Terbuai Aksara Tentang Dia
Suatu malam yang sangat menyiksa batinku, mulailah aku menyatakan cinta. Bukan dengan mengucapkannya atau bercerita kepada orang lain, namun dalam aksara diriku yang begitu sejuk.
Hawa dingin yang menemani jari jemariku memulai untuk menekan kybort handphone kecilku satu persatu, seperti mengerti akan cinta itu. Dirinya menjadi inspirasi yang selalu hadir dalam imajinasi.
Kata-kata yang indah perlahan berubah menjadi kalimat berpola, lalu berlanjut menjadi paragraf yang berbentuk cerita. Setelah setengah jam selesailah kegiatanku untuk saat itu, belum tamat, namun setidaknya untuk hari ini sudah cukup bercerita tentangnya.
Beranjak dari dudukku di meja belajar sambil mematikan lampu kamarku,kulangkahkan kakiku demi menuju tempat tidurku yang penuh dengan gambar kartun dan berbagai bentuk boneka, yang menggambarkan diriku di masa lalu. Ketika aku kecil aku tidak tahu bagaimana kehidupan yang sesungguhnya, apalagi dengan yang namanya jatuh cinta.
Aku tidak begitu banyak tahu tentangnya, favorit, hobi dan siapa saja temannya. Apalagi tentang perasaannya kepada diriku, tentu saja aku adalah orang yang bodoh tentang itu.
“Starla!”teriak ibu kepadaku, mulai merusak bayang-bayangku tentangnya. Karna tidak boleh melawan jadi aku putuskan untuk langsung menuju ibu.
“Starla! kamu di mana?”
Nyatanya teriakan lantang itu kembali lagi terdengar oleh ku, walaupun kakiku sudah melangkah menuju ke pintu dapur, dan berusaha menyamarkan wajah dengan biasa saja.
“Iya, ada apa Bu?” tanyaku setelah sampai. Sepertinya niatku untuk membaca whatped sambil memakan cemilan terhalang untuk saat ini. Sejujurnya aku sudah tahu apa yang akan di perintahkan oleh ibuku
“Hantarkan kue ini kerumah Bu Nila”
Ternyata dugaanku tidak meleset, lagi-lagi aku harus ke rumah mewah itu dan bertemu dengan dia. Iya, dia yang ku maksud adalah anak bu Nila. Temanku dari dulu bermain pesawat kertas serta Sember inspirasi dari cerita saat ini.
Sambil menghantarkan kue ini, biar kuceritakan. Dia sosok dibalik berjuta cerita.
Waktu pertama kali aku mengenalnya itu ketika imunisasi balita di rumahku satu tahun yang lalu. Dia baru pindah dari Bandung karena mengikuti dinas ayahnya. Saat itu dia adalah laki-laki di kampungku yang pertama kali mau menghantarkan ibunya untuk imunisasi adiknya. Ketika itulah rasa kagumku mulai timbul padanya.
Perlahan rasa kagumku berubah menjadi suka. Apalagi dia sekarang satu sekolahan denganku. Dengan posisi bangku yang berdekatan, dia membuatku selalu ingin menatapnya dan detak jantungku yang tak beraturan.
Tetapi cinta itu rumit, pelit dan tidak rasa nyaman atau getaran yang tidak pasti asalnya. Sampai sekarang ini aku belum menemukan orang yang bisa menjelaskan tentang soal cinta, karna cinta hanya bisa di rasakan dengan hati yang bersih.
“Aku sebenarnya tidak mau menghantarkan kue ini karna harus bertemu dengan mu, tetapi ibu memaksa”
Padahal ini adalah kesempatan untuk bertemu dengannya, mengetahui bahwa dia baik-baik saja.
Biaralah aku mencintaimu dalam diam agar rasa dan harapan ini tidak pudar, lantaran jika di ungkapkan akan berujung penolakan. Aku tidak takut kehilangnya, namun aku takut dia menatapku penuh dengan kebencian. Karna aku mencintainya, dengan tawa yang kuharapkan tidak akan pernah hilang di wajahnya. Jika pada akhirnya meski aku yang harus tersakiti dengan keadaan ini.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar