liku kehidupan yang bermunculan kembali.
Begitulah dengan gue, nasib yang tak seharusnya jadi beban hidup, kini dimalam ini gua renungi semua kehidupan yang sudah gue jalani.
Kadang gue juga berpikir, untuk apa gue bersedih? Bukankah hari-hari sebelumnya telah gue lewati? Bukankah gue cukup kuat menghadapi itu semua?
Tapi gue juga ingin seperti yang lain, merasakan bahagianya memiliki keluarga yang utuh.
Beda, sungguh semuanya berbeda.
***
Paginya, seperti biasa gue keluar dari kamar menuju meja makan untuk sarapan bersama sebelum berangkat sekolah, disana sudah ada kakak dan adik gue, sedangkan mama lagi nyiapin makanan di dapur.
Tiba-tiba kakak gue ngomong, "Al, tuh mama katanya mau pindah ke Jakarta" , "ah bohong lo ngapain mama jauh-jauh kesana, kaya nggak ada kerjaan aja," jawab gua.
Lalu mama datang menuju meja makan dan duduk bersama-sama.
"Mah, kata kakak kita mau pindah? Bohong kan ma?" , Tanya gua
"Iya, ada kerjaan yang mama harus selesain disana, untuk sementara waktu kita pindah kesana dulu ya, nanti mama ke sekolah kamu buat ngurus surat pindah," Jawab mama.
"Tapi mah, rumah ini cukup banyak tersimpan kenangan terindah waktu bersama ayah ma, Alma nggak mau ninggalin tempat ini" jawab gue sambil menahan tangis.
Mama terdiam tanpa berkata apa-apa lagi, gue dan kakak langsung berangkat ke sekolah, sedangkan adik seperti biasanya berangkat bareng mama.
Sesampainya di sekolah gue unmood, diajak bicara sama temen gue nggak gue jawab, gue terpukul banget pas mama bilang mau pindah, gue ga bisa nerima semua ini.
Dikelas gue lanjut belajar seperti biasanya.
Istirahat pun tiba, sahabat gue Lusy nyamperin gue , "Al, lo tuh kenapa sih dari tadi kaya nggak ada semangat hidup, kalo ada apa-apa sini cerita sama gua, jangan lu pendam sendiri kaya gitu, nggak mungkin kan Lo putus cinta, Lo aja ga demen sama cowok? Haha, Lu itu kenapa? Cerita sama gua, please" Tanya Lusy.
Tiba-tiba temen gue yang lain lari menuju tempat gua duduk,
"Al, gue liat mama lu tadi bicara sama wali kelas seperti nya bicara serius deh"
Lusy langsung menatap wajah gua "sebenarnya apa sih yang terjadi?" Tanya Lusy.
"Mama gue ada tugas kerja di Jakarta, dan keluarga gue mau pindah kesana" , jawab gua
"Bagus dong , jadi lu bisa merasakan hidup di kota, pasti seru nggak kayak di kampung" ujar Almira.
"Gila lo ya, makam ayah gue disini, rumah yang gue duduki sekarang itu peninggalan ayah gue, banyak cerita bersama dengan ayah gue dulu disitu, gue ga segampang itu ngelupain itu semua" , tegas gua.
"Al, nih misalkan ya , lo jadi pindah ke Jakarta, lo ga bakal ngelupain gue kan Al? Lu janji sama gue pokoknya lu harus janji" ucap Lusy lagi.
"Iya gue janji, kita tuh udah bareng-bareng dari pertama masuk sekolah, gue udah nganggep lu sahabat bahkan sodara gue sendiri" jawab gua.
"Yaudah ayo ke kantin" ajak Lusy.
Bel pun berbunyi, tanda bahwa pelajaran akan segera dimulai kembali, semua siswa sudah berada di dalam kelas, dan pelajaran pun di mulai seperti biasanya.
Setelah pelajaran selesai dan saatnya pulang, Lusy pun berpamitan kepada gue,
"Woi alma! Kok lu masih disini, gue balik duluan ya?" Tanya lusy
"Gue nungguin kaka gue"
"Oh oke, gua duluan nggak papa kan?"
"Iya gpp hatihati" ucap gue
Nggak lama kemudian kakak gue pun datang dan gue langsung pulang, disaat itu gue unmood parah, gue nggak mau ngomong sama mama, gue langsung ke kamar tanpa basa-basi sama orang disekitar gue.
Udah seharian gue nggak keluar kamar, berhubung hari ini hari Minggu jadi gue nggak sekolah, tiba-tiba Lusy nelpon gue.
KRING!!!!📲 KRING!!!!📲
Gue mencoba buat nggak ngangkat telponnya, tapi Lusy terus menerus nelpon gue, akhirnya gue angkat.
Lusy : Al lo gpp kan? Mamah lo barusan nge-message gue katanya lu nggak keluar kamar udah seharian.
Gue : rasanya berat Lusy, gue nggak sanggup, harus meninggalkan kenangan dengan bokap gue, dan berpisah sama kalian *hiks *hiks (tangis gue)
Lusy : sabar ya Al, lo pasti bisa ngelewatin semua ini, Lo juga harus ngertiin mama Lo, kalau bukan mama lo yang kerja mau siapa lagi yang ngebiayain lo, kakak dan adik lo, Lo harus tetap optimis, sebenarnya kalau saran gue lu yang harus menghibur nyokap lo, bukan lo doang yang sedih harus meninggalkan rumah itu, nyokap lo juga, gue tau nyokap lo itu lebih sedih dari Lo, tapi dia nggak mau anak-anak nya kepikiran, makanya dia pendam, dia nggak tau harus cerita ke siapa kan? Makanya lo harus ngertiin Al, keluar ya sekarang minta maaf sama nyokap, please kali ini dengerin gua okay?.
Gue : iya Lusy gue jadi merasa bersalah Ama nyokap gue, makasih ya, lo emang sahabat gue yang paling ngertiin hidup gue.
TUTT...TUTT...TUTT..
Gue matiin telpon nya , gue keluar kamar gue lari gue samperin nyokap.
"Mah maafin Alma ya, Alma nggak seharusnya kaya gini sama mama, sekarang Alma ngerti kok, Alma sayang mamah" ungkap gua nangis sambil meluk tubuhnya mama.
"Iya nak, udah gpp kok, sudah jangan nangis lagi, nanti cantiknya hilang loh" goda mama.
Ya Tuhan Alma sungguh bersyukur walaupun Tuhan telah mengambil ayah Alma, tapi sungguh Alma masih punya mama yang sangat hebat, yang mampu berjuang sendirian demi anak-anaknya, terimakasih ya Tuhan.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar