BAB 8, Bisnis Persahabatan
BAB 8, BISNIS PERSAHABATAN
“bonjour, Tania” kata Eric, teman sekelas Tania. Tania menoleh. Sabrina yang ada di sisi Tania, nyengir lebar.
“moi?” tanya Tania. Eric mengangguk. “yes?” tanya Tania lagi
“do you want to date her?” kata Sabrina nyengir. Eric mendelik kearah Sabrina. Tania sudah ancang-ancang ingin membuka sepatunya, hendak menimpuk.
“seriously?! I just want to return her book” kata Eric ketus. Tania sudah melirik sinis Sabrina. Tania mengambil buku itu dari tangan Eric.
“Merci” kata Tania tersenyum ramah.
“lagi ngapain sih? Chattan sama Eric ya?” kata Sabrina nyengir
“apaan sih, Eric mulu yang dibicarain” kata Tania ketus
“masa sih? ciee..” kata Sabrina nyengir
“gak percaya liat aja sendiri. Aku itu lagi baca ini nih.. arti ‘cie’ adalah cause I’m envy” kata Tania mencibirkan bibir. Sabrina melirik risih kearah laptop Tania. “artinya karena aku cemburu. Kamu cemburu?” kata Tania nyengir. Sabrina mendengus sebal.
“ngapain jadi bicarain Eric sih?” kata Sabrina ketus. Tania malah tertawa.
“lah kan kamu yang mulai. Rasain tuh. Senjata makan tuan” kata Tania menyeka ujung matanya yang berair sebab tertawa. Sabrina sudah menimpuk Tania dengan bantal.
Keesokan harinya, sepulang dari kampus.
“cobain bikin kue yuk. Aku dapat resep dari mama” kata Tania terlihat menscroll-Scroll sesuatu.
“hah? Serius? Bukannya kamu itu gak bisa dan gak suka masak ya?” Sabrina nyengir. Tania mendengus sebal.
“yaudah kalau gak mau, aku bikin sendiri aja” kata Tania datar. Sabrina mengejar Tania menuju dapur.
“eh iya iya aku mau ikutan” kata Sabrina terengah-engah. Tania mencibirkan bibir. “bahan-bahannya udah?” tanya Sabrina lagi. Tania berdiri mematung. Nyengir, menggeleng pelan.
“bahan-bahannya apa aja?” tanya Sabrina memperhatikan rak besar berisi bahan bahan kue. Tania menyebutkan semuanya, sedangkan Sabrina menjadi asisten Tania. Mengambilkan apa yang disuruh.
“masukkan mentega, gula pasir, lalu masukkan telur. Campurkan sampai merata, lalu masukkan tepung” kata Tania dengan mata yang menatap layar Smart Pad nya. Sabrina menuruti perintah Tania, mereka mengikuti langkah langkah yang ada di resep itu.
“ini gak terlalu kental nih?” tanya Sabrina mendelik. Tania mengangkat bahu, coba saja dulu. Mereka menunggu kue matang selama satu jam.
“kamu sih, masukin baking powder nya kebanyakan.. ini jadi beleber kemana mana” kata Sabrina menatap bagian dalam oven yang telah tercecer adonan kue.
“lah mana aku tau kalau jadi kayak gini. Kan niatnya biar makin gede kuenya” kata Tania sambil mencuci tangannya. Sabrina nyengir.
“emang mau ngapain dibikin gede-gede coba?” kata Sabrina mendelik.
“mau buat nimpuk muka kamu” kata Tania ketus. “kan kamu rakus. Kalau kecil doang nanti kamu minta nambah” kata Tania nyengir. Sabrina mengangkat bahu. Mereka memutuskan membuat kue itu lagi untuk kedua kalinya.
“besok kita coba bikin macaron sama Croissant mau?” kata Tania mengusulkan. Sabrina mengangguk sambil mengunyah kue yang berhasil mereka buat.
“enak euy kuenya” kata Sabrina mengacungkan jempol. “bagi-bagi yuk ke teman yang apartememennya deket dari sini” kata Sabrina mengusulkan. Tania mengangguk, mengemasi beberapa potong kue.
“délicieux!” kata Marionette sambil mengunyah kue nya. Tania dan Sabrina tertawa bersama setelah mendapatkan pujian
“hmm… enak juga” kata Syifa, yang kebetulan orang Indonesia. Setelah membagikan semua kue yang tersisa, mereka pulang ke apartemen.
“Tania, Sabrina, Can i buy your cake please?” kata salah satu murid kampus. Sabrina dan Tania menatap satu sama lain, tertawa.
“me too” segerombolan siswa mengelilingi meja Tania dan Sabrina. Mereka sedikit kualahan mencatat pesanan yang menumpuk.
Sepulangnya dari kampus, Tania dan Sabrina membeli bahan-bahan kue, lalu pulang ke asrama dengan tas besar, serta tentengan berat di tangan. Sesampainya di apartemen, mereka mengganti pakaian, lalu memasak kue.
“kue kita enak banget ya?” tanya Sabrina sambil mengaduk adonan. Mereka mencoba membuat resep sendiri.
“mungkin.. udah punya bisnis nih kita” kata Tania nyengir tipis. Sabrina tertawa kecil.
“bicara soal bisnis… mau bikin toko gak?” tanya Sabrina sambil mengaduk adonan. Tania menoleh.
“nanti aja lah pikirin yang itu. Aku masih belum yakin. Yang penting kita urusin pesenan dulu” kata Tania sambil memasukkan bahan-bahan ke dalam mangkuk besar. Sabrina mengangguk.
Pukul sepuluh lewat lima menit malam, mereka baru selesai menyelesaikan seluruh pesanan. Menggunakan motor, mereka membawa pesanan itu ke alamat yang telah dikirim oleh teman-temannya itu.
“akhirnya selesai” kata Sabrina menyeka keringat.
“bikin toko yuk” kata Tania menyalakan TV yang cukup lebar di depannnya. Sabrina menoleh, menyalakan AC.
“dimana?” tanya Sabrina.
“nanti lihat saja. Kita patungan, oke?” tanya Tania. Mata Sabrina membulat, asli mau bikin toko nih? Gumam Sabria. “iyalah.. kan kamu yang mau” kata Tania nyengir, selonjoran diatas sofa berwarna krem.
“Tan.. dekat sini ada yang jual bangunan yang lumayan besar. Dua lantai. Harganya juga murah. jadiin toko aja yuk” kata Sabrina sambil menscroll-scroll Smart Pad miliknya. Tania mendekat, ikut melihat.
“boleh tuh. Di rekeningku cukup. Tapi tetep patungan ya. Uang sisa untuk renovasi, bahan-bahan, dan yang lainnya” kata Tania menghitung-hitung. “tapi jangan bikin kue aja. Bikin macaron, croissant, roti Baguette gitu. Cup Cake Oke?” kata Tania menjelaskan. Sabrina mengacungkan jempolnya.
“siap bos!”
Satu bulan kemudian, toko Sabrina dan Tania sudah resmi dibuka. Toko itu dinamai “TaniBrina Cake Shop.” Sederhana, namun berkelas. Toko diwarnai putih dan ungu muda, terlihat manis. Semanis kue dan persahabatan mereka.
Hanya butuh waktu beberapa bulan, toko mereka benar-benar sukses. Sabrina dan Tania sudah menyewa beberapa karyawan untuk membantu menjalankan toko karena mereka seringkali mendapatkan tugas kampus. Juga memperkejakan orang di bagian drive thru. Kue mereka laris manis, namun sebenarnya ada bagian pahitnya dari usaha persahabatan mereka. Maksudnya bukan kue nya yang pahit, Sabrina dan Tania tidak memberikan berita manis ini kepada orang tua mereka sama sekali.
“Kak Hana? Kenapa kak?” kata Tania kepada kak Hana yang melakukan panggilan video.
“dengar-dengar kalian punya toko ya? Kakak kaget banget pas tadi nyari toko makanan terkenal. Wah ternyata kalian termasuk! Calon pengusaha sukses kayak mama dan papa kalian. Sudah beritahu belum ke mereka?” tanya kak Hana. Tania dan Sabrina menggeleng pelan. Kak Hana ikut terdiam.
“hmm… kakak mengerti. Ngomong-ngomong, kalian libur semesteran kan ya besok? Adrian juga diberikan waktu libur dari kantornya. Besok boleh kakak ke apartemen kalian? Sekalian mau lihat toko nya langsung. Mau liburan juga. Rania mau keluar negeri lagi katanya” kata kak Hana senang.
“wah boleh banget kak.. mau ketemu juga sama Rania. Dekat sini ada hotel kok kak. Kita tunggu ya kak” kata Tania senang. Sabrina mengangguk cepat.
“sudah dulu ya.. kakak mau rapihkan baju dulu.. hehe.. sampai jumpa besok, Tania, Sabrina!” kata kak Hana mematikan telefon. Tania sudah bersorak sorak senang sekali. Melompat lompat di sofa. Dia akan bertemu kembali dengan kak Hana setelah 6 tahun tidak bertemu. Apalagi sekaligus bertemu dengan suami dan anaknya. Tania benar-benar senang. Sabrina membiarkan Tania mengulang nostalgianya sebagai anak kecil, hahaha…
Keesokan harinya, setelah dia mendapat chat dari kak Hana bahwa sudah sampai di Prancis, Tania terus terusan melirik jam. Bahkan membuat kue sampai tidak fokus, hampir memasukkan garam padahal harusnya memasukkan gula. Untung itu hampir.
Seseorang memasuki toko, suara bel mengeluarkan suara lembutr. Terdengar suara nyaring anak sekitar berumur 6 tahun. Tania terkejut, sedikit adonan tumpah ke celemeknya.
“woahh.. tokonya bagus banget ma” kata anak itu. Tania mematung. Itu asli kak Hana! Tania memeluk kak Hana erat. Menyalami kak Adrian.
“ma… tante ini siapa?” bisik Rania kepada kak Hana. Kak Hana menahan tawa. Tania yang baru berumur 20 tahun dibilang tante.. hahaha…
“iya dek.. panggil dia tante aja” kata Sabrina berbisik kepada Tania. Kak Adrian menahan tawa melihat perilaku putrinya.
“eh jangan dong.. panggil aja kak Tania. Kalau ini, panggil nenek Sabrina” kata Tania nyengir. Kak Hana tertawa lebar. Sabrina memiting Tania. Mereka berdua tidak peduli jika diperhatikan atau ditertawakan karyawannya yang lain saat saling piting-memiting.
“kalian kuliah di jurusan apa?” tanya kak Adrian. Mereka berlima sekarang sedang ada di kursi luar toko, sambil menikmati matcha tea roti Baguette dan roti bakar yang isinya keju mozzarella.
“jurnalis kak” kata Sabrina
“wahh.. keren, keren” kata kak Adrian. Kak Hana dan keluarganya pulang ke hotel. Dan Tania juga Sabrina melanjutkan membuat kue pesanan.
“Tania? Kamu tidak minta dikirimkan uang lagi sayang?” tanya mama Tania dalam panggilan video.
“tidak perlu ma. Tania sudah punya penghasilan sendiri” kata Tania santai.
“apa?! Darimana sayang? Kenapa kamu tidak memberitahu mama dan papa?!” kata mama Tania kaget.
“Ta..Tania banyak tugas ma.. waktu itu belum sempat memberitahu mama” kata Tania sambil mengaduk ngaduk adonan kue.
“ohh.. yasudah, lama-lama perusahaan Chloe itu bakal tertinggal jauh dari di belakang kita!” kata mama Tania ketus. Sabrina yang tidak terlalu jauh dengan Tania terdiam. Mereka berdua bertatapan diam-diam.
“sudah dulu ya ma.. lagi banyak pengunjung.. bye mama” kata Tania mematikan panggilan video itu. Tania dan Sabrina terdiam satu sama lain.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar