Ramadan Ceria Penuh Cinta Bersama Keluarga
Assalamualaikum, Apa kabar? Apakah kalian baik-baik saja? Bulan ini, bulan yang sangat dinantikan. Yakni bulan penuh berkah. Kita akan berpuasa. Meskipun anak-anak seumuranku belum diwajibkan, tetapi perlu berlatih supaya terbiasa. Berpuasa merupakan latihan merasakan penderitaan fakir miskin. Mereka terkadang sehari makan hanya sekali. Besok mungkin tidak beroleh rejeki. Di samping dilatih untuk jujur, berbagi, dan bersabar.
Aku dan adik sejak kecil selalu ikut makan sahur dan berbuka puasa bersama keluarga. Terkadang mata susah terbuka. Ayah atau ibu menggendong dan menyuapi kami. Begitu pun memandu saat membaca doa. Saat bunyi sirene tanda imsak kami tersentak dan buru-buru minum. Takut kalau puasanya batal. Ibu mengatakan itu hanya peringatan agar segera bersiap melaksanakan salat subuh. Masih bisa melanjutkan sahur sampai azan subuh dikumandangkan. Kami baru mengerti hal itu.
Tahun lalu aku mulai bersemangat untuk berpuasa sampai magrib. Tidak lagi setengah hari. Adikku yang masih berusia 4 tahun ingin juga sepertiku. Ayah dan ibu senang mendengarnya. Tetapi memperingatkan jika sudah lapar dan haus kami boleh berbuka. Yang penting shalat lima waktu dan tadarus mesti dilaksanakan. Ayah, ibu, dan kakak sepakat menamatkan 30 juz. Sementara aku dan adik menyelesaikan juz amma dan iqra 1-2. Jika berhasil kami akan diberikan hadiah. Bisa buku atau pakaian baru.
Oh, iya aku ingin bercerita tentang pengalaman puasa pertamaku bersama adik. Tahun lalu Ramadan pertama puasaku hanya sampai pukul 03.34. Padahal aku tak ingin puasaku bolong. Semua karena adikku juga. Selesai shalat dzuhur katanya perutnya sakit sekali. Dia memintaku untuk membuat telur mata sapi kesukaannya. Tentu saja aku menolak. Karena aku belum pandai memasak. Kucoba membujuknya untuk bersabar dan menahan sebentar lagi. Dia bolak balik terus melihat jam. Katanya sudah pukul enam. Padahal baru pukul 12.30. Jarum panjang yang dilihatnya. Aku menahan tawa, takut kalau dia menangis. Sampai pukul 02.00 dia semakin lemas. Ibu menyuruh Kak Firah menyiapkan buka puasa untuk adik. Ibu menanyakan kepadaku apakah ingin berbuka juga. Aku menggeleng dan mengatakan masih kuat. Setelah adik selesai berbuka, ibu memintanya menggosok gigi dan memulai berpuasa lagi. Pukul 03.34, aku ngiler melihat telur mata sapi di atas meja makan. Rasanya perutku sangat sakit. Aku pun mengatakan kepada ibu. Jadilah, puasaku bolong saat itu. Esoknya aku menyesal. Kucoba melanjutkan puasa. Akhirnya pada hari kedua aku bisa sukses menjalankan puasa sampai Ramadan terakhir bersama adik.
Ramadan tahun lalu berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Karena Covid-19, Ramadan tak seperti yang kubayangkan. Kita tak dapat berkumpul sanak keluarga yang jauh. Tak ada saling berkunjung. Komunikasi hanya dapat dilakukan melalui telepon atau video call. Semua dibatasi untuk mencegah terjangkitnya virus yang mengerikan itu. Kerinduan pada nenek dapat terobati meskipun tak bisa membelai kepala dan mencium pipi kami seperti dulu. Begitu pun kami tak bisa mencium punggung tangannya.
Akan tetapi, aku tetap gembira karena ayah dan ibu selalu mendampingiku dengan sabar dan penuh kasih sayang. Sahur pertama selau dihidangkan dengan menu ayam kampung. Ayam goreng kecap favoritku tak pernah ketinggalan. Masakan ibu enak dan lezat. Menambah semangat untuk terus berpuasa. Apalagi hidangan berbuka dan sahur lebih istimewa dibanding hari-hari lainnya. Ibu selalu membuat es buah dan minuman sesuai kesukaan kami. Aku lebih suka sirup DHT sementara adik menyukai sirup orange. Kakak sukanya sop buah.
Salat berjemaah lima waktu dan tarawih dilaksanakan di rumah. Ayah sebagai imamnya. Kebahagiaan kami karena dapat berkumpul bersama keluarga secara lengkap. Termasuk Kak Dhila yang kuliah di Jakarta.
Menghitung hari Ramadan tahun ini akan tiba. Semoga seluruh umat Islam diberikan kesehatan untuk menjalaninya. Ibadah di bulan suci tak lagi seketat dulu. Meskipun tetap waspada. Tetap menjaga protokoler kesehatan. Jangan mengacuhkan anjuran pemerintah. Gunakan bulan Ramadan untuk memperbanyak ibadah dan doa agar virus Covid-19 segera berlalu. Aamiin.
Biodata Penulis
Nisrina Arij Hisana Suhardi, biasa dipanggil Rina. Lahir di Enrekang pada tanggal 12 November 2012. Saat ini Penulis adalah siswi kelas 2 SDN 172 Enrekang. Hobbi Penulis adalah membaca, menulis, dan bersepeda.
Cita-cita ingin menjadi Guru dan Penulis.
Penulis dapat dihubungi melalui email [email protected] dan WA 085242571812 (informasi masih menggunakan email dan WA Ibu).
Penulis telah menerbitkan buku perdana berjudul “Bingkisan Buat Mama” hasil pelatihan sasisabu 6 yang diadakan oleh MediaGuru Indonesia. Juga memiliki 2 buku antologi hasil lomba menulis siswa di MediaGuru “Anak Indonesia Cinta Buku” dan “Kami Rindu Bersua, Pengalaman Belajar Daring”. Kini sedang melanjutkan buku ketiga berjudul “Andaikan Aku Bisa Terbang” hasil pelatihan sasisabu 8.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
masyaallah kerenn
Makasih, kak fany
Terima kasih
Waalaikumussalam. Semangat ya, semoga menang
Aamiin. Terima kasih, kak
aku dukung kamu!!!!!!!!!!!!!!!
Terima kasih
semangat nisrina!!!!!!!!!
Kamu juga
Sehat selalu dek!
Waalaikumsalam, good luck deekk
Terima kasih, kak Nadiyah
semangat! semoga menang
Terima kasih, kak
sama sama