BAB 12, Jawaban Dari Segalanya
BAB 12, JAWABAN DARI SEGALANYA
“Satu bulan yang lalu… orang tuaku bercerai” kata Sabrina pelan. Tania masih tersengal. “dan papa… tidak memperbolehkanku untuk mendekatimu lagi. Aku memberitahu papa kalau… kita adalah sahabat” kata Sabrina, mulai menangis. “aku akan menjelaskannya”
“ma.. mama jangan lakuin itu ma.. Sabrina gak mau.. mama berubah. Gak kaya dulu. Mama tolong ma.. bagaimana dengan papa?” kata Sabrina mengguncang guncang bahu mamanya. Suaranya bergetar.
“kamu ini apa apaan sih?! Jangan panggil aku dengan sebutan mama lagi! Karena kita sudah bukan keluarga” kata mama Sabrina menggandeng sosok pria. Bukan papanya, melainkan suami barunya.
“Chloe! Apa apaan kamu ini?! Siapa orang ini?!” bentak papa Sabrina.
“kau tidak perlu tahu. Aku sudah bosan hidup denganmu terus. Ambil saja perusahaan! Ambil! Aku tidak mau mengurusnya lagi” kata mama Sabrina meninggalkan rumah besar mereka.
“papa..” kata Sabrina menangis terisak. Papa Sabrina memeluk Sabrina erat.
“maafkan papa.. maafkan papa.. sungguh maafkan papa, Sabrina” kata papa Sabrina ikutan terisak. Orang tua Sabrina telah bercerai.
“papa.. ini semua karena Sabrina ya? Pelajaran buat Sabrina karena…” kata Sabrina menyeka air matanya.
“Kenapa memangnya” kata papa Sabrina merengkuh bahu Sabrina.
“tapi… papa jangan marah ya” kata Sabrina dengan suara bergetar. “sebenarnya… Sabrina itu sahabatan sama Tania, anak pak Ronaldo” kata Sabrina terisak. Papa Sabrina menatap putrinya dengan tatapan tidak percaya. “ini salah Sabrina kan pa? ini pelajaran untuk Sabrina kan pa?” kata Sabrina tersengal.
“iya. Ini pelajaran untuk kamu! Kenapa kau tidak pernah mentaati aturan ini, hah?! Setau papa kamu itu anak yang baik. Sabrina yang bilang itu kan? Peraturan harus ditaati.” Kata papa Sabrina mengusap wajah.
“ini semua gara gara Sabrina ya pa? ini pelajaran buat Sabrina ya pa? tapi harusnya pelajaran ini hanya untuk Sabrina, kenapa papa juga ngalamin?” kata Sabrina menunduk. Papa Sabrina terdiam. “Sabrina tau kok pa.. tentang peraturan itu. Tapi kenapa peraturannya terlalu kejam pa? kenapa?” tanya Sabrina tersengal. Papa Sabrina terdiam.
“Sabrina orang jahat, iya kan pa?” tanya Sabrina pelan. Papa Sabrina menoleh.
“tidak, sayang. Kamu bukan orang jahat. Ini hanya pelajaran untukmu. Pelajaran karena kamu tidak mentaati peraturan. Bukan karena kamu orang jahat” kata papa Sabrina.
“tapi peraturan ini terlalu kejam pa! Sabrina gak terima” kata Sabrina meneteskan air mata. “apa Sabrina perlu pindah universitas saja?” kata Sabrina pelan sekali.
“tidak, Sabrina. Papa masih mengijinkan kamu kuliah di Prancis. Tapi berjanjilah, jangan dekati Tania, oke?” kata papa Sabrina. Sabrina terdiam.
“Sabrina tidak bisa berjanji pa. tapi akan Sabrina usahakan. Sabrina orang jahat, pa. orang jahat. Karena Sabrina, mama dan papa berpisah” Sabrina mennduk.
“tidak Sabrina. Ini hanya hukuman, bukan berarti kau orang jahat.” Kata papa Sabrina.
Kalau papa bilang ini hukuman karena aku tidak mentaati aturan, itu berarti benar. Aku benar benar bukan anak baik lagi. Tapi hanya ini cara agar papa bahagia. Tapi bagaimana caranya agar aku bisa menjauhi Tania? Bagaimana? Ya Tuhan, aku benar benar tidak mau melihat papa sedih. Aku tidak mau dampaknya akan berhubungan dengan papa. Mama sudah tidak ada, aku hanya punya papa dan Tania. Tapi Tania benar-benar harus aku lupakan. Ya Tuhan, salahku apa? Berteman membuatku mendapat hukuman seperti ini? Dengan berpisahnya papa dan mama? Maafkan aku pa, sungguh, Tania akan berusaha menjauhi Tania, tapi Sabrina tidak bisa berjanji, maafkan Sabrina pa, sungguh. Sabrina tidak mau melihat papa sedih. Harusnya aku saja yang mengalami ujian ini, papa tidak usah. Biar Sabrina yang sendu, tapi jangan papa. Maafkan Sabrina pa, sungguh. Gumam Sabrina.
Sabrina menjelaskan semuanya. Semua dijelaskan dengan detail. Tania terdiam, manatap Sabrina lamat-lamat, mengangguk pelan, mengerti. Sabrina terisak. Clarissa terdiam.
“aku berbohong demi papa. Demi kau, demi kita. Aku lelah, karena itu aku ingin melupakan semua ini. Melupakan rasa sakit!” kata Sabrina tersengal. Tania terdiam, menyeka air mata.
“lantas kenapa kau menyuruh Sabrina untuk melakukan cara gila ini?!” tanya Tania kepada Clarissa. Meneteskan air mata.
“karena aku tidak menyukaimu! Aku iri padamu!” kata Clarissa terisak. Tania terdiam, menunggu penjelasan. “sejak kecil aku sudah ditinggal oleh bunda. Dan papa kurang menyayangiku. Sering memarahiku, memukulku, lantas aku pindah ke rumah paman bibiku. Mereka memang menyayangiku, namun diumurku yang ke 13, paman meninggal, karena kanker otak. Saat itu aku mengenalmu karena mendengar dengar dari orang lain. Kau adalah putri dari salah satu pengusaha tersukses di Indonesia. Kau mendapat banyak kasih sayang. Sedangkan aku? Hanya bisa berbohong untuk mempunyai teman. Bibiku memang punya rumah besar dan segalanya. Aku juga memiliki prestasi. Namun aku tidak tahu rasanya dicintai seorang ibu dan ayah lagi! Aku iri padamu! Aku sudah lelah, aku memutuskan melakukan hal gila ini! Aku membencimu, lantas aku memanfaatkan Sabrina agar ikutan membencimu. Maafkan aku” kata Clarissa terisak. Tania menghela nafas. Tania mengerti, Clarissa menjadi seperti ini karena tidak mendapat kasih sayang orang tua.
“kau membenciku dan kau menghasut sahabatku agar dia juga membenciku? Caramu itu udah gak jaman tau gak? Caramu itu terlalu lemah! Lantas kenapa kau sok sok-an kuat padahal hanya berani dengan melakukan cara seperti ini?! Caramu itu terlalu lemah! Tatap mataku! Bukan hanya kau yang hidup menderita. Memangnya aku bersahabat dengan Sabrina dengan diketahui oleh orang tuaku? Tidak! Bahkan aku dilarang untuk berteman dengan siapapun. Bagiku itu sudah menderita! Hanya berbohong yang bisa kulakukan. Namun berbohongku berbeda dengan berbohongmu!” kata Tania tersengal. Clarissa tertunduk dalam, tidak sanggup menatap mata Tania lagi.
“ka..kau marah kan?” tanya Sabrina pelan. Tania menoleh.
“iya aku marah! Karena kau tidak membiarkanku untuk mengetahui hal ini!” kata Tania mengusap wajah. Sabrina tertunduk.
“ka..kau mau kemana membawa koper?” tanya Sabrina memperhatikan koper besar yang dibawa oleh Tania.
“aku mau pulang ke Singapura. Kau sudah berubah. Aku kecewa padamu” kata Tania berdiri dari duduknya, menyeret koper. Berlari meninggalkan Sabrina.
“Tania tunggu!!” kata Sabrina mengejar Tania. Tania hampir tertabrak oleh mobil yang melaju sangat cepat. Namun dengan sigap, Sabrina mengorbankan dirinya. Kepala Sabrina terbentur keras di jalan raya. Clarissa yang ikutan mengejar Tania dan Sabrina menutup mulut, terkaget melihat Sabrina yang tidak sadar. Darah berceceran dimana-mana. Tania terisak, lihat apa yang telah dilakukan oleh Sabrina sebagai permintaan maaf? Liontin yang diberikan oleh Tania digenggam erat dalam keadaan pingsan. Tania berteriak teriak mencoba membangunkan Sabrina. Beruntung pelaku mau bertanggung jawab. Tania, Clarissa, dan Sabrina yang dalam keadaan tidak sadar, pergi ke rumah sakit terdekat pada pukul 10 malam.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar