Part -10
“Sret, sret,” ia mulai mengendap-ngendap masuk ke dalam bangunan tua itu.
Penjahat itu berjarak 10 meter di depannya. Ia mengikutinya diam-diam. Berjalan seakan tak menginjak lantai. Berusaha tak menimbulkan suara sedikitpun. Nafasnya berderu kencang. Jantungnya berdetak cepat dapat terkendali.
Tak jauh, akhirnya Zhafran tiba di depan ruangan itu. Dari sini, ia dapat melihat Zahida yang terkunci didalam, terkulai kediginan. Dirinya kalut, terbawa emosi. Ia tak tega melihat istrinya berjuang didalam sana, sendirian antara hidup dan mati.
Zhafran membalik diri tergesa, hingga sepatunya tergesek pelan.
“Tit,” ia mencoba menghubungi rekannya lagi.
“Darurat. Bangunan bergaris biru daa..,” gumamannya terpotong. Bulu kuduknya berdiri.
“Sekrek,” suara pistol terdengar menngancam dari balik pundaknya. Zhafran berdiri termangu, menelan ludah.
Ia segera melepas telepon kecilnya yang tergantung di telinga. Menjatuhkannya samar, menggelinding lewat baju dan celana. Zhafran membalik tubuh segera, mengangkat kedua tangan, menyerah kalah.
Penjahat itu ternyata seorang wanita bertopeng.
Didalam sana, aku terbangun sadar. Aku menggigil kedinginan, tak kuat lagi untuk bertahan hidup. Bibirku mulai membiru, dan tubuhku mulai terbaring kaku. Entahlah, mungkin ini memang akhir hidupku. Tinggal menghitung menit, tak lama lagi.
Moncong laras pistolnya menekan dahi Zhafran kuat, berbisik penuh ancaman.
“Diam! Jangan buat aku menjadikanmu korban selanjutnya,” Nafasnya berderu kencang.
“Karena, aku bisa membuatmu meninggal sekarang juga kalau aku mau,”
“Tapi tenang saja, belum saatnya untuk melumpuhkanmu. Aku punya rencana lebih hebat. Kejutan besar untukmu.” Wanita itu tertawa pelan.
“Lihatlah, sebentar lagi pengkhianat itu akan mati. Perbuatan munafiknya harus mendapat balasan setimpal,” suara perempuan itu berdesis penuh kebencian.
Zhafran melirik jam tangannya lagi. Empat menit lagi. Atau aku akan meninggal tak tertolong.
“Ya Allah,” aku diujung harapan.
“Mengapa Zhafran? Tenang saja, aku tidak pernah berbohong soal kejutan itu. 4 menit lagi.” Wanita bertopeng itu tersenyum puas. Sebentar lagi, ia berhasil menghancurkan pengkhianat besarnya.
Aku kembali jatuh pingsan untuk kesekian kalinya. Baru semenit lalu aku tersadar, shock. Merasakan dingin yang teramat sangat. Jemariku mulai mengeras, kaku. Aku tak kuasa menggerakkannya lagi. Aku akan mati.
Zhafran terus memutar otak mencari cara lain. Ia tak bisa begitu saja melawan wanita bertopeng ini dengan tangan kosong.
Disaat itulah, disaat Zhafran sudah tak bisa apa-apa lagi, disaat aku hampir mati, pertolongan itu datang. Dimenit-menit terakhir, penentu antara hidup dan mati.
“Bruk, brukkk!” Tiba-tiba, terdengar keramaian dari luar.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar