Nesya Tannia Hulu

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

1. Pindah sekolah

Lira sangat semangat di hari pertama pindah ke sekolah barunya, di SMP Bintang Angkasa. Banyak anak yang mengernyit heran pada Lira dikarenakan wajahnya yang sangat asing di sekolah mereka ditambah dengan kecacatan yang dimilikinya. Meskipun cacat, itu bukan penghambat semangat Lira di hari pertamanya. Saat Lira sedang menyusuri koridor, tongkatnya dijatuhkan oleh seseorang. Perempuan itu berdiri dengan angkuh di depan Lira.Perempuan itu menunduk sedikit."Oh, ini yang katanya anak cacat," sindirnya.

Lira hanya mampu mengambil tongkat dan berusaha menutup telinga dari sindiran teman barunya itu.

Perempuan itu mengulurkan tangannya. "Oh, iya. Nama gue Disya Nama lo siapa? Gue mau kenalan nih, jarang lho gue ngajak kenalan ke orang lain," ajaknya.

Lira berdiri. Ingin membalas uluran tangan Disya, namun langsung ditepis oleh Disya. "Oh iya, gue lupa belum cuci tangan. Nanti yang ada, kuman di tangan lo ketular di tangan gue," kata Disya.

Disya melengos pergi begitu saja meninggalkan Lira yang masih tertohok akan ucapannya. Lira langsung berjalan melanjutkan perjalannya ke ruang kepala sekolah, tanpa memperdulikan pandangan jijik yang diberikan oleh teman-temannya. Lira tahu, ini pasti akan terjadi. Sama dengan di sekolah barunya. Setelah Lira sampai ruang kepala sekolah, ia langsung mengetuk pintu ruangan itu.

Tok tok tok tok

"Silahkan masuk," kata kepala sekolah

"Selamat pagi, Pak. Perkenalkan, saya Lira Denita. Anak baru di sekolah ini, Pak" paparnya.

"Oh, ternyata kamu anak barunya. Silahkan duduk dulu, Nak. Biar saya panggil dulu Wali Kelasmu, nanti beliau yang akan antar," jelas Bapak kepala sekolah.

"Baik, Pak," jawab Lira.

"Nah, ini beliau yang menjadi Wali Kelas kamu. Namanya Bu Safira," jelas kepala sekolah

"Baik, perkenalkan nama saya Safira. Ananda Lira bisa memanggil Bu fira saja. Kamu berada di kelas IX-B ya, Nak. Sekarang biar ibu yang antar kamu ke kelas," ajak Bu Fira.

‌Setelah banyak berbincang dengan Bu Fira di koridor. Sekarang, Lira sudah berada di depan pintu kelasnya.

"Selamat pagi anak-anak, kalian kedatangan teman baru. Ananda, Lira silahkan masuk dan perkenalkan dirimu, Nak," ajak Bu Fira.

Lira menarik nafas dalam-dalam lalu perlahan memajukan langkahnya ke dalam kelas. Ia mulai memperkenalkan diri. "Perkenalkan, Na-nama-ku Lira Denita. Kalian bisa memanggil aku Lira, aku harap ka- kalian bisa berteman denganku."

Ogah gue temenan sama orang cacat

Masa gue temenan sama orang cacat

Yang ada kena sial gue temenan sama dia Lira tersenyum simpul mendengar gumaman teman-temannya. Ia harus sabar. Bu Fira memukul meja, "Diam! Kalian bisa tidak menghargai teman kalian? Jangan karena kekurangannya kalian menjauhinya," sentaknya

Salah satu seorang anak perempuan berdiri. Dia adalah perempuan yang menjatuhkan tongkat Lira di koridor tadi, Disya. Disya melirik sinis Lira. "Cih, dia memang tidak pantas berteman dengan kami, Bu. Dia cacat dan juga terlalu munafik dengan tampang polos yang dia punya, Bu. Jangan percaya dengan tampang polosnya itu," tegasnya

"Sudah, sudah. Sesama manusia harus saling menghargai dan mengasihi. Setiap orang punya kekurangan masing-masing. Kalian juga pasti punya kekurangan. Jadi, kalian harus saling menghargai dan satu dalam ikatan kasih. Tidak boleh membeda-bedakan teman. Kalian harus ingat itu," papar Bu Fira

"Iya, Bu," jawab anak-anak dengan serentak

"Oke kalau begitu. Lira, kamu boleh duduk di samping Arga. Tempat duduk Arga bersebrangan dengan Disya. Paling pojok kanan belakang ya," jelas Bu Fira

Lira tersenyum dan mengangguk. Ia melangkah menuju tempat duduknya. "H-hai, aku boleh duduk disini kan?" tanya Lira.

"Kalau gue gak mau juga nanti yang ada gue dimarah, mending lo duduk aja gak usah banyak ngomong," sinis Arga

"E-ehm oke. Maaf ya kalau aku ganggu kamu," ringis Lira

"Kalau lo masih banyak ngomong, mending cari tempat lain. Gue gak layanin orang berisik," sindir Arga

Lira langsung duduk di samping Arga. Ia harus menghargai permintaan temannya itu. Setelah beberapa jam belajar, akhirnya bel istirahat berbunyi juga. Lira ingin ke kantin tapi ia tak tahu dimana tempatnya. Ia juga takut bertanya pada Arga. Ah, mungkin jika ia bertanya pada Disya lebih baik. "Di-disya kamu tau gak dimana kantin? Soalnya aku mau kesana cuman gak tahu dimana tempatnya," ucap Lira

Disya melirik sinis Lira, "Gue tau dimana kantin. Cuman, kalau gue bareng sama anak cacat nanti gue dikira siapa-siapanya lo lagi. Nanti yang ada teman-teman gue jauhin gue karena bareng lo. Jadi, lo pasti tau jawaban gue apa," tolaknya

Lira menutup mata menahan agar air matanya tidak keluar. Ia tidak mau dianggap lemah lagi. Ia harus bangkit dari fase ini.

"Oke, gak apa-apa kok. Tapi, kan aku hanya nanya kantin dimana, bukan minta diantarin kamu. Em, satu lagi aku cuma mau ingetin semua kita itu sama di mata Tuhan. Gak ada istilah sempurna atau cacat," tuturnya

Disya membelalakkan matanya mendengar penuturan Lira. "Jangan mentang-mentang lo cacat gue gak bisa ngapa-ngapain lo ya. Gak usah sok bijak deh. Lo urusin aja hidup lo sama kaki lo yang gak ada itu. Aduh, mulut gue keceplosan lagi," umpatnya. Tanpa aba-aba ia langsung meninggalkan Lira.

Lira berusaha mati-matian agar cairan bening yang menumpuk di pelupuk matanya tidak keluar. Ia sadar, ia hanya seorang cacat. Namun ia pantas juga memiliki teman dan impiannya. Ia ingin bangkit dari fase yang menyedihkan ini, namun ada saja yang menahannya agar tetap tinggal di fase ini.

"Ya, aku harus bangkit dari hinaan mereka. Aku harus bisa menggapai impianku. Aku harus membalasnya dengan prestasi ku." Senyum terpatri indah di bibir Lira.

Bel pulang sudah berbunyi sejak tadi. Namun, Lira sedari tadi menunggu ojolnya datang di depan sekolahnya.

"Waduh, sudah setengah jam aku nunggu bang ojol tapi gak datang-datang. HP aku juga lowbat lagi. Aku gak bisa kabari Ibu atau Naya," gumamnya

"Lo belum pulang? Nunggu bang ojol pasti," timpal Disya

"Kamu ngagetin aku aja, Sya," Tiba-tiba ide jahil terlintas di benak Disya. "Temenin gue ke warung depan dong, soalnya gue gak berani sendirian kesana hehe. Takutnya banyak preman yang ganggu, kamu mau kan?" Harapnya

Lira mengangguk. "Oke, gak masalah kok. Ayo, kita nyebrang dulu ya. Tapi aku agak lama nyebrang karena pakai tongkat. Gak apa-apa kan?" Tanyanya

"Iya, gak apa-apa. Gue nanti yang gandeng tangan lo,"jawabnya

Saat di tengah jalan, tiba-tiba Disya melepaskan kaitan jarinya dengan Lir dan berlari menyebrang meninggalkan Lira. Otomatis membuat Lira takut sendirian di tengah jalan apalagi ada mobil yang melaju ke arahnya. Lira sekuat tenaga berlari tertatih-tatih menyebrang dan menyusul Disya. Sedangkan disana, Disya terkekeh kecil melihat Lira ketakutan.

Lira terkejut ada tangan yang menggenggam tangannya lalu membantunya berlari menyebrang jalanan. "Ayo, Nak. Ibu bantu kamu nyebrang ya, jangan takut. Ada ibu disini." ucap Bu Fira tersenyum. "Terimakasih banyak, Bu," Akhirnya, Bu Fira dan Lira bisa menyeberang bersama.

Lira tersenyum lega. "Sekali lagi terimakasih banyak, Bu. Tanpa ibu mungkin saya gak bakalan selesai menyebrang." Tuturnya

"Tidak apa-apa, Nak. Oh iya, kamu kok bisa sendirian nyebrangin jalan?" Tanya Bu Fira Lira melihat Disya di depan warung sambil memelototi matanya agar tidak mengatakan yang sebenarnya. "A-anu, saya tadi niatnya pergi ke warung buat beli minuman, Bu." Jawabnya

"Kamu tadi lihat apa? Kok ketakutan begitu?" Tanya Bu Fira. Namun, Lira menunduk saja tidak menjawab pertanyaan Bu Fira. Karena tidak mendapat respon apapun, ia berjalan menuju arah penglihatan Lira tadi.

"Lho, kamu kok ngendap-ngendap gitu jalannya, Disya? Apa jangan-jangan kamu yang usilin Lira, ya? Ngaku kamu!" Seru Bu Fira

"Eh-m, Bu. Saya sudah dijemput. Saya pergi dulu ya," pamit Disya

"Saya belum selesai ngomong, Disya!" Pekik Bu Fira

"Sudah, Bu. Bukan Disya yang mengajak saya menyebrang," ucapnya. Lira tersenyum. "Pesanan ojol saya sudah datang, Bu. Saya pamit dulu ya, Bu." "Hati-hati ya, Nak!" Seru Bu Fira

***

"Lira, kamu sudah pulang ternyata. Bagaimana hari pertamamu, sayang?" Tanya ibu lembut.

"Cukup menyenangkan walaupun banyak yang tidak senang dengan Lira, Bu," keluhnya

Ibunya tersenyum sambil mengusap kepalanya. "Tidak apa-apa, Nak. Kamu hanya perlu balas mereka dengan kebaikan. Jangan balas dengan kejahatan ya, Nak. Jadilah orang bijak," pinta ibunya

"Iya, Bu. Lira usahakan. Doain Lira terus ya, Bu," pinta Lira

"Ibu akan selalu mendoakan mu, Nak," jawab ibunya

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post