Karyawan Baru
Karyawan Baru
“Kau tak akan pernah tahu betapa sakitnya hatiku? Sekarang lebih baik kau pergi! PERGI!” Perempuan itu berteriak histeris sambi berlari menjauhi lelakinya. Sang pria mengejar hingga ke jalan raya. Sebuah truk datang dengan kecepatan penuh dan hampir menabrak tubuh wanita. Tapi sekejab si pria mendorong wanitanya dan merelakan tubuhnya diterjang truk. Naas, sang pria mati di tempat dan si wanita menangis meratapi lelakinya. Amak yang berada di sampingku ikut menangis, meratapi melowdrama itu. Aku yang disampingnya cekikikan sendiri.
“Amak tak boleh menonton drama murahan seperti ini terlalu sering.” Aku berkomentar. Ini memang kebiasaan Amak, setelah Magrib biasanya dia mengaji lalu tepat pukul delapan malam, drama ini akan berlangsung.
“Kau tak ingat dengan pesan Amak tadi pagi?” Amak tak menghiraukan celotehanku, malah beralih bertanya. Aku berpikir, 3 detik, 6 detik, 8 detik, aku tak ingat, benar-benar lupa. Aku akhirnya bertanya, “pesan apa?”
“Bukuku.” Entah sejak kapan, Silvi sudah berada di sampingku dan Amak. Aku mengembuskan napas, oh itu ternyata. Aku meraih kunci motor lalu mengomandonya untuk mengikutiku. Keluar dari pintu, aku mendapati Bapak dan beberapa lelaki sumurannya tengah bergurau. Semenjak Bapak pernah menjadi Camat, banyak sekali orang yang datang bermain atau untuk sekedar bercerita. Bapak sendiri tidak terganggu sedikitpun, dia memang orang pria yang terbuka dan senang menjamu tamu.
Setelah helm terpasang di kepalaku dan kepala Silvi. Motorku mulai berjalan pelan menuju toko buku paling terkenal di daerah kami. Jika mendengar kata terkenal, mungkin dipikiran kalian adalah bangunan luas yang gemerlap. Terkenal disini bukan karena gedungnya yang lumayan besar atau isinya yang cukup lengkap. Toko ini terkenal karena tutur karayawannya yang patut diacungi jempol. Bahkan mungkin mereka akan tetap tersenyum pada pelanggan yang sudah menyorakinya. Keramahan ini bahkan menular pada sahabatku, Reza, yang tidak ada ramah-ramahnya.
Setibanya di tempat yang kutuju, motorku langsung parkir anggun diantara puluhan kendaraan lainnya. Aku dan Silvi masuk ke dalam toko buku yang sudah sesak oleh pengunjung, tahun ajaran baru membuat toko ini makmur. Aku langsung mencari keberadaan Reza. Dia tampak kewalahan menghadapi pembeli yang datang bagai jamur di musim penghujan. Aku menyelip beberapa pembeli, tersenyum sambil meminta izin untuk maju ke arah Reza. Aku menertawakannya, lalu menyerahkan secarik kertas kecil berisi keperluan Silvi.
“Jangan sampai ada yang tinggal! Akan kujemput besok!” Tegasku. Reza hanya mengangguk sambil terus mengurusi tumpukan buku dihadapannya. Dasar! Jika dengan pelanggan lain, sopannya bukan main, tapi saat denganku menatap pun tidak.
Pertemuanku pertama kali dengan Reza dimulai saat sore hari dibulan Ramadhan. Saat itu Bapak masih menjadi Camat dan aku baru menduduki bangku SMA. Kami sibuk membagikan takjil bersama remaja lainnya. Ada kolak, gorengan, dan sup buah yang memenuhi semaraknya pembagian ini.
Lalu entah darimana datangnya, cowok tinggi dekil menyerobot antrian dan berdiri di hadapanku. Aku mendengus kesal, tapi tetap megambilkan semangkuk kolak untuknya. Saat tanganku sudah melepas bungkusan takjil, dia baru menyambut. Alhasil, kolak yang sudah kusiapkan dengan kasih sayang jatuh ke tanah. Kuah santannya muncrat dan mengotori bajuku.
“Kenapa kau melepasnya?!” Bukannya meminta maaf, dia malah menyalahkanku. Dasar menyebalkan!
“Kau yang tak menyambutnya!” Aku juga ikut menuduhnya.
“Kau tak memberi tahu akan melepasnya!”
“Dasar! Untuk apa pula aku harus menginformasikan padamu akan melepasnya. Sudah jelek, sombong pula!” Aku menyolot.
“Eh, kenapa malah membahas tampang. Mentang-mentang cantik dan anak Pak Camat kau jadi sok ya? Jelek begini, banyak yang ngantri tahu!” Dia makin menyulut emosiku. Kemarahanku rasanya sudah sampai di ubun-ubun, “Kau pe-”
“Reza! Datang juga kau nak.” Amak tiba-tiba datang menghampiriku dan bocah sial yang dipanggil Reza.
“Hehe, iya Mak.” Dia tersenyum kecil sambil menggararuk tengkuknya. Aku kaget dengan sikapnya yang berubah 180 derajat. Dan yang lebih menyebalkan, dia memanggil Amak dengan ‘Amak’. Kalian tahu, hanya orang tertentu saja yang memanggil dengan sebutan itu. Biasanya orang memanggil Amak dengan “Ibu”.
“Kau berbuka di rumah Amak saja.” Jika bisa, aku rasanya ingin menghentikan kalimat itu sebelum keluar. Aku melotot padanya, mengisyaratkan “kau akan mati jika menerimanya”
Tanpa rasa bersalah sedikitpun, dia mengangguk santai. Jadilah hari itu berbuka yang merupakan waktu terbaik menjadi terburuk bagiku. Dia makan dengan lahap, sangat lahap malah. Amak dan Bapak asik bercerita dengannya, dari situlah aku tahu bahwa dia anak sahabat Amak. Lalu entah sejak kapan, dia mulai mengikutiku. Maksudnya bukan menguntitku, tapi diamana aku berada dia juga ada disana. Ratusan kali kami bertemu hingga aku menjadi dokter dan dia menjadi karyawan toko buku. Karyawan yang ramah pada semua orang terkecuali aku.
“Kau sangat sibuk ya?” Aku sengaja mengganggu Reza.
Reza mendekatkan wajahnya padaku lalu berbisik “Jika kau tak ada keperluan lain, cepat pergi dari sini!” Dia sengaja mengusirku dengan berbisik agar image yang disusunnya tidah roboh.
Aku meyeringai. Sebelum pergi, aku menyapu pandangan ke seluruh ruangan toko. Rasanya ada yang janggal, yang kutahu karyawan disini hanya lima orang, dua pria termasuk Reza dan tiga wanita. Sekarang jumlahnya jadi imbang, tiga pasang.
“Karyawan baru?” tanyaku pada Reza untuk terakhir kalinya. Dia mengangguk sambil terus mengurusi pelanggannya. Aku tak dapat melihat jelas wajah si karyawan baru karena dia membelakangiku. Tapi yang dapat kupastikan, deretan pelanggan gadis mengantri padanya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar