Jemia || Bersama Papa
Suara pukulan dan cambukan masih terdengar di seluruh penjuru rumah meskipun waktu sudah menunjukkan pukul 2 dini hari. Lirihan suara perempuan juga mengiringi suara cambukan yang diberikan oleh pria dewasa itu. Sakit, papa. Lirihnya. Namun, dia bisa apa? Hanya bisa menahan tangisannya agar tidak terdengar hingga keluar rumah. Mengenaskan, perempuan itu bahkan masih berumur 15 tahun. Sedihnya lagi, pagi nanti dia harus sekolah, hari pertamanya masuk SMA.
“Mau jadi apa kamu jam 9 baru sampai di rumah?! Mia jawab papa!” bentak pria dewasa itu. Dadanya naik turun dengan cepat, keringatnya nampak di dahi dan lehernya. Itu juga adalah kalimat pertama yang di ucapkan olehnya sejak 5 jam terakhir.
Sakit, pa. Kenapa papa baru tanya itu? Kenapa baru tanya pas badan Jemia udah luka semua.
Dengan tertatih, perempuan itu mencoba berdiri dan menatap sendu kepada papanya. “Pa, kenapa baru tanya setelah 5 jam mukulin Mia? Hhh, tadi Mia beliin makan malam buat papa. Papa pasti belum makan, makanya Mia mau beliin papa nasi goreng kesukaan papa. Yang beli nasi goreng bukan cuma Mia, pa,” ucapnya dengan sedikit terisak.
Pria dewasa yang dipanggil ‘Papa’ oleh Jemia hanya terdiam sesaat lalu pergi ke kamarnya. Tanpa kata maaf, tanpa rasa bersalah, tanpa usapan di puncak kepala anaknya, dia pergi begitu saja.
Jemia hanya menatap punggung papanya dengan miris, sakit sekali badannya sakit juga hatinya melihat papanya.
Papa ga pernah tanya Jemia sebelum pukulin Jemia. Papa juga ga pernah tanya Jemia sedih atau enggak kehilangan Mama. Jemia sakit, Pa.
Sudah biasa hal itu terjadi, tidak ada yang tahu tentang luka Jemia. Tidak ada yang tahu tentang Jemia. Dalam hal apapun.
Hidup kadang memang selucu itu, Jemia sakit tapi, dia harus mengobati yang lain. Jemia harus mengobati papanya. Bagaimana caranya? Dengan menjadi tempat pelampiasan kesedihan papanya tentu saja.
Jemia dengan tertatih berjalan menuju kamarnya bermaksud untuk beristirahat. Punggungnya sakit ketika tubuhnya direbahkan di atas kasur, kepalanya pusing saat bersentuhan dengan bantal. Sakit, semua tubuhnya sakit sekali. Hanya dengan sisa waktu yang ada dia berusaha memejamkan mata melupakan rasa sakit di tubuhnya. Hari ini MOS pertama di SMA dia harus bisa seperti biasanya.
Ayo, Jemia kamu pasti bisa. Luka ini cuma luka kecil, gapapa, kok.
Jemia memejamkan matanya perlahan dengan sedikit terisak dia meremat pelan bagian dadanya yang sakit. Bukan hanya fisiknya saja yang sakit, jiwanya pun ikut sakit. Bagaimana bisa dia berusaha untuk baik baik saja setelah kepergian ibunya? Bagaimana bisa dia baik baik saja sejak 2 tahun belakangan? Menyedihkan, laki laki yang dulu sangat dibanggakan olehnya bahkan, dengan tidak segan memukulinya tanpa ada alasan yang jelas.
Jemia, tidur. Tubuh kamu harus istirahat buat nanti.
Dia tidak benar benar tertidur. Hanya berusaha mengalihkan rasa sakitnya saja dan juga memikirkan bagaimana besok Dia harus menyembunyikan lukanya. Jaket? Tidak, tidak bisa Jika hanya ditutupi dengan concealer. Bukan luka lebam yang dihasilkan oleh ayahnya hari ini.
Tala, papa bohong. Papa nggak sayang Jemia lagi, papa ga pernah peluk Jemia lagi.
Jemia, harus jadi perempuan kuat untuk tetap hidup.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
keren