-5.Kawan Adalah Lawan-
5. Kawan Adalah Lawan
Dari hasil latihan keras, Perguruan Harimau Putih pulang sebagai sang juara. Ajeng mendapatkan juara 1 , Sandra juara 2 untuk tingkat Kader Dasar. Sedangkan Bastian mendapat juara 1, Arif juara 2 untuk Kader Muda.
Ajeng pulang ke rumah dengan rasa yang tidak sabar ingin merebahkan badannya di kasur. Belakangan ini Ajeng benar – benar menguras tenaganya untuk silat. Akhirnya ia bisa menikmati waktu tidurnya dengan sangat rilex tanpa beban pikiran.
Matahari bersinar begitu cerianya seperti suasana hati Ajeng. Cahaya masuk ke ventilasi jendela dan memberi corak di wajahnya. Ajeng langsung terbangun karena silau. Ia bergegas bersiap - siap untuk pergi ke sekolahnya. Hari ini suasanya hatinya sangat senang karena ia ulang tahun yang ke-17. Happy Sweet Seventeen Ajeng!
Ajeng jalan kaki menuju sekolah bersama Sandra dan Bastian. Mereka memang selalu bersama menuju sekolah. Setibanya di sekolah, Ajeng mendapat begitu banyak ucapan ulang tahun dari teman – temannya. Bahkan , loker Ajeng dipebuhi dengan kado – kado bersampul menarik dan lucu.
Bel pulang sekolah berbunyi dan semua siswa pulang ke rumah. Ketika hendak menyebrang, Ajeng tercengang melihat wajah pria yang lumayan familiar baginya. Dan siapa sangka pria tersebut adalah orang yang menabrak Ajeng di hari lomba kemarin.
“Ajeng, ayok nyebrang! Kok malah bengong sih?” Tanya Bastian.
“Tau nih. Kamu kenapa Jeng?” lanjut Sandra.
“Eh, maaf maaf. Nggak papa kok. Cuman, mobil hitam tadi mobil siapa?” tutur Ajeng keheranan.
“Ooh, yang tadi ya? Itu kan mobilnya Tania. Tapi , yang bawa mobil supirnya.” Jawab Sandra.
“Ooh, gitu.”
“Emang kenapa Jeng?”
“Nggak ada apa – apa kok Bas. Cuman seingatku walaupun agak samar sih, yang bawa mobil itu adalah orang yang nabrak aku ketika perjalanan lombva silat kemarin.”
“Hah, kamu seriusan Jeng?!” Tanya Bastian panik.
“Kalo gitu, ini mah gak bisa dibiarin gitu aja Jeng! kita harus laporin ke polisi!” tukas Sandra emosi.
“Eh, gausah gausah. Lagipula aku kan gak kenapa – kenapa. Gak papa kok, biarin ajaa.” Jawab Ajeng tenang.
“Tapi Jeng, ini kan gak bisa dibiariin!”
“Gaak paapaa kok. Biarin ajaa, im fine gais!”
“Duuh, okedeh.”
Sandra dan Bastian hanya bisa mengiyakan sahabat mereka yang terlalu baik dan agak keras kepala itu. Mereka bertiga melanjutkan perjalanan kerumah masing – masing.
~0~
Hari sudah menunjukan pukul setengah enam sore. Ajeng hendak pulang kerumahnya setelah latihan silat. Hari ini latihan selesai lebih cepat, karena Ali hendak mengurus urusan yang mendadak. Namun, ketika asik berjalan ia terhenti melihat seorang gadis yang duduk sendiri melihat pemandangan sawah. Yang tidak lain adalah, Tania.
Ajeng segera menghampiri Tania. Ia tidak bermaksud marah dan balas dendam atau semacamnya. Namun, Ajeng menemui Tania karena ia ingin berdamai dan bersaing secara sehat. Baginya, tidak ada guannya Tania marah kepada Ajeng karena iri. Bukankah mereka bisa berdamai?
“Heh! Ngapain kamu kesini?!” bentak Tania.
“Aku udah tau semuanya kok,” Ajeng segera duduk disebelah Tania.
“Ta- Tau apaan sih?”
“Iyaa. Kamu kan yang nyuruh mobil hitam waktu itu buat nabrak aku.”
“Ih gak usah sok tau deh! Atas dasar apa kamu beraninya ngomong gitu ha?!”
“Udahlah Tan, kamu gak usah menyangkalnya. Tadi siang, kamu kan dijemput sama orang yang nabrak aku.”
Tania tidak menjawab apa – apa. Ia hanya terdiam dan menatap ke depan.
“Aku pengen kita berdua itu damai dan bersaing secara sehat! Kita satu perguruan Tan. Lebih baik kita saling bersatu agar kita kuat!’
“Iya, kamu enak aja ngomong guty! Karena mau bagaimanapun pasti kamu bakalan selalu didepan aku, kamu bakalan yang selalu terpilih! Sedangkan aku? Aku cuman sampah disini!”
“Nggak Tan! Kamu itu nggak sampah! Kamu udah berlatih keras Tan, jangan menyerah pasti ada kesempatan. Aku tau kok keadaan kamu, orang tua kamu sibuk degan pekerjaan mereka. Jadi, mereka jarang mengasih waktunya untuk kamu. Aku broken home, kamu juga. Tapi, aku selalu berniat mengubah diriku agar nggak jadi Bad Girl! Makanya aku ikut silat! Kalau kamu merasa kesepian, jangan Tan! Aku, Sandra, Bastian dan yang lainnya pasti mau sama kamu!”
Tania langsung tertegun mendengar ucapan Ajeng. Ia terharu karena tidak ada seorangpun yang mengerti keadaannya selain Ajeng. Selama ini, ia hanya berteman dengan harta kekayaan orang tuanya, bukan dengan kasih sayang orang tuanya.
“Ajeng, aku minta maaf banget. Aku gak nyangka kamu tetap sebaik ini walaupun aku udah jahat banget sama kamu! Selama ini, cuman kamu satu – satunya orang yang mengerti sama keadaanku Jeng. Sedangkan teman – temanku yang lain, mendekatiku cuman karena harta! Aku tau orang tuaku kaya, tapi aku gak menginginkan harta mereka! Aku cuman mau kasih sayang dari mereka! Sampai saat ini, aku masih merasa kesepian! Gak ada yang paham sama aku! ” Tania menangis terisak – isak karena tersentuh dengan perkataan Ajeng.
“Kamu gak kesepian kok. Kalau kamu hanya diam, kamu akan ditinggalkan waktu! Harusnya kamu bilang sama kami dari awal, pasti kamu gak bakal kayak gini! Kita pasti menerima keadaan kamu apa adanya. Kamu pasti bisa Tania! Biarkan orang tua mu sibuk, jadilah dirimu sendiri! Be yourself, and never surrender!” Ajeng memeluk Tania yang menangis di pundaknya. Akhirnya mereka bisa berdamai setelah saling memahami satu sama lain. Beberapa saat kemudian, Ajeng pulang kerumahnya.
Ajeng merasa lebih lega setelah berdamai dengan Tania. Ia merasa salah satu bebannya yang rumit telah berubah menjadi damai. Balas dendam memang tidak akan berguna dan tidak akan bisa merubah apapun yang tekah terjadi. Semua itu hanya hal yang sia – sia dan membuang waktu. Apa salahnya berdamai dan melupakan segala kesalahan?
Dengan suasana yang sangat baik, Ajeng tiba di rumah dan segera membuka pintu. Ia melihat seorang tamu pria di sofa ruang tamu. Awalnya, semua normal saja, namun..
“Assalamu’alaikum.” Ucap Ajeng dan segera masuk.
“Waalaikumsalam.” Ucap Ally dan pria itu.
“Ini siapa mah?’ Tanya Ajeng bingung.
“Oh iya , mama mau bilang ke kamu sejak kemarin – kemarin tapi mama lupa. Ini teman sekolah mama, namanya Mulyo.”
“Oh, salam pak.” Sapa Ajeng sopan. Lalu ia duduk di sebelah Ally.
“Dia calon Papa baru kamu Jeng.” tambah Ally.
“HAH?! APA?! Nggak mah, nggak mungkin!” tutur Ajeng tidak percaya dengan omongan Ally.
“Ajeng, mama serius nak. Mulyo memang calon papa baru kamu Jeng.”
“Mama pikir aku setuju kalau mama nikah sama dia ma?! NGGAK MAH!” bentak Ajeng emosi.
“Sabar dulu nak, bapak baik kok. Mama kamu sama bapak udah menjalin hubungan sejak sebulan lalu.” Ucap Mulyo.
“Aku gak peduli! Mama gak mikirin Ajeng lagi ya?!”
“Ajeng, justru Mama melakukan ini karena mama sayang sama Ajeng!”
“Tapi gak gini caranya Mah?! Mama menambah beban pikiran Ajeng lagi!”
“Pokoknya apapun yang Ajeng bilang, Mama tetap akan menikah dengan Mulyo!”
“AARKH!! AKU GAK PEDULI! POKOKNYA JAWABAN AKU TIDAK MAH! NO!! NO!! BIG NO!”
Ajeng langsung keluar rumah dan berlari dengan air mata berderai kencang. Ia merasa sudah dikhianati oleh Mamanya sendiri yang selama ini ia cintai.
Ajeng berlari menuju rumah Bastian untuk menenangkan pikirannya. Ia merasa pemandangan yang asri itu akan dapat menenagkan. Disisi lain Ajeng merasa lega. Namun disisi lain ia merasa mendapatakan sebuah beban yang snagat berat dan tidak bisa ia terima.
Ia berdiri di tengah sawah – sawah dan memandangi langit sore menjelang malam.
“Hah? Ajeng?” Bastian yang melihat, langsung menghampiri Ajeng dengan senang.
“Hey-“ ketika hendak menyapa, ia langsung diam ketika melihat Ajeng menangis.
“Ajeng, kamu kenapa? Kok kamu nangis Jeng?”
“Bastian… Ah, nggak papa kok.” Ajeng langsung mengusap air matanya.
“Kamu bohong! Aku tahu ada yang salah sama kamu. Kamu ada masalah apa?!”
Ajeng berusaha tetap tenang untuk menceritakan semuanya kepada Bastian. Ia tidak ingin terlihat lemah dihadapan sahabatnya itu.
“Bas,”
“Apa Jeng?”
“Kamu tau gak gimana rasanya dikhianatin orang yang sangat kamu cintai?”
“Hah? Maksud kamu apa Jeng?”
“Tekanan aku sejak SD, udah menghilang. Dan semenjak aku masuk silat, aku udah mengalami banyak perubahan pada diriku. Aku udah punya sahabat, pengalaman, bahkan aku udah merasa sangat bahagia.”
“Lalu?”
“Dan aku udah nerima dengan damai tentang perceraian orang tuaku dan wasiat Papa. Tadi pas aku pulang, kata Mama dia mau nikah lagi. Sama orang yang gak aku kenal sama sekali. Dan aku piker, aku gak pernah liat dia sebelmunya.”
“Oh, jadi karena itu. Kamu mau Mama kamu bahagia kan Jeng?” Tanya Bastian.
“I-iya sih. Pasti aku mau Mama bahagia. Tapi kenapa harus kayak gini Bas?!”
“Dengar ya Jeng. kamu bisa gak suka. Tapi, kamu gak akan bisa menyangkal perasaan orang lain. Bagaimana pun kamu menolak, atas nama rasa suka tidak akan bisa kamu bantah. Mungkin kamu gak terima, tapi setidaknya biarkan Mamamu melakukan apa yang dia inginkan.”
“Iya , kamu benar Bas. Aku gak akan bisa menantang perasaan Mama. Aku selalu ingin Mama bahagi. Aku akan berusaha buat terima semua ini.”
“Oke Ajeng. Jangan nangis lagi dong. Senyum duluu biar cantik!”
Akhirnya Ajeng pulang ke rumah tepat dengan adzan maghrib yang berkumandang. Ia melihat Ally berdiri di depan pintu menunggu kedatangan dirinya.Meski begitu, Ajeng masih merasa sakit hati atas perbuatan Ally. Ia hanya memberikan senyum singkat dan langsung pergi ke kamarnya.
Sikap Ajeng kepada Ally langsung berubah dari penyayang menjadi dingin walaupun ia masih sayang dan mencintai Ally. Hal ini berlangsung selama 1 tahun setelah menikahnya Ally dan Mulyo. Ajeng sudah hampir tamat SMA dan akan menuju ke perguruan tinggi.
Kemudian ia mendapat kabar bahwa akan diadakannya tanding Pencak Silat tingkat Nasional. Tentu saja semua pesilat di provinsi Ajeng di seleksi untuk maju ke tingkat Nasional. Ali sudah menyebarkan pengumuman kepada murid- muridnya. Seleksi tingkat Kecamatan dan Kabupaten sudah selesai, kemudian berlanjut ke seleksi tingkat Provinsi.
Meskipun ini sangat mudah dan sudah dikuasai Ajeng, tapi baginya seleksi Provinsi ini adalah yang paling berat baginya. Karena ia harus melawan sahabatnya sendiri, Kasandra. Ia bahkan sudah mengatakan hal tersebugt kepada Ali. Namun Ali tidak terlalu memerdulikan itu. Baginya, kawan adalah lawan merupakan hal wajar yang akan sering terjadi dalam kehidupan. Ajeng harus siap menghadapi hal – hal seperti itu agar ia tidak terjatuh dalam sebuah lubang karena perasaan segan-nya.
Tapi ini adalah mimpi Ajeng. Sejak dulu ia benar – benar ingin mendapatkan gelar Pendekar dalam silat. Mau tidak mau, untuk mengejar mimpinya tersebut Ajeng harus maju ke tingkat Nasional setelah mengalahkan sahabatnya.
Tibalah hari seleksi tingkat Provinsi. Ajeng belum bicara apapun dengan Kasandra karena rasa canggungnya saat seleksi nanti. Wajahnya masih murung tanpa semangat. Namun, Bastian mengatakan sesuatu yang langsung membuat Ajeng tertegun.
“Kalau kamu mau mengejar mimpimu, kejarlah! Karena orang lain tidak akan melakukannya untukmu, Ajeng!”
Ajeng langsung teringat akan alasan kenapa ia bisa tiba sejauh ini. Bukanlah hal yang mudah untuk berjalan sejauh ini dalam waktu yang lumayan singkat. Ia tidak ingin lagi menyia – nyiakan waktunya sehingga harapannya harus hilang dengan kejam. Ia tidak ingin lagi semua harapannya hilang dengan sangat kejam. Semangat Ajeng kembali lagi. Ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengejar mimpinya. Ia sadar bahwa tidak aka nada orang lain yang akan melakukannya untuk Ajeng.
Perlombaan dimulai. Ajeng memandang lawannya sebagai orang yang baru ia kenal. Ia berusaha menganggap bahwa lawannya bukan siapa – siapa melainkan seseorang yang harus ia kalahkan disana. Ia paksakan pikirannya untuk fokus pada tujuannya. Namun sekeras apapun Ajeng berusaha, ia tidak akan bisa melupakan sahabatnya itu dan harus mengalahkannya.
Dan tiba – tiba saja Ajeng terhantam ke lantai oleh sahabatnya itu. Disaat itu juga ia sadar bahwa Sandra tidak terlalu memikirkan tentang dirinya. Sandra tidak terlalu membebani dirinya dengan siapa lawannya itu. Ia benar – benar menganggap bahwa Ajeng merupakan lawannya bukan kawannya.
Ajeng langsung bangkit. Pikirannya berubah secara drastis. Ia tidak memerdulikan lagi siapa lawannya itu. Hati yang tadinya menolak, sekarang langsung berapi – api. Ajeng langsung membalas jurus – jurus Sandra tadi. Ia melakukan semua jurusnya dengan sangat baik dan sangat teliti. Sandra langsung jatuh ke lantai. Namun ia berdiri lagi dan bersiap untuk melawan balik Ajeng.
Bagaimanapun usaha Sandra melawan, Ajeng selalu selangkah di depan Sandra. Ajeng selalu melakukan jurusnya dengan sangat baik sehingga benar – benar melihatkan sebuah perbedaan dengan Sandra. Setelah beberapa menit bertarung, akhirnya Sandra jatuh ke lantai dan tidak bisa bangkit lagi. Disaat itu juga Ajeng langsung dinobatkan sebagai pemenang tingkat Provinsi, dan akan diutus ke tingkat Nasional.
Ali merasa sangat bangga kepada Keponakannya itu. Ia benar – benar merasa takjub melihat perubahan drastic Ajeng semenjak ia menduduki SMP. Jika dulu ia menjadi seorang Badgirl dan tidak berguna bagi sekolahnya. Namun, sekarang Ajeng bisa membuat semua orang bangga akan prestasinya. Ajeng yang dulu sudah kembali lagi.
Ajeng langsung berlari kearah Ali dan teman – teman lainnya. Ia memeluk Tania dan memeluk Ali dan Bastian. Mereka benar – benar bangga terhadap prestasi Ajeng. Bukankah suatu hal yang membanggakan Ajeng bisa maju ke tingkat Nasional.
“Karena kali ini aku juara lagi, aku bakalan traktir kalian semua Yeaaay!!” seru Ajeng dengan semangatnya.
“Wah, ide bagus banget tuh! Yuk kita makan di café yang baru itu.” Tambah Bastian.
Kemudian Ajeng melihat Sandra berjalan keluar sendirian.
“Eh Sandra! Yuk ikut sama kami!” ajak Ajeng.
“Nggak. Aku sibuk.” Jawab Kasandra dengan sangat ketus dan langsung pergi meninggalkan Ajeng.
Tentu saja ekspresi wajah Ajeng langsung berubah menjadi kecewa karena ia merasa bersalah pada sahabatnya itu.
“Udahlah Jeng, maklumin aja. Mungkin dia butuh waktu untuk menenangkan pikirannya. Gausah dipikirin Jeng.” ucap Tania sembari mengusap bahu Ajeng.
“Eh, iya Tan.” Ajeng langsung tersenyum walaupun dengan raut wajah yang menipu.
Beberapa minggu kemudian perlombaan tingkat Nasional akan segera tiba. Ajeng sudah menghabiskan setiap waktunya untuk berlati silat dengan sangat baik. Bahkan Ali pun sudah memberi latihan tambahan kepada Ajeng. ia benar – benar berharap Ajeng bisa memenangkan tingkat Nasional ini.
Hari keberangkatan pun tiba. Meski tidak terlalu baik dengan Ally, Ajeng tetap meminta restu kepada Mamanya itu. Ajeng langsung berangkat bersama Ali ke Jakarta. Karena, tingkat Nasional diasakan disana. Ajeng melihat lawan silatnya yang tidak lain adalah..
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar