Chapter 1: Tragedi
Hujan deras disertai suara petir yang menggelegar tentunya membuat siapapun memilih untuk tetap berada di rumah dan berkumpul dengan keluarga daripada pergi menikmati keindahan jembatan Youtefa yang membentang panjang membelah lautan. Sayangnya kejadian mengerikan justru menimpa sahabat Syafri.
Teriakan Syafri malam itu layaknya petir memecah keheningan di atas jembatan merah yang menjadi ikon Papua. Hujan deras membasahi seluruh tubuh Syafri yang beku mematung di depan mayat Hana sahabatnya.
Jembatan berwarna merah layaknya darah itu kini benar benar menjadi tempat Syafri melihat darah segar yang mengalir dari jasad sahabatnya, berbagai cerita mengenai jembatan merah yang selalu dianggap mitos kini benar-benar menampakkan bukti nyatanya di hadapan Syafri.
“Hanaa......maaf....seandainya aku mencegahmu pergi, kecelakaan tragis ini tak mungkin akan terjadi.” Kedinginan yang dirasakan dari ujung ubun-ubun hingga kakinya tak lagi dihiraukan dengan segera digendongnya jasad Hana ke dalam mobil. Dikendarainya mobil penuh bercak darah sang sahabat. Tak peduli betapa licinnya jembatan karena guyuran air hujan,tak peduli seberapa tebalnya kabut di depan mata,Syafri tetap melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
Kedatangan Syafri dan jasad Hana disambut dengan isak tangis keluarga. Syafri yang tak kuat dengan pemandangan memilukan ini langsung pergi meninggalkan Hana di atas pelukan kedua orang tuanya.
Rebah di sudut kamar yang beku, ribuan air mata mengalir dalam salatnya, berulang kali ia sampaikan do’a kepada sang Ilahi, tulisan tangan Hana bergetar dalam gemgamannya,”Hai Syafri! akhirnya kau membuka buku pemberianku,maaf ya Syafri ! Aku tidak bisa menjadi sahabat sehidup dan sematimu,kau tahu Syafri? Aku ternyata sudah mengambil pilihan yang sangat salah,kau ingat buku kecil dan usang yang kita temukan di salah satu pondok saat sedang mengunjungi Monumen Mac Arthur? Sebenarnya aku membawa pulang buku itu tanpa sepengetahuanmu dan aku pun membuka buku usang itu sekali lagi maafkan aku Syafri! Aku tahu sangat salah jika aku baru memberi tahumu sekarang tapi kuharap kau bisa memaafkanku. Oh iya, jangan pernah lupa salat dan ngaji ya! Do’ain aku terus dong, hehe. Satu lagi nih pesanku Syafri, jangan pernah kau mengambil dan membuka buku usang itu jika kau ingin selamat!”.
“Hana, why should you go? Why do not you tell about the book to me? Hana,you will really kill me with this letter!” Tangis dan amarah Syafri pecah sekaligus, Safri berada diantara perasaan bersalah dan menyalahkan, ia menganggap bahwa Hana sangat egois dan telah melanggar perjanjian mereka, namun disisi lain Syafri juga merasa bersalah atas keegoisannya terhadap Hana tepat beberapa saat sebelum kejadian.
Hari tampak sangat gelap seakan-akan matahari pun turut berduka atas kepergian Hana, angin yang berhembus sangat pelan seolah mengikuti alunan kesedihan semua orang terdekat Hana, pemakamannya dipenuhi suara isak tangis, mata kedua orang tua Hana tampak sembab kehabisan air mata, Syafri yang ikut mengantarkan jenazah sahabat terbaiknya ke tempat peristirahat terakhir terus berjalan dengan mata yang kering akibat menagis semalaman bahkan dalam salat tahajudnya dan terus berusaha mengiklashkan kepergian Hana.
Setelah jenazah Hana dikuburkan, satu persatu orang terdekat Hana mulai meninggalkan pemakaman hingga tersisa orang tua Hana dan Syafri, ayah Hana yang tidak tega melihat keadaan istrinya memutuskan untuk mengajaknya pulang ke rumah, kini pemakaman kembali sepi, tak ada lagi suara isak tangis selain suara Syafri, berkali-kali kedua orang tuanya mengajak pulang namun Syafri tetap enggan meninggalkan kuburan sahabatnya, diingatnya berulang kali kenangan indah bersama sang sahabat. “Hana, you know? To this day I still hope that all this is a nightmare in my long sleep, I feel really stupid this time, but it’s not a problem for me, if we can repeat my time I will never let all this happen, I’m sorry Hana, I can’t accept your death, I hope you are happy there” Ungkap Syafri sembari meletakkan gelang persahabatannya di atas kuburan Hana dan meninggalkan pemakaman, “Hahah, Syafri jangan sedih ya! Ikhlaskan kepergianku, aku akan selalu bahagia dan mengingatmu, aku yakin kau pasti akan bertemu teman-teman baru yang mungkin akan lebih baik dariku, jadi kau juga berbahagialah Syaf!” terdengar samar-samar suara Hana di telinga Syafri yang membuat langkahnya terhenti dan kembali berbalik untuk memandangi kuburan sahabatnya, “Tentu Hana” Batin Syafri dengan senyum palsunya.
Hari-hari sepeninggal Hana, dijalani Syafri dengan sangat murung, setiap malam terdengar isak tangisnya dari dalam kamar, ia mulai menolak untuk makan karena rasa sedih yang menguasainya, semua teman yang menjenguk ditolaknya. Hal yang terjadi pada Syafri membuat kedua orang tuanya khawatir akan kesehatan fisik dan mentalnya, sehingga kedua orang tuanya memutuskan untuk pindah rumah dengan tujuan agar Syafri perlahan dapat mengurangi kesedihannya atas kepergian Hana.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar