Qonita Husna Zahida

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Part -38

“Qillaaaaa! Lama banget sihhh?” Chika menghampiri Qilla yang entah masih sibuk apa di kamar.

Pagi ini, Chika, Hanna, Qilla, dan Dhiva berencana jalan-jalan bersama. Sebulan sekali, sekolah berasrama senandung malam memberikan kesempatan pada para muridnya untuk keluar dari wilayah asrama. Seharian penuh. Bebas pergi kemanapun. Tentu saja, setelah mengantongi izin dari petugas yang berjaga.

Semua sudah berkumpul di parkiran. Dengan sepeda masing-masing. Namun, Qilla yang ditunggu-tunggu sejak tadi, tak kunjung datang. Ia memang baru bersiap ketika teman-temannya sudah rapi, siap berangkat. Pagi ini, ia masih harus piket menyapu asrama sebelum berangkat.

Chika yang mulai tak sabar menunggu, memilih menghampiri Qilla di kamarnya. Padahal, rencana mereka berempat keluar bersama adalah ide Qilla.

“Huaaaaa!” Qilla berteriak kencang. Ancang-ancangnya jika ingin menangis.

“Eh, kenapa? Kenapa?” Chika buru-buru menghampiri Qilla. Merasa bersalah telah meneriakinya barusan.

“Dompetku hilang, huhuhuuu,” Qilla menangis terisak. Bahunya naik turun tak teratur.

“Udah dicari belum?” Chika bertanya memastikan.

“Tadi udah ku taruh di atas meja kok,” Qilla membela diri.

“Udah dipindah mungkin, atau kamu lupa,” Chika menyahut lagi.

“Huh! Pasti Lynda lagi!” Qilla berseru kesal. Mulutnya mengerucut sebal.

“Loh? Kok jadi nyalahin Lynda sih?” Chika balas berseru.

“Dia kan punya kleptomania! Pasti hari ini lagi kambuh!”

“Qilla jangan suudzon dong, ngga boleh nuduh orang sembarangan kalo ngga ada bukti,” Chika mengelus pundak Qilla pelan. Sadar temannya yang satu ini tak suka dimarah-marahi. Apalagi disalahkan. Ia harus menasihatinya selembut mungkin.

“Ihh, aku ngga suudzon! Ada buktinya kok!” Tampangnya masih kesal.

“Emang apa?” Chika menaikkan alisnya tak percaya.

“Tadi dia nyamperin aku kesini, mau pinjem buku katanya. Trus aku suruh dia ambil sendiri di meja, soalnya aku udah buru-buru mau mandi,” Qilla menjelaskan. Nada bicaranya seperti ditekan-tekan. Sangat yakin, bahwa kali ini Lynda lah yang bersalah.

“Tapi, kamu ngga ada kan waktu itu?” Chika bertanya yakin.

“Ngga lah, aku kan udah di kamar mandi,” Qilla menggeleng.

“Tuh kan! Kalo gitu, sama aja ngga ada buktinya Qilla sayang, kamu kan ngga liat dia ngambil dompetmu, jangan curiga gitu dong,” ucap Chika lagi.

“Huh!” Qilla mendengus tak peduli. Masih yakin, dugaannya tak meleset.

“Qillaa!” Liessa tiba-tiba datang menghampiri. Tangannya menenteng sebuah dompet cantik berwarna putih. Tak salah lagi! dompet itu pasti milik Qilla!

“Nih, dompetnya! Kok ngga diambil-ambil sih? Aku nungguin kamu tahu, ternyata kamu udah selesai piket dari tadi!” Liessa berseru sebal. Napasnya masih terengah-engah sehabis berlari.

“Ups,” Qilla meringis pelan.

“Hmm, bener kan?” Chika bersedekap.

“Loh? Emang kenapa?” Kali ini, Liessa bertanya bingung.

“Tuh, Qilla sembarangan banget nuduh orang ngambil dompetnya,”

“Ehhehe,” Qilla nyengir lebar.

“Ih, ngga boleh tau, curiga sembarangan sama orang! Apalagi ngga ada bukti yang kuat! Suudzhon tuh! Emang kamu mau dicurigain sembarangan juga sama orang?” Liessa memandangnya dengan tatapan menyelidik.

Qilla menoleh kencang-kencang.

“Iya, iyaa deh, aku salah. Ntar aku minta maaf kok ke dia, tapii.. lewat mimpi,” Qilla terkikik geli.

~Hidup jangan penuh prasangka.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post