Qonita Husna Zahida

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Part -08

Yang pasti, aku kembali ke Indonesia. Akan, dan harus. Ditemani Zhafran yang setia menemaniku. Begitulah, aku hanya ingin anak pertamaku lahir dengan tenang, dan damai. Dan meskipun aku tak mau mengakuinya, sejujurnya aku takut. Bertemu masalah yang lebih besar lagi. Karena aku sadar, aku memang lemah, dihadapan-Mu.

Begitulah, untuk kesekian kalinya, aku tak tahu. Rencana besar seseorang yang berdiri, memandang dari balik kabut. Emosinya semakin memuncak. Ia sungguh benci. Sangat benci melihatku berhasil melewati semuanya. Sekelumit rintangan besar yang ia ciptakan untuk memusnahkanku.

“Aku akan terus mengejarmu pengkhianat. Sampai ke ujung dunia sekalipun.” Hatinya berkobar oleh dendan penuh kebencian.

***

“Halo Zahida, apa kabar? Aku sungguh ingin bertemu denganmu,” Farhana menghubungiku, sehari setelah aku tiba di Indonesia.

“MasyaAllah Farhana, Alhamdulillah baik. Wah, sangat boleh. Bagaimana jika besok kita bertemu di café Dos Hermanos Coffee & Cigar?” aku tersenyum senang.

“Oke, kutunggu disana jam sepuluh pagi. Aku tak sabar bernostalgia bersama,” suaranya terdengar datar.

Aku tersenyum bahagia, akhirnya kami dapat bersua kembali, setelah masa lalu kelam belasan tahun itu. Sahabat kecil terbaikku. Farhana.

“Bagaimana kabarmu? Kudengar kau sukses di Turki sana,” Farhana tersenyum tipis.

Aku tersenyum simpul. “Alhamdulillah, seperti yang kaulihat,”

“Oh ya, kau mau pesan apa?” Tawar Farhana.

“Seperti biasa,” aku mengangguk riang.

“Baiklah,” Farhana beranjak berdiri, pergi memesan. Aneh, mengapa ia tak memangggil pelayan saja? Biarlah, aku segera mengusir pikiran burukku.

Kami mengobrol bersama hingga hari menjelang siang. Memutar seluruh memori indah yang telah kami lewati. Menjelang pulang, tiba-tiba saja aku merasakan pusing yang amat sangat.

“Farhana…., aku, akuu tak kuat,” Aku merintih kesakitan.

“Rasakan pengkhianat, lihat saja sebentar lagi kau akan mati,” suara Farhana terdengar samar-samar.

“Ada apa ini? Apa kau membenciku?” Aku berseru tak percaya. Kesadaranku tinggal seujung kuku.

“Yeah, tepatnya sangat membencimu,” ucapan terakhir yang terdengar sebelum aku benar-benar jatuh pingsan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post