Kemulyaan Seorang Ibu Membawa Keberkahan Bagiku
Kemulyaan Seorang Ibu Membawa Keberkahan Bagiku
Oleh: Muhammad Tsaqif Rafif Radhitya
Ibu adalah segalanya bagi putra-putrinya. Ibu bersuka ria sekaligus menahan letih saat mengandung selama 9 bulan. Ibu juga memberikan pendidikan pertama bagi putra-putrinya. Beragam keluh kesah dari anaknya didengar dengan sepenuh hati. Kehadirannya selalu ada pada saat kita butuhkan. Hingga terdapat sebuah Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim yang berbunyi “Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, “Wahai Rasulullah, kepada siapa kah aku harus berbakti pertama kali?” Rasulullah SAW menjawab, “Ibumu!”. Kemudian orang tersebut kembali bertanya, “Kemudian siapa lagi?” Rasulullah SAW menjawab, “Ibumu!”. Orang tersebut bertanya kembali, “Kemudian siapa lagi?” Beliau menjawab, “Ibumu!”. Orang tersebut bertanya kembali, “Kemudian siapa lagi”, Rasulullah SAW menjawab, 'Kemudian ayahmu”. Sebuah pengalaman pernah terjadi dihidupku yang memperlihatkan betapa berartinya seorang Ibu.
Kisahku berawal saat menentukan sekolah mana yang harus dipilih setelah lulus dari SMP. Aku memiliki keinginan untuk melanjutkan ke SMA yang tergolong favorit di kotaku. Sebagian besar teman-temanku juga berniat untuk masuk ke sekolah yang sama. Tak lupa diriku mendiskusikan perihal tersebut kepada orang tua khususnya ibuku karena dia seorang guru. Ibuku menasehatiku agar memperhatikan nilai raporku karena sekolah yang ingin kutuju memiliki standar nilai yang tergolong tinggi. Setiap hari setelah pulang sekolah aku masih harus mengikuti les untuk persiapan Ujian Nasional (UN). Nilai UN juga termasuk salah satu persyaratan masuk ke SMA yang ingin kutuju.
Agar nilai UN maksimal maka sekolahku mengadakan 3 kali try out. Try out ke-1 digunakan untuk mengelompokkan kemampuan awal siswa dalam 8 kelas. Ternyata hasil try out ke-1 ku tidak memuaskan. Kondisi ini membuat aku harus belajar lebih giat lagi sehingga hasil try out ke-2 ku meningkat dengan pesat yang menyebabkan peringkatku naik.
Tepat kurang 1 bulan sebelum Ujian Nasional, tiba-tiba terjadi pandemi Covid-19. Pemerintah memutuskan untuk meniadakan Ujian Nasional. Seketika aku langsung bingung dengan apa yang harus kulakukan agar bisa masuk ke sekolah yang ku inginkan. Nilai raporku memang memenuhi stardar, namun jika dibandingkan siswa-siwa lain yang akan mendaftar ke sekolah tersebut, bisa saja nilaiku tersingkir. Terlebih sekolah tersebut menerapkan sistem zonasi untuk jalur pendaftaran lainnya.
Pada saat hatiku sedang bimbang, tiba-tiba ibuku memberiku sepucuk kertas berisi brosur pendaftaran sekolah dengan sistem boarding school. Awalnya aku enggan menerima saran ibu untuk mencoba mendaftar ke sekolah tersebut. Keenggananku terjadi karena sekolah tersebut mewajibkan siswanya untuk tinggal di Ma’had. Tes masuknya juga memiliki persaingan yang sangat ketat karena dari sekian banyak yang mengikuti tes hanya 31 anak yang masuk ke kelas unggulan dan sisanya masuk ke kelas reguler.
Awalnya aku mengikuti tes tersebut dengan harapan agar tidak lolos karena masih ingin masuk ke SMA tersebut. Namun, Hasil tes tersebut justru menunjukkan bahwa aku lolos. Aku membujuk ibu untuk masuk ke SMA yang kuinginkan. Kemudian, ibuku menasehati agar aku masuk ke sekolah tersebut karena di sana tidak hanya mendapatkan ilmu yang bersifat umum, tetapi juga ilmu agama.
Setelah menerima nasehat dari ibuku, aku menerima keputusan masuk ke sekolah tersebut, tetapi pada kelas yang bukan unggulan agar aku tidak perlu masuk ke ma’had. Ibuku tetap membujuk diriku untuk masuk ke kelas yang berbasis ma’had saja. Aku tetap menolak keputusan tersebut bahkan setiap kali ditanya diriku selalu terdiam tidak menjawab sepatah kata pun. Hingga saat daftar ulang, aku tidak mau ikut karena masih belum menerima keputusan tersebut.
Kini, saat aku di ma’had. Aku semakin rajin dan tepat waktu untuk beribadah. Pola pikirku sedikit demi sedikit berubah menjadi lebih dewasa. Kini aku memiki banyak teman yang selalu siap membantuku saat kesusahan. Andai saja aku tetap bersikukuh masuk ke SMA yang kuinginkan, mungkin diriku tidak seperti saat ini. Seorang ibu memang selalu tahu apa yang dibutuhkan dan yang terbaik bagi putra-putrinya agar tak menyesal di akhir.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar