Tanpa memperpanjang waktu, aku segera mengiyakan. Aku tahu, sejauh apapun aku bertanya, ia takkan menjawab dengan jujur. Sama seperti Zehra. Aku yakin ada sesuatu yang mengaitkan keduanya berhubungan.

Aku bertambah jenuh. Ada apa lagi ini? Aku memutuskan berkeliling kantor, mengontrol kerja karyawan. Mengusir kegundahan hati sejenak.

“Perkembangan terbaru Lyodra?”

“Menurun drastis Hanim, entahlah aku masih belum menemukan penyebabnya,” Safiye berkata lagi. Hampir menyerah.

Aku menghela nafas perlahan.

“Baiklah, lanjutkan tugasmu,” aku beranjak pergi. Memutuskan kembali berkeliling.

“Ya Allah, Aku butuh Engkau…”

Aku butuh alquran, penenang hati dikala gundah.

***

“Pasti ada yang ganjal dari semua ini. Apakah kamu menemukannya askim?” Zhafran bertanya, berusaha menenangkan gundahku.

“Belum,” aku mengangkat bahu.

Zhafran tampak berpikir keras. “Hm, apakah seluruh manajermu memutuskan hal yang sama?” Zhafran bertanya menyelidik.

“Tepat, kecuali Rasheda.” Aku menjawab yakin.

Zhafran mengangguk-angguk mengerti. “Ada dua kemungkinan atas rentetan kejadian ini. Pertama, semua ini memang kehendak mereka sendiri, dan takdir Allah yang menyebabkan penurunan order. Kedua, ada yang mengendalikan dibalik semua kejadian ini, sedang Rasheda tidak berhasil terhasut. Akhirnya ia berusaha menghancurkan perusahan lewat cara lain, yakni menarik konsumen AP1 yang mengakibatkan angka penjualan menurun drastis.” Zhafran berusaha menganalisa.

“Baiklah, aku akan mencoba menghubungi Rasheda,” ucapku memutuskan.

“Memang benar, ada dalang dibalik semua ini askim, beberapa hari terakhir, Rasheda diteror serta mendapat ancaman agar mengundurkan diri dari perusahaan. Beruntung, ia masih percaya padaku,” jelasku setelah menghubungi Rasheda.

“Adakan meeting besok pagi dengan seluruh karyawan, sekaligus dengan dua mantan manajermu. Kamu harus bisa menguatkan mereka.” Aku mengangguk setuju. Suami cerdas memang dapat selalu diandalkan.