A Mysterious Motel
Langkahnya berhenti tepat di depan pintu kelas. Sambil menggengam dua lembar kertas absensi, tangannya bertumpu pada lutut, mengatur napas sehabis berlari. Ia baru saja menghadiri rapat mengenai studytour yang akan dilaksanakan 7 hari lagi.
Geraknya mengundang perhatian salah satu teman, namanya Wilda, "Loh, kamu ngapain disini?"
Dafin menatap gadis itu datar, rasanya lelaki itu ingin marah, memangnya tidak bisa lihat dia kelelahan sehabis berlari dari Ruang Adiwiyata ke kelasnya?
"Bentar, capek," Katanya acuh. Wilda memutar mata, merasa ia bertanya baik-baik dan tidak pantas menerima jawaban cuek seperti itu, gadis itu kembali kedalam kelas, tidak peduli Dafin mau apa terus-terus di depan pintu.
Tidak lama selepas kepergian Wilda, Dafin masuk kedalam kelas. Tatapannya tegas menyapu sudut demi sudut, "Weh!"
Teriakannya hanya mengundang perhatian dari beberapa murid, tetapi bukan tiga gadis yang ada di sudut kelas. Dafin menghela napas, tahu kalau mereka di gabung bisa membuat kegaduhan sama seperti tawuran antar kampung.
"Wilda, Diva, Marel!" katanya tegas. Maklum, Dafin 'kan ketua osis.
Wilda menatapnya sekilas, berbeda dengan Diva dan Marel yang masih melanjutkan tawanya. Karena kasihan, Wilda menyenggol tangan dua sahabatnya, menyuruh menaruh perhatian pada Dafin.
Melihat ketiga gadis itu sudah menaruh pandang untuknya, Dafin membuka mulut, menjelaskan rinci apa yang di dapatnya dari rapat di Ruang Adiwiyata tadi.
"Jadi, kelas kalian di pisah. Ada yang di bis 5 dan ada yang di bis 6. Dan kalian akan duduk bareng kelas XI IPS 3," Kata Dafin, tidak kehilangan nada tegas dari setiap kalimat yang dia ucapkan.
Helaan napas keluar dari bibir tiga gadis itu, tapi satu yang mengaju pertanyaan pada Dafin, Wilda lagi, "Loh, Fin, kenapa gak sama XI MIPA 1?"
Dafin menatap Wilda sebentar, menjelaskan apa yang didapatnya tadi, "XI MIPA 1 juga di pisah."
"Gak bisa dong, kelas aku harus satu bus sama XI MIPA 1," Seseorang menyanggal pernyataan Dafin, Diva.
"Coba, siapa lagi yang tidak setuju seperti Diva?" Tanya Dafin dengan nada sarkastik.
Teman-teman lain tak berkutik. Karena sebenarnya, jika kita tidak setuju dengan keputusan sekolah maka akan berurusan dengan Pak Didi, Guru kesiswaan yang lebih kejam dari apapun. Sebenarnya tidak kejam, dia hanya kelewat disiplin.
"Yaudah, aku kalah," Diva pun mengalah.
"Ini aku kasih denah tempat duduknya, nanti tolong dipasang di papan pengumuman," Dafin menyodorkan satu kertas yang sedari tadi ia genggam pada Endy, ketua kelas XI MIPA 3.
"Apa ada pertanyaan lagi?" Ucap Dafin sebelum mengakhiri.
"Dafin," Panggil Marel.
"Ya, kenapa?"
"Boleh pindah tempat duduk ga?"
"Boleh, asal masih di bus yang sama. Dan asal orang yang kamu minta pindah mau pindah juga,"
Jakunnya naik turun, matanya melirik jelas sejurus dengan mata Marel. Marel mengangguk.
"Oke, jadi itu saja. Karna sudah bel, kalian boleh istirahat," Dafin pun pamit.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
That's great Summer!
hehe baru aku baca neh, makasih!!