Nadia Chairunnisa Olia Putri

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Bab 2 - Perbuatan Onar Gladiola

BAB 2

PERBUATAN ONAR GLADIOLA

Hari Senin. Ada perasaan senang di hati Gladiola. Entah apa itu, tetapi dia terus-menerus tersenyum pagi ini. Hingga orang-orang yang berada di sekitarnya pun kebingungan, termasuk Arrina.

“Hai, Glad! Ada apa sih kok hari ini kayaknya senyum-senyum terus? Tumben banget,” sapa Arrina pada Gladiola.

“Sini deh, aku udah ngerencanain sesuatu,” jawab Gladiola.

“Apaan?” tanya Arrina penasaran. Setelah itu Gladiola membisikkan sesuatu ke telinga Arrina. Setelah Gladiola selesai berbisik-bisik pada Arrina, Arrina pun ikut tersenyum.

“Haha. Aku suka idemu. Meskipun menurutku itu tidak terlalu memalukan, tapi cukup lah untuk membuat dirinya kapok. Yang penting, kita sudah membalasnya,” kata Arrina sembari tersenyum licik.

“Ha. Iyalah, siapa dulu? Gladiola. Udah cepetan siap-siap upacara. Hari ini kan hari Senin,” Gladiola mengingatkan.

“Hari ini tidak ada upacara. Katanya akan ada acara sebagai gantinya. Acara tersebut akan di laksanakan di aula sekolah,” kata Arrina memberitahu.

“Aduh, kenapa kamu tidak bilang dari tadi sih? Kan aku udah merencanakan hal itu dari kemarin. Aku kan ingin hal itu terjadi saat upacara. Agar dia dilihat dan ditertawakan oleh satu sekolah.”

“Tenang saja. Kamu akan tetap bisa menjalankan rencana itu. Tapi mungkin akan ada perubahan sedikit. Walau begitu, tetap saja rencanamu akan berjalan dengan lancar,” kata Arrina menghibur Gladiola.

“Oh baiklah. Ayo kita susun ulang rencana kita.”

10 menit telah berjalan, Gladiola dan Arrina sudah selesai menyusun rencana mereka. Mereka telah siap untuk melaksanakannya.

“Pukul berapa acara pengganti upacara itu dimulai?” tanya Gladiola.

“Sehabis ini,” jawab Arrina.

“Mari kita siapkan terlebih dahulu peralatan yang kita butuhkan. Jangan sampai rencana kita gagal,” sahut Gladiola.

“Iya.”

Mereka buru-buru mengambil beberapa peralatan yang akan digunakan oleh mereka untuk menjalankan misi. Diantaranya terdapat ember, kemoceng, dan entahlah. Barang yang terlihat yang mereka bawa hanya itu. Mungkin sisanya mereka coba sembunyikan. Agar orang lain tidak mencurigai mereka.

“Hai Arrina! Oh hai Gladiola! Kalian ngapain sih bawa-bawa perkakas untuk bersih-bersih gitu? Mau gantian sama OB ya?” kata Carina salah satu teman sekelas mereka. Sebagai jawaban, Gladiola hanya melotot pada Carina. Ia tidak suka dibilang begitu. Carina hanya tertawa kemudian pergi meninggalkan mereka.

“Saatnya menjalankan rencana!” seru Gladiola sambil memelankan suaranya. Mereka sedang menunggu sampai semua anak-anak keluar dari kelas dan menuju ke aula. Mereka pun menunggu guru-guru yang masih berada di ruang guru untuk keluar. Karena, mereka tidak ingin misi mereka dilihat oleh siapapun kecuali mereka sendiri

“Arrina! Ayo. Ngapain masih bengong disitu? Ini sudah saatnya kita beraksi. Menjalankan misi untuk mempermalukan Raniella!” sahut Gladiola sambil tersenyum lebar dan licik. Ya, rencana mereka adalah untuk mempermalukan adik kelas yang saat itu menatap Gladiola dengan tatapan sinis. Gladiola pun sudah mengetahui ternyata memang benar, kalau Raniella lah yang memberikan kodok mainan kepada dirinya. Hal itu masih belum bisa Gladiola terima. Karena kodok mainan itulah teman-teman sekelasnya menertawakan dirinya.

“Ayo. Tunggu apalagi? Oh iya, sebelumnya kita izin dulu dong ke guru. Ceritanya ke toilet atau apa gitu kek,” kata Arrina.

“Hah? Izin untuk apa?” tanya Gladiola seakan tidak mengerti apa-apa.

“Ya ampun. Iya sih rangking 1 di kelas, tapi kok kamu bodoh si kalau masalah sepele begini?”

“Enak aja bodoh. Aku gak bodoh kali.”

“Iya iya, jadi, maksudku itu kita harus izin terlebih dahulu. Karena kan kita akan menyiapkan misi, jadi pasti kita sedikit terlambat sampai di aula. Gimana sih,” kata Arrina menjelaskan maksudnya.

“Oh iya bener juga kamu,” jawab Gladiola sembari mengangguk-anggukan kepalanya.

“Kamu udah bawa permen karetnya belum?” tanya Gladiola pada Arrina sembari berjalan menuju aula.

“Sudah. Ini ada di sakuku. Oh iya, nanti ember dan kemocengnya akan kita pasang dimana? Tapi semoga saja ember dan kemoceng itu tepat mengenai sasaran. Jangan sampai yang terkena jebakan itu malah para guru, apalagi kalau kepala sekolah. Aduh bisa gawat kalau begitu,” kata Arrina

“Tenang. Yah semoga saja tidak terjadi seperti itu. Eh liat deh, itu bangkunya Raniella masih kosong. Sepertinya kita beruntung. Jadi kita tidak perlu bersusah payah untuk menjalankan plan A. Ayo cepat bergegas. Mumpung dia dan teman-temannya belum sampai,” seru Gladiola sesampainya di aula sekolah.

“Hah, kita beruntung sekali. Ayo cepat kita pasang semua jebakan. Dimana akan aku taruh permen karet ini? Apakah disini?” tanya Arrina yang sedang mengatur posisi permen karet yang akan ia tempelkan di kursi Raniella.

“Tidak, geser ke kanan sedikit. Nah ya pas disitu. Oh tidak-tidak bisakah kau geser sedikit ke kiri? Ya, itu pas sekali. Stop! Jangan diubah lagi posisinya,” kata Gladiola memerintah.

“Apakah aku harus menempelkan permen karet ini seluruhnya? Atau bagaimana?” tanya Arrina pada Gladiola.

“Tidak, jangan semua. Sebagian saja,” jawab Gladiola.

“Baiklah. Oh, Gladiola! Aku membawa lem. Lihatlah, ini lem yang aku pakai untuk prakarya membuat miniatur dari kayu. Oh my god, berarti aku membawa lem kayu. Aku tambahkan lem ini saja ya,” kata Arrina sembari memberikan lem kayu tersebut pada kursi yang sebelumnya sudah diberikan permen karet.

“Haha, ya ampun, akan semakin lengket kalau begitu. Tapi tidak apalah. Ayo, cepat tuangkan lem itu banyak-banyak. Aku tidak akan heran kalau ia menampilkan ekspresi kaget dan keheranan. Haha. Aku akan tertawa terbahak-bahak melihatnya. Atau jangan-jangan roknya akan lengket dan dia akan kesusahan untuk berdiri karena saking lengketnya benda yang kita tempelkan di kursinya,” kata Gladiola sembari tersenyum puas.

“Beres. Sekarang kita mengurus perkakas yang satu ini. Ember dan kemoceng. Apakah embernya akan kita isi dengan air? Atau tidak usah?” Arrina kembali bertanya pada Gladiola.

“Terserah dirimu. Mungkin isi saja.”

“Oke,” jawab Arrina sembari menuangkan air kedalam ember.

“Nanti saat Raniella sedang berjalan, entah itu akan keluar aula, atau yah pokoknya berjalan dan melewati jalan ini, kita langsung tarik tali yang sudah kita pasang dan air dan kemoceng itu pasti akan menimpa Raniella. Uh, apakah dia akan terkejut dan melapor kepada guru? Hmm pasti. Haha.”

“Lebih baik kita tarik talinya saat anak-anak berjalan keluar aula. Pasti kan Raniella pun akan ikut bersama anak-anak tersebut saat keluar aula. Bagaimana?” usul Arrina pada Gladiola.

“Oke. Yuk sekarang kita tentukan tempat duduk kita. Untung saja, tempat duduk kelas kita terdapat di bagian belakang. Aku malas duduk di depan. Lagian ini acara apaan sih? Palingan cuman acara “Bimbingan Murid” yang dilaksanakan setiap bulan. Iya kan?” kata Gladiola.

“Iya deh sepertinya. Berarti ada sambutan dari kepala sekolah seperti biasa dong? Aduh, aku paling malas mendengarkannya, soalnya lama sekali sih. Aku pun tidak mengerti apa yang diucapkan oleh pak kepala sekolah, Pak Deon,” keluh Arrina.

“Haha, sama,” jawab Gladiola.

Setelah itu, mereka terdiam dan melihat ke sekelilingnya. Baru beberapa guru yang sudah sampai di aula, yang lainnya belum. Termasuk Pak Deon. Murid-murid pun belum sampai di aula semuanya. Tiba-tiba Gladiola melihat Raniella yang sedang berjalan bersama temannya menuju kursi bagian kelasnya. Kursi setiap anak sudah di tentukan oleh guru-guru sesuai bagian kelasnya.

“Eh, itu si Raniella datang. Mari kita lihat bagaimana ekspresinya,” sahut Gladiola memberitahu Arrina.

Raniella tidak melihat ada permen karet di kursinya. Ia langsung saja menduduki kursi tersebut. Lalu ia dengan teman-temannya lanjut mengobrol. Gladiola dan Arrina yang melihat itu tertawa cekikikan. Misi pertama mereka berhasil.

Acara “Bimbingan Murid” pun dimulai, pertama-tama seperti biasa MC atau Host memanggil murid yang akan menjadi pemimpin do’a. Raniella mengacungkan tangannya, ia ingin menjadi pemimpin do’a dalam acara “Bimbingan Murid” kali ini.

“Silakan Raniella untuk memimpin do’a. Silakan maju ke depan,” Bu Tiffany mempersilakan Raniella untuk maju ke depan dan memimpin do’a.

Saat Raniella ingin bangkit dari tempat duduknya, ia tidak bisa bangkit, karena permen karet dan lem kayu yang di taruh oleh Gladiola dan Arrina. Teman-temannya menertawakannya. Anak-anak lain yang berada di aula pun ikut penasaran dan setelah tahu, mereka ikut tertawa. Guru-guru ingin bertindak, tetapi, ini bukan saatnya untuk memberhentikan acara “Bimbingan Murid”. Akhirnya, Bu Tiffany menunjuk anak lain untuk memimpin do’a. Raniella masih berusaha melepaskan sesuatu yang menahannya untuk bangkit dari tempat duduk. Tetapi tidak bisa, di kursinya terdapat lem kayu. Bagaimana mungkin Raniella akan bangkit?

Raniella yang sedang bersusah payah melepaskan kursi itu dari pakaiannya terlihat matanya berkaca-kaca. Ia kemudian meminta tolong pada teman-temannya untuk membantunya melepaskan kursi tersebut. Teman-temannya ikut membantu, tetapi hasilnya nihil. Mungkin Arrina menaruh lem kayu tersebut kebanyakan. Sehingga Raniella benar-benar sulit untuk bangkit dari tempat duduknya. Sedangkan Gladiola yang sedang melihat kejadian itu hanya tersenyum puas. Dalam hatinya ia bersorak riang.

“Eh Gladiola, aduh maaf. Tapi aku lupa untuk mencopoti bulu-bulu dari kemoceng tersebut. Yang ada malah kemoceng yang utuh yang akan menimpa Raniella itu. Gimana dong?” Arrina membubarkan kesenangan Gladiola dengan berkata seperti itu.

“Hmm ya sudah tidak apa-apa. Tapi, lebih baik kita mencopotinya sekarang saja. Sekalian untuk mengecek keadaan ranjau itu, apakah masih oke atau tidak. Ayo, Arrina,” kata Gladiola.

“Ayo.”

Kemudian mereka berdua pun segera naik ke lantai atas aula tersebut. Jebakan yang mereka pasang memang terdapat di lantai atas aula sekolah. Mereka memilih tempat itu, agar jebakan dan misi yang mereka susun berjalan dengan baik. Juga tidak ada orang yang melihat mereka mengutak-atik sesuatu di atas sana. Karena, acara “Bimbingan Murid” diberlangsungkan di lantai bawah aula, dan mata semua orang di lantai bawah pun hanya tertuju pada Pak Deon yang sedang menyampaikan sambutan.

Saat mereka akan naik ke lantai atas, mereka berdua tak sengaja bertemu dengan Bu Qiina.

“Kalian mau kemana? Kan acaranya belum selesai. Mau kabur ya?” tanya Bu Qiina.

“Bukan bu, kita mau ke toilet. Kebelet nih, bu,” kata Gladiola mengarang alasan.

“Oh baik,” jawab Bu Qiina pendek.

“Uh, untung saja kamu pintar mengarang alasan. Ayo cepat, sebelum bertemu guru yang lainnya,” kata Arrina sembari menghembuskan napas.

“Oke, semuanya sudah oke. Eh, Arrina! Sini dulu!” seru Gladiola setelah mengecek keadaan ranjau yang mereka buat.

“Kenapa?” tanya Arrina.

“Ini mengapa tali yang satu ini belum kamu ikat ke pegangan embernya? Nanti kita tidak bisa menjalankan rencana kita dong,” jawab Gladiola sembari menunjuk tali yang belum terikat ke salah satu pegangan ember.

“Oh iya aku lupa, maaf ya. Akan aku talikan sekarang juga deh,” kata Arrina sembari mengikatkan tali tersebut ke salah satu sisi pegangan ember yang belum terikat. Gladiola membantunya mengikatkan tali tersebut.

“Sekarang kita coba untuk menjatuhkan ember ini. Airnya kita keluarkan dulu saja deh. Jadi berat,” kata Gladiola. Setelah itu mereka mencoba menjatuhkan ember tersebut. Agar saat rencana kedua mereka akan dijalankan, rencana itu tidak gagal.

“Yes, bagus. Kita sudah bisa menjatuhkan ember ini dengan posisi yang sempurna. Mari kita isi kembali ember ini dengan air. Lalu kita turun kembali ke bawah,” perintah Gladiola.

Mereka pun kemudian menuangkan air ke dalam ember tersebut. Setelah itu, ember tersebut mereka angkat dan mereka taruh di tempat asalnya. Saat mereka mengangkat ember tersebut, entah mengapa Gladiola menjadi tidak seimbang dan ia tidak sengaja terjatuh. Arrina pun otomatis menjadi tidak seimbang dan dengan spontan Arrina menarik tali yang berfungsi untuk menjatuhkan air dari ember tersebut pada sasaran alias Raniella.

Mereka tidak beruntung kali ini. Air yang tadi jatuh dari ember pun tepat menimpa Pak Deon alias kepala sekolah yang baru saja selesai menyampaikan sambutan. Otomatis Pak Deon menengokkan kepalanya ke atas. Pak Deon melihat Gladiola dan Arrina yang sedang berusaha kabur dari lantai atas.

“Ayo cepat lari. Sebelum guru-guru lain melihat kita,” seru Gladiola.

Saat mereka berusaha kabur, terdengar suara guru-guru yang bersahut-sahutan memanggil mereka. Mereka tidak mau berhenti berlari. Mereka terus-menerus berlari meskipun tidak tahu kemana mereka harus pergi. Akhirnya, mereka memutuskan untuk menyetop taksi, dan pulang ke rumah masing-masing. Mereka tidak peduli apakah tas dan peralatan sekolah lainnya masih ada di kelas mereka, yang penting mereka bisa kabur.

“Uh today is a very bad day,” gumam Arrina.

“Argh, kenapa tadi aku harus terjatuh coba? Hiks,” Gladiola ikut bergumam dalam isakannya.

Yes, you’re right. Today is a bad day,” kata Gladiola yang masih menangis karena ia malu, rencananya salah sasaran dan perbuatannya diketahui banyak orang. Bukannya Raniella yang malu, malah menjadi mereka berdua yang malu.

Senjata makan tuan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post