Reezka Adjzizha Thur Rahman

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Bab I (War and Challenge)

Sekolah Dasar

Ini aku, kalian pasti tahu siapa aku. Ya! Aku penulis buku ini, panggil aku Reska. Ini kisahku pada tahun 2012, kisah saat aku ingin beranjak masuk ke jenjang sekolah berseragam merah-putih. Insantama. Itulah nama Sekolah Dasarku. Pada awalnya aku tidak tahu apa itu Insantama dan aku tidak tahu bahwa Insantama adalah nama sekolah. Bagaimana aku bisa masuk sekolah itu? Itu berkat temanku saat masih di Taman Kanak-kanak. Panggil saja dia Del. Kala itu, sekitar 2 bulan lagi aku akan memasuki ke jenjang yang baru, sekolah baru, teman-teman baru dan tentunya pengalaman baru. Saat itu aku belum siap untuk memasuki dan merasakan semua itu, karena aku masih ingin main-main. Ibu dan ayahku sudah berkali-kali menawarkan beberapa nama sekolah yang asing di telingaku, tapi jawabanku terus menggeleng karena aku adalah orang yang malas dengan hal baru. Aku tidak mau jenjang baru, sekolah baru, teman-teman baru apalagi pengalaman baru. Aku selalu berfikir pengalaman baru belum tentu selalu bagus. Teman-teman baru, belum tentu aku bisa cepat bergaul karena aku sedikit pemalu dengan orang asing. Sekolah baru, belum tentu sekolah itu bagus dan belum tentu aku nyaman bersekolah disana. Setiap hari aku selalu memikirkan hal itu. Sekolah Dasar membuatku pusing. Aku takut aku dan Del akan berbeda sekolah. Aku tidak mau itu terjadi. Suatu hari, aku dan Del sedang menggosok gigi. Menggosok gigi ada salah satu rutinitas yang wajib dilakukan setelah makan siang di sekolah TK ku. Aku memutar-mutarkan kran air tapi air tak kunjung mengalir. Aku melihat ke depan, terlihat sosok anak laki-laki yang sedang berkumur-kumur. Aku sangat kenal dia. "Del!" panggilku seraya berjalan mendekatinya. "Apwa?" tanya Del yang masih asik dengan berkumur. "Airnya pada kemana? Kamu abisin ya?" ucapku memincingkan mata. Del hanya mengangkat kedua bahunya. "Del, gantian dong! Kran disana mati semua," ucapku sedikit merengek. Del yang mendengar perkataanku segera bergeser tempat. Aku tersenyum manis padanya. Kukira Del akan segera pergi, tapi ternyata Del masih disini. Tatapannya lurus melihatku. Sontak, aku pun bertanya padanya. "Kenapa, Del?" tanyaku. "Gak apa-apa," jawabnya. Aku hanya ber-oh pendek. "Res?" panggil Del. Aku menengok ke arahnya dan mengangkat kedua alis ku. "Nanti kamu SD dimana?" bukan sengaja, bukan drama dan juga buka sinetron, pasta gigi jatuh dari genggaman ku. Entah mengapa pertanyaan Del membuatku ingin meluarkan cairan bening dari mataku. "Nggak tau Del, kayaknya aku di SDIT Aliya," jawabku. Aku menghembuskan nafas lesu. "Kenapa disana?" tanya Del. "Kata bunda, disana bagus sekolahnya," jawabku. "Tapi aku nggak mau SD!" lanjutku. "Masa mau di TK terus?" tanya Del. Aku hanya menggeleng. "Kamu bareng aja sekolahnya sama aku, gimana?" ucapan Del membuat mataku berbinar. "Memangnya kamu mau SD dimana?" tanyaku penasaran. "Di sekolah abangku," jawab Del. "Hm, kalau gak salah namanya insantama." Nama sekolah itu sangat asing di telingaku. "Insantama? Dimana?" tanyaku. Entah sudah yang keberapa kali aku bertanya pada Del. "Gak tau. Tapi pokoknya kamu harus di insantama juga ya? Biar kita bisa bareng." ujar Del. Aku tersenyum dan mengangguk. Karena Del lah aku bersekolah di Insantama. Tapi kalian tahu tidak? Saat sudah masuk ke dalam kisah Sekolah Dasar, Del tidak lagi pernah menyapaku. Bahkan untuk sekadar berdiri di hadapanku pun tidak. Padahal saat itu, hanya Del teman yang ku kenal. Aku tidak bisa cepat bergaul dengan orang-orang di kelas. Aku selalu menyendiri. Teman-teman kelas juga tidak ada yang mendekati. Mungkin itu karena aku yang menjauh. Aku merasa ini bukan sekolah yang tepat untuk ku. Tidak ada yang mau berusaha menemaniku. Aku sempat menyesal mengikuti perkataan Del yang merekomendasikan sekolah yang sama untukku. Del sudah tidak ingat padaku. Sudah tidak peduli lagi padaku. Kala itu, aku ingin langsung pindah sekolah, tapi ayahku berkata, "Ini masih awal sayang, ada saatnya kau bisa beradaptasi dan mendapatkan banyak teman. Ini masih di fase nomor 0" Perkataan ayahku itu menjadi motivasi untuk aku tetap terus bersekolah di Insantama Bogor.

Sampai kapan kah aku bisa bertahan di Insantama? Wallahu'alam

"Putus asa di awal adalah cerminan seorang yang lemah. Putus asa akan menjauhkan seseorang dari kesuksesan."

Belum terjun perang? Tapi sudah putus asa? Dipastikan kamu adalah orang yang tidak akan merasakan indahnya kesuksesan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post