BAB 2, Satu Sekolah
BAB 2, SATU SEKOLAH
Seminggu kemudian. Hari ini, adalah hari pertama Tania sekolah di SD untuk pertama kalinya. Tania akan mendapat teman baru di sekolah itu. Tania segera bangun tidur, mandi, dan berdandan serapih mungkin. Memakai baju seragam merah putih. Tania juga menambahkan aksesori seperti gelang dari manik manik berwarna warni yang pernah ia buat bersama kak Hana. Juga bando berwarna merah muda yang sangat manis. Tania menuju ke lantai 1, pergi ke ruang makan untuk sarapan. Di atas meja makan, sudah tersedia pancake dan susu segar. Tania sarapan cepat cepat karena tidak sabaran.
“Tania. Ingat kata kata mama. Jangan berteman dengan orang asing oke? Kau harus pandai memilih teman” kata mama Tania menatapnya lamat lamat. Kesenangan Tania gugur seketika. Semangat Tania mulai luntur dalam sekejap. Wajah Tania berubah.
“memangnya kenapa sih, ma?... Aku selalu memenuhi keinginan mama. Tapi Tania tidak mau memenuhi keinginan mama yang satu ini” Tania menunduk. “mama kan juga selalu memenuhi keinginan Tania. Tapi mama tidak pernah memenuhi keninginan Tania yang satu ini. Jadi… mama dan Tania impas kan?” kata Tania lagi.
“tapi, Tania”
“sudahlah ma.. aku mau berangkat sekolah!” kata Tania ketus, memotong pembicaraan mamanya. Berjalan sedikit cepat menuju mobil, sambil menggerutu sebal. Kak Hana menatap Tania prihatin.
“Pak Husein. Kenapa sih mama selalu melarang Tania untuk berteman? Memangnya ada ya, berteman dengan aturan?” tanya Tania kepada supirnya yang bernama Pak Husein, sambil menatap keluar kaca mobil.
“tentu saja Tania. Mama benar. Kita harus pandai mencari teman. Gak mungkin kan kalau Tania berteman dengan orang jahat?” kata Pak Husein
“tapi.. Memilih teman maksud mama kan beda dengan yang dimaksud bapak. Memilih teman yang ada di pikiran mama, adalah memilih orang kaya saja. Memilih yang pintar, memilih yang cantik. Tapi apa gunanya? Bertolak belakang yang dimaksud pak Husein kan?” kata Tania lesu
“bukan seperti itu Tania.. mungkin Mama, punya alasan baik mengatakan itu” kata pak Husein menjelaskan. Tania semakin jengkel.
“lalu kalau Tania tidak boleh berteman dengan seseorang, kenapa mama memiliki teman yang… eummm… bagaimana ya? Ya.. Centil, dan tidak baik? Kerjaannya shopping setiap hari. Make up tebal. Tania saja enggan mendekati mereka” kata Tania mendengus sebal. Pak Husein tertawa kecil.
Tania sampai di gedung sekolah besar. Sekolah barunya. Dimana Tania akan mendapatkan teman baru. Semangat Tania mulai membara kembali. Tania turun dari mobilnya. Melambaikan tangan kepada Pak Husein. Mengingat kata teman, Tania jadi memikirkan Sabrina. Sedang apa ya dia sekarang?
“Tania?” terdengar suara lembut yang dikenali Tania dari belakang. Tania menoleh. Terkejut, mematung. Mereka berdua berpelukan senang. Menuju kelas mereka masing masing. Tertawa bersama setelah mendengar jawaban yang sama satu sama lain.
“lenganmu sudah sembuh?” tanya Sabrina sedikit pelan. Tania menoleh. Sebenarnya sih masih sedikit sakit. Kemarin terinjak oleh anak anak besar itu. Tania mengangguk cepat. Tersenyum. Dia tidak ingin Sabrina khawatir.
“tidak… kamu berbohong iya kan? Mulutmu memang bilang itu.. tapi.. wajahmu tidak” kata Sabrina menunduk. “kau tidak mau aku khawatir kan?” tanya Sabrina sambil tetap menunduk. Tania terdiam. “sudahlah, lupakan saja” kata Sabrina tersenyum tipis.
Kriiingggg!!!!... Bel masuk berbunyi. Tania dan Sabrina segera memasuki kelas barunya. Menjalani aktifitas seperti yang diarahkan. Sampai waktu istirahat pertama tiba.
“kau pernah punya teman tidak?” tanya Tania menunduk. Sabrina yang ada di depannya mengangkat kepala. Mengangguk pelan. Kenapa?
“dulu aku punya saat masih di taman kanak-kanak. Kenapa?” tanya Sabrina kepada Tania. Tania menghela napas pelan.
“aku tidak pernah punya teman. Mama selalu…” Tania menelan ludah. Sabrina menunggu kelanjutannya. “melarangku” Sabrina yang sedang memakan bakso nya, tersedak.
“kok gitu sih?” tanya Sabrina bingung. suaranya lembut, namun intonasinya jengkel. Tania mengaduk aduk makanannya. Mengangkat bahu. Sabrina tersenyum tipis. “kalau mau… aku akan jadi temanmu.. kalau boleh, sahabat juga bisa” kata Sabrina tersenyum menatap Tania lamat-lamat. Tania kaget. Membuat dengkulnya terhantuk ke meja. Mengaduh.
“eh kamu tidak apa apa kan?” tanya Sabrina. Tertawa kecil. Tania menatap Sabrina tidak percaya. Sabrina tersenyum lebar.
Ini baru bagian awal. Hari ini, dimana Tania memiliki sahabat pertama sepanjang hidupnya. Membuat hidupnya berwarna, menyenangkan, penuh kisah, atau apalah..
“kau tidak dijemput orang tuamu kan?” tanya Sabrina saat pulang sekolah. Tania menggeleng. Dia selalu dijemput pak Husein, supir pribadinya.
“bagus lah kalau begitu. Aku juga dijemput supirku. Intinya… jangan sampai orang tua kita tau.. karena.. mama dan papaku melarangku untuk berteman denganmu.” Kata Sabrina pelan.
“jadi… kita hanya bisa bertemu di sekolah ya?” tanya Tania lesu. Sabrina mengangguk samar. “yasudah.. lebih baik daripada tidak sama sekali” Tania tersenyum tipis. Mobil lamborgini berwarna hitam merapat. Itu mobil Sabrina. Sabrina melambaikan tangan kepada Tania. Beberapa menit kemudian, datang Pak Husein dengan mobil Alphart salah satu mobil milik orang tuanya. Mungkin mamanya memakai yang Ferrari, sedangkan papa memakai yang lamborgini. Entahlah.
Hari itu, dimana Tania mendapatkan sahabat pertamanya yang kelak akan menjadi orang yang paling berharga di hidupnya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar