Part-04
“Saudara Zahida terdakwa melanggar pasal 34 ayat 7 tentang penistaan agama,”
“Koreksi ! Tim Forensik menemukan sejumlah bukti kuat, berupa helaian rambut milik saudara Leo di TKP, jejak goresan sel kuku di meja, dan diduga pelaku menghapus semua bukti tersisa dengan membersihkan area TKP,” Zhafran, tim penyidik kepolisian Turki mengajukan bukti yang didapatnya kemarin. Hasil penyelidikan TKP berkali-kali.
Suasana mulai memanas. Perdebatan ini terus berlanjut satu jam kemudian. Aku memandang Leo yang diduga terdakwa. Sebentar, aku seperti mengenal wajah itu. Aku berusaha mengingat-ingat. Tak salah lagi, ia adalah seseorang yang muncul di mimpiku beberapa hari terakhir. Disana, ada seorang wanita yang mati-matian membelanya. Aku seperti mengenalnya, bukankah ia Farhana? Sahabat masa kecilku dulu? Mengapa ia tak mengabariku bahwa ia juga tinggal disini?
“Bagaimana para hadirin?” Suasana hening seketika, tinggal menghitung detik hakim akan mengetuk palu, memutuskan. Tak ada lagi argumen yang tersisa untuk mengelak.
“Saudara Leo terdakwa pasal 56 ayat 8 tentang penyabotasean teknologi, pasal 34 ayat 7 tentang penistaan agama, pasal 78 ayat 3 tentang pembunuhan yang terencana,”
“Tok! Tok! Tok!” Hakim mengetok palu tiga kali.
Aku menghambur ke pelukan Zhafran. Mengucap terimakasih berkali-kali.
“Teşekkür ederim Aşkım,” aku tersenyum bahagia. Akhirnya beban berat ini terlepas sudah. Aku harus segera menyelesaikan beberapa urusanku beberapa hari ini yang dibiarkan terbengkalai.
Selepas sidang, aku bersama Zhafran berkunjung sejenak menikmati keindahan Danau Salda yang disebut-sebut sebagai Turkey Maldives di distrik Tesilova, Burdur, Barat Daya Turki.
Hatiku sungguh terpikat, dengan pemandangan danau salda yang sungguh memesona. Suasana tenang dan damai, dengan air jernih biru kehijauan dan dikelilingi hamparan pasir putih yang membentang luas, berkilauan. Dikejauhan, tampak hutan pinus hitam mengelilingi sekitar danau. Menambah kesan eksotis dan menenangkan.
Aku teringat sesuatu. Mengambil telepon genggam di saku jubahku.
“Vanesha, perintahkan beberapa karyawanmu untuk mengurus pembangunan Ma’had Mustanir, setelah ini kukirim hasil sketsa ahmet Halim.” Aku segera memerintah seusai berbasa-basi sejenak.
“Akan segera kulakukan Nyonya,” Vanesha berkata mantap.
“Tuutt,” aku berpindah jaringan telefon, memastikan hal lain.
“Alhamdulillah, penjualan seminggu terakhir ini kembali berjalan normal, kami sudah memisahkan AP1 yang tersabotase dan tersisa sebagian yang aman.” Seusai mengucap salam, Safiye menyampaikan laporannya tanpa perlu menunggu pertanyaanku.
Senyumku mengembang. “Alhamdulillah, lalu bagaimana dengan persiapan acara perayaan dan peluncuran AP1?” Aku kembali bertanya.
“Sejauh ini berjalan lancar Hanim. InsyaAllah hari ini segala persiapan dipastikan matang,” Vanesha benar-benar bisa diandalkan selama aku tak hadir di kantor.
“Baiklah, bersiaplah atas segala kemungkinan yang terjadi besok. Semoga tak ada yang berniat menghalangi kembali,” ucapku di akhir telepon,
“Askim nasil? Semua berjalan baik-baik saja bukan?” Aku mengangguk senang.
Kami menikmati sore di danau salda, asyik memutar kembali memori masa lalu, perjuangan dari nol hingga kita sesukses ini. Bersama-sama.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar