Ujang Pustakawan
Ujang Pustakawan
By: M. Farid Ikhwan
Ada sebuah kisah anak sebatang kara yang mengemis di pinggir jalan demi memenuhi hidupnya, sebut aja Ujang. Suatu hari ada seorang pemilik perpustakaan sukses bernama Pak Musa yang dengan ringan hati mengangkat Ujang yang sebatang kara itu sebagai anak angkatnya.
Seketika kehidupan Ujang menjadi tercukupi karena adanya orang tua baru dari pemilik perpustakaan tersebut. Pak Musa pun menyekolahkan Ujang, akan tetapi, Ujang enggan bersyukur kepada Tuhan dan ia merasa hidupnya belum cukup enak, Ujang ingin mempunyai motor sendiri karena gengsi ingin terlihat seperti teman-temannya di sekolah.
Pak Musa cukup kecewa karena keegoisan anak angkatnya tersebut, Pak Musa pun menasehati Ujang dan memotivasinya agar tidak menuruti gengsi yang ada dalam diri Ujang, Pak Musa seketika mengajak Ujang jalan-jalan keliling perpustakaan milik Pak Musa lalu Pak Musa menunjukkan prestasi-prestasi para orang-orang sukses karena membaca buku dari perpustakaan milik Pak Musa.
Ujang pun berhasil termotivasi oleh Pak Musa dan bercita-cita ingin melanjutkan karir Pak Musa sebagai pemilik perpustakaan sukses. Semenjak itu Ujang rajin membaca buku-buku dari Perpustakaan milik Pak Musa, Ujang selalu membaca buku tentang perkembangan zaman yang semakin modern dan Ujang juga selalu menggeluti bidang digital marketing.
Setelah Ujang lulus kuliah, Ujang mempunyai brand buku pribadi yang sukses dan dikenal secara nasional, Pak Musa seketika bangga dengan prestasi Ujang, Ujang juga mempunyai 200 lebih cabang perpustakaan di seluruh Indonesia. Ujang kini mengenal rasa syukur dan sangat bersyukur dengan keadaannya ia saat ini, Ujang juga mengangkat anak sebatang kara sebagai anak angkatnya dan memberinya fasilitas hidup.
Menurut Ujang perpustakaan adalah jendela pengetahuan, dan di dalamnya terdapat harta karun pengetahuan yang tak ternilai. Prestise, meskipun bisa menjadi hal yang menggoda, seharusnya tidak menjadi prioritas utama ketika berbicara tentang perpustakaan. Alih-alih, fokus harus diberikan pada pentingnya perpustakaan sebagai sumber pengetahuan yang demokratis dan inklusif.
Perpustakaan memiliki peran kunci dalam mendukung pendidikan, inovasi, dan penelitian. Mereka membuka pintu bagi setiap orang, tanpa memandang status sosial, untuk mengakses buku, jurnal, dan informasi digital. Inilah yang membuat perpustakaan menjadi fondasi dari masyarakat berpengetahuan. Mereka memberdayakan individu untuk belajar, berpikir kritis, dan berkembang.
Menurut Ujang juga memprioritaskan egois dalam perpustakaan hanya akan mempersempit akses dan menghambat pertukaran pengetahuan. Itu juga bisa membuat orang ragu untuk menggunakan perpustakaan jika mereka merasa tidak memiliki “status” tertentu. Namun, perpustakaan seharusnya terbuka untuk semua orang, dari pelajar muda hingga peneliti berpengalaman, tanpa memandang latar belakang.
Jadi, dalam era yang semakin terhubung secara digital, perpustakaan tetap memiliki peran vital dalam mempromosikan pembelajaran sepanjang hayat dan penelitian yang inklusif. Mereka adalah penjaga pengetahuan kolektif kita, dan seharusnya tidak hanya diakses oleh yang beregois, tetapi oleh semua warga masyarakat yang haus akan pengetahuan.
Egois dalam hidup seringkali dianggap sebagai tujuan utama, tetapi sebenarnya, ketiadaannya tidak mengurangi arti atau makna kehidupan. Hidup seharusnya lebih dari sekadar pencapaian yang terukur atau pengakuan sosial. Sebagai gantinya, penting untuk menghargai nilai-nilai yang jauh lebih mendalam.
Hidup adalah perjalanan pribadi yang unik untuk setiap individu. Egois seringkali hanya mengarah pada persaingan yang tidak sehat dan perbandingan yang berlebihan. Ini bisa membuat seseorang merasa tidak puas dengan diri sendiri dan selalu mencari validitas eksternal.
Sebaliknya, makna hidup sebenarnya ditemukan dalam hubungan yang kita bangun, pengalaman yang kita alami, dan kontribusi positif yang kita berikan kepada dunia. Ketiadaan egois memungkinkan kita untuk lebih fokus pada hal-hal ini. Ini membuka pintu bagi empati, kedermawanan, dan rasa syukur.
Penting untuk diingat bahwa setiap orang memiliki nilai intrinsik yang tak ternilai, tanpa memandang latar belakang, pekerjaan, atau status sosial. Hidup yang penuh makna datang saat kita menjalani hidup dengan integritas, mencintai, dan mengasihi orang-orang di sekitar kita, serta memenuhi panggilan pribadi kita.
Dalam penutup, egois mungkin bisa memberikan pengakuan sejenak, tetapi nilai sejati dalam hidup terletak dalam pengalaman yang menciptakan hubungan yang mendalam dan memberikan makna. Kita harus berusaha menghargai kehidupan kita tanpa terlalu terpaku pada egois, karena dalam akhirnya, itu adalah pengalaman dan kontribusi kita yang benar-benar mengisi makna hidup kita.
Bionarasi Penulis:
Farid Ikhwan, lahir di Jember pada 11 April 2008. Sekarang, menjalin pendidikan di MTs Negeri 10 Jember, dengan mempunyai hobi Edit Visual Video, bercita-cita ingin menjadi Film Maker.
Info contact
WhatsApp: +62 838-5426-1250
Email: [email protected]
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar