Nesya Tannia Hulu

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

2. Bully

Lira sedang mencatat catatan di dalam kelas sebelum bel masuk berbunyi.

Srek

Disya merobek buku Lira. "Lo asyik-asyiknya nyatet gue malah diomelin sama Bu Fira. Hidup lo keenakan tau ga?!" Serunya

Lira melihat bukunya yang sudah tidak berbentuk lagi. Ia sudah lelah mencatat di buku itu namun Disya dengan lancang merobeknya. Ia sudah muak di perlakukan seperti ini. Ia melirik tajam Disya. "Kamu apa-apan sih. Datang-datang malah robek buku aku. Aku gak tahu masalahnya apa, tapi kamu selalu cari masalah sama aku," ungkapnya

"Lo selalu cari masalah sama gue. Gara-gara semalam lo ngadu ke Bu Fira, gue malah dikasih surat panggilan orang tua. Baru kali ini ada orang yang seenaknya ganggu gue, apalagi lo seorang cacat," geram Disya

"Aku gak ngadu sama Bu Fira, Sya. Kamu tahu sendiri kan? Bu Fira yang nyamperin kamu padahal aku gak ngadu, Sya" ungkap Lira

Kring kring kring kring

"Untung aja bel, coba kalau gak, udah gue hantam lo. Awas lo ya, ini peringatan pertama," ancam Disya

*** "Selamat pagi anak-anak" ucap Bu Fira

"Pagi, Bu" serentak anak-anak

"Silahkan kumpulkan catatan kalian yang ibu suruh catat, Ibu mau menilai catatan kalian, " jelasnya

Lira menatap nanar bukunya yang sudah hancur lebur di tangannya. Ia menoleh ke arah Arga. "Kamu belum selesai catatan ya? Soalnya daritadi kamu tiduran melulu," tanyanya

Arga menoleh dan berdecak sebal. "Urusin aja hidup lo, gausah ganggu gue. Gue mau tidur," jawabnya

"Kenapa hanya 35 buku yang ada di meja saya? Siapa yang belum selesai catatannya? Silahkan angkat tangan," perintah Bu Fira

Lira mengangkat tangannya perlahan. "Sa-saya, Bu"

Bu Fira menatap Lira aneh. "Kamu kenapa belum selesai catatannya?"

"Saya sudah selesai, tapi buku catatan saya malah ketinggalan di meja belajar saya, Bu," jelas Lira

"Kalau begitu kamu saya hukum hormat ke tiang bendera sampai jam istirahat!" Seru Bu Fira. "Apa tidak ada lagi yang belum selesai? Mana satu orang lagi? Jujur," lanjutnya

Disya mengangkat tangannya. "Saya tahu, Bu. Arga belum selesai juga catatannya," tuturnya

"Kamu lagi, Arga. Kamu harus dihukum bareng Lira. Hormat bendera sampai jam istirahat," perintah Bu Fira

Lira berjalan tertatih-tatih dengan tongkatnya. Sedangkan Arga melengos pergi ke lapangan.

*** Setelah bel istirahat berbunyi, Lira menuju kantin. Ia ingin pergi ke kantin untul membeli minuman. Namun, ia baru ingat jika ia tak tahu dimana letak kantin. Arga juga sudah pergi sedari tadi entah kemana.

"Kayaknya lo lagi haus banget, nih. Mau ke kantin bareng gue gak?" Tawar Disya

Lira terdiam sebentar. Ia takut dijahili Disya lagi. Namun, sekarang tenggorokannya membutuhkan asupan air, dan dia juga tidak tahu dimana kantin berada. Lebih baik ia bareng saja dengan Disya dan menghilangkan pikiran buruknya tentang Disya. "Hm, oke. Aku mau ikut sama kamu ke kantin" jawabnya

"Yaudah, ayo. Kita jalannya barengan aja, sekalian gue nunjukin dimana kantinnya," Lira hanya tersenyum dan mengangguk mendengar penuturan Disya.

*** Setelah asyik bercakap-cakap dengan Disya, tiba-tiba Disya memberhentikan langkahnya. Ia menyeringai lebar. "Ini kantinnya, Ra," bohongnya

Lira menautkan kedua alisnya heran. "Ini bukan kantin, kan? Kenapa sepi banget terus kok gak ada gerobak makannya? Kamu bohongin aku lagi?" Tanyanya sambil meremas roknya

"Lo kira gue secepat itu mau baikan sama lo? Lo kira gue sebaik itu juga nganterin lo ke kantin? Ya enggaklah. Lo aja yang mudah percaya, cih" Disya berdecih. Ia menjatuhkan tongkat Disya dan membuat Lira langsung tersungkur ke lantai.

Air mata perlahan menetes di mata Lira. "Apa aku seburuk itu di mata kamu ya, Sya?" Lirihnya

"Lo emang buruk. Buruk rupa, dan buruk tingkah laku juga," jawabnya. Disya menarik tangan Lira membawa ke ruangan gelap dan berdebu. "Ini kantin yang gue maksud. Kantin yang penuh dengan gelap, bukan dengan makanan," sinisnya. "Tongkat lo gue seret kesini ya, kasian sama lo yang ga bisa ngapa-ngapain bisanya ngesot doang, pfft" lanjutnya sambil menahan tawa

Disya melipat tangannya sambil tertawa. "Lo itu cocok banget tinggal di tempat gak berguna kayak gini. Karena hidup lo juga gak berguna, HAHAHAHAHHAHAH"

Lira hanya bisa menangis tersedu-sedu. "Hikss hikss hiks apa aku segitunya dimata kamu Disya? Apa aku pernah salah sama kamu? Apa kecacatanku ini berdampak sama kamu?" Tanyanya

"Iya, berdampak sama gue. Gara-gara lo, gue dikasih surat panggilan hanya gara-gara gue gur ninggalin lo sendirian di jalan raya. Apa yg itu gak berlebihan menurut lo?" Tanya Disya balik

"Hiks hiks, padahal kan aku korbannya kok malah kamu yang marah-marah sama aku. Apalagi kemarin kamu sengaja ninggalin aku di tengah jalan," jawabnya

Karena sudah tersulut emosi, Disya menjambak rambut Lira dengan sekuat tenaga. Sedangkan Lira hanya menangis dan terus menangis. Ia harus membalas kejahatan dengan kebaikan, sesuai dengan perkataan ibunya.

Brak

Tiba-tiba Arga datang dan menghentikan Disya yang menjambak rambut Lira. "Lo yang cari masalah tapi malah dia yang kena dampak. Gue harap lo berubah, Dis. Gue harap lo udah bisa berpikir bijak disini," pintanya

Arga membantu Lira berdiri dan mengaitkan tongkatnya di tangan Lira.

*** Setelah Arga mengantar Lira ke kelas, ia langsung melaporkan tindakan bully ini pada guru BK. Dan, disinilah Disya sekarang duduk dan di ceramahi oleh guru BK serta kepala sekolah.

"Disya, ibu harap kamu tidak memperlakukan teman kamu seperti ini lagi. Bukan hanya fisiknya, kamu juga bisa membunuh metalnya," tegur Bu Asya selaku guru BK.

Disya memainkan kukunya, "Gak ada yang berteman sama si cacat termasuk saya sendiri, Bu," ujarnya

Bu Asya menghela nafas kasar. Ia harus sabar menghadapi tingkah laku preman sekolah ini. "Kita manusia, sama-sama dilahirkan dari rahim seorang Ibu, sama-sama diciptakan Tuhan. Semua juga punya kekurangan. Dan kita harus menghargai kekurangan itu. Jangan jadi kekurangan seseorang jadi bahan lelucon atau bahan bullyan, Disya. Ibu tahu kamu mungkin kesal pada Lira karena kamu mengira gara-gara dia kamu mendapat surat panggilan orang tua. Padahal, kemarin kamu yang cari masalah dan kamu jugalah yang harus dihukum disini, Disya. Bukan Lira," ujar Bu Asya lembut. "Sekarang, kamu boleh kembali ke kelas dan renungkan kesalahan kamu," lanjutnya

***

Lira menuju tempat duduk Disya dan mengulurkan tangannya. "Aku minta maaf kalau aku ada salah ke kamu ya, Sya," pintanya

Disya hanya menatap malas uluran tangan itu. Ia berdecih. "Lo emang banyak salah ke gue. Jadi gak usah sok gak tahu dan sok baik sama gue. Gue benci sama orang munafik," tuduhnya. Lagi-lagi, ia meninggalkan Lira yang menunduk sedih.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post