Part -36
“Kayanya sih gegara mereka berdua itu sama-sama penyuka putih sejati,” Hanna terkekeh pelan. Membuat Qilla meringis pelan. Mungkin saja kan? Mengingat barang-barang miliknya yang hilang, selalu berwarna putih. Yeah. Secara tidak langsung, detik itu saat mereka duduk di hadapan hantu Aisha, maka saat itu juga mereka telah resmi ‘berteman’ dengannya. Karena menyanggupi pertemuan itu, sama saja dengan menyanggupi permintaannya untuk berteman dengannya.
“Eh,” Dhiva menepuk pundak Hanna pelan. Menunjuk buku tebal yang tampil manis di atas pangkuan Hanna. Menunggu dibuka oleh seseorang.
“Eh, omong-omong hantu Aisha masih suka ngerampas barang-barang kamu?” Celetuk Hanna tiba-tiba. Teringat sesuatu yang sejenak mulai terlupa oleh kejadian-kejadian baru-baru ini.
Apalagi, hubungan ‘pertemanan’ mereka kian dekat, karena kehadiran hantu Dhive yang menemaninya. Membuat hantu Aisha mengusir jauh-jauh rasa kesepian yang selama ini menyelimuti perasaannya.
Memang, sejak hantu Dhive ‘berkenalan’ dengan hantu Aisha, ia menjadi ‘terlihat’ lebih dekat dengannya. sedangkan Dhiva kian dekat dengan Hanna.
“Udah ngga pernah lagi, terakhir ya alquran itu.” Qilla mengangkat bahu. Baru menyadari.
“Syukurlah,” Hanna berucap lega.
“Fyuhh, alhamdulillah hantu Aisha udah tobat, khilaf deh kayanya entah karena apa,” Hanna membatin. Terkikik geli dalam hati.
“Kayanya sih, kalo aku perhatiin semua barang-barangku yang serba putih udah diambil sama dia. Mungkin, dia udah ngga berminat lagi. Ngga ada yang baru sihh, hihii,” Qilla melanjutkan. Terkekeh pelan.
“Ihh, hantu Aisha kan udah ‘temenan’ sama kamu Qil, harusnya kamu kasih dia sesuatu dong sebagai tanda pertemanan. Bukan ngarep dicuri lagi,” Hanna meledek. Melipat tangannya di depan dada.
“Hiyy, siapa bilangg mau temenan sama hantuu?” Qilla bergidik ngeri. Nampak ogah-ogahan mengakui ledekan Hanna. Ngeles.
“Idihh, ngga mau ngaku lagi! Awas lho! Ntar hantunya marah denger kamu bilang gitu!” Hanna tersenyum tanggung. Merasa berhasil menekut-nakuti Qilla.
Qilla merapatkan tubuhnya pada Hanna. Ia buru-buru menarik ucapannya barusan. Meralatnya secepat kilat.
“Ehh, salang omong deh, tadi tetiba amnesia,” Qilla meringis pelan. Mengundang tawa Hanna dan Dhiva.
“Huuu, mana ada amnesia cuma semenitt? Awas lhoo, omongan itu doa yaaa,” Dhiva ikut mengejek. Puas menatap Qilla yang mulai mencicit ketakutan.
“Allah selalu pada prasangka hambanya Qilla sayangg,” Hanna menambahkan.
“Ups, iya deh sorry-sorry! Ngakuu akunyaa,” Qilla berucap pasrah. Kehabisan kata-kata. Tak bisa berdalih lagi.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar