Qonita Husna Zahida

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Part -12

Zhafran terlihat mondar-mandir di lorong rumah sakit. Sesekali ia duduk, lalu berdiri lagi. Sudah satu jam ia menunggu kabar dari dokter yang memeriksa istrinya.

“Keluarga dari saudari Zahida?” Zhafran beranjak mendekat.

“Saya suaminya,”

“Istrimu selamat, tapi maaf, tidak dengan janin yang didalamnya,” dokter mengabarkan.

Zhafran menghembuskan nafas kecewa. Baiklah, memang harus ada yang dikorbankan.

“Ia sudah sadar, anda bisa menemuinya,” dokter itu bekata lagi.

Zhafran menganguk cepat. Segera masuk ke ruang rawat inapku.

“Assalamu’alaikum,” Zhafran membuka pintu perlahan.

Aku menoleh, tersenyum manis.

Kami duduk berbincang panjang.

“Udah makan?” Tanya Zhafran. Aku menggeleng lemah.

“Nggak mau makan?” Zhafran tersenyum menawarkan.

“Mau, tapi ga bisa,” aku berucap pelan.

“Oh, yaudah,” Zhafran kembali meletakkan piringku.

“Maunya disuapin,” aku berucap pelan.

“Apa? Ga denger?” Zhafran bertanya, pura-pura tidak mendengar,

“Mau disuapin,” aku kembali mengulang pernyataanku.

“Oh, boleh sayang, asalkan permintaannya harus lengkap,” Aku mengangkat alis, tak mengerti.

“Permintaannya gini. Zhafran, suami terbaik sedunia, Zahida minta disuapin boleh?,” Zhafran berucap geli.

“Aish,” Aku memutar bola mataku. Selalu saja pandai menggombal.

Baiklah, “Zhafran, suami terbaik sedunia, Zahida minta disuapin boleh?,” aku merutuk dalam hati.

Suasana riang penuh canda tawa. Zhafran menunggu saat yang tepat untuk menanyakan pertanyaan pentingnya.

“Apakah kamu memiliki masalalu buruk dengan seseorang? Ada yang mencoba melakukan pembunuhan padamu, tentu ada kaitannya dengan semua hal yang sudah terjadi sejauh ini,” Zhafran bertanya disela-sela aku makan.

“Yeah dia Farhana. Aku tak tahu, ternyata ia menyimpan dendam besar padaku. Karena kematian mamanya.” Aku menghela nafas sedih.

“Kupikir, ia tak menyalahkanku. Namun ternyata, yang terjadi sebaliknya, ia sungguh amat membenciku. Tapi aku baru mengerti setelah ia sengaja menjebakku di café itu. Memberikan obat bius pada makananku,”

Kenangan pahit itu. Belasan tahun yang lalu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post