Amirul Hakim 'Anak Yang Hebat' BAGIAN 1
AMIRUL HAKIM "ANAK YANG HEBAT"
Alkisah pada zaman dahulu disebuah negeri yang miskin dan warganya banyak yang kesusahan. Ada seorang pemuda yang bernama Albab, ia merupakan seorang penggembala kambing, ia mewarisi pekerjaan ayahnya semasa dahulu. Albab dikenal rajin walaupun tutur bahasanya agak kacau. Ia bekerja keras siang malam demi menghidupi dirinya dan ibunya yang hanya tinggal dirumah gubuk didekat hutan.
Albab tidak mempunyai banyak teman, oleh karena itu, dia sering menyendiri dirumah saat tidak sedang bekerja. Walaupun menyendiri bukan sembarang menyendiri, ia biasanya sambil membuat lagu yang sangat indah dan memiliki makna mendalam. Ia sangat suka dengan dunia permusikan, sampai ia sendiri mempunyai sebuah biola yang selalu menemaninya saat hendak membuat lagu.
Disisi lain, ada tiga wanita yang semuanya merupakan anak dari seorang kaya yang terkenal dengan panggilan Al-Ghani didesa lain tak jauh dari rumah Albab. Desa yang satu derajat lebih maju ketimbang desa yang ditempati Albab. Nama anak-anak Al-Ghani itu adalah Fatimah, Fathiah, dan Safiyyah. Fatimah dan Safiyah, mereka dinikahkan dengan dua kakak beradik dari seorang pebisnis didesa itu yang masyhur dikenal sebagai Rajul Al-A’mal, atau kerap dipanggil Pak Rajul.
Ayah Safiyyah walau sekeras apapun memaksa Safiyyah menikah, ia selalu menjawab tidak dan tidak. Ia merasa belum siap untuk menikah, Al-Ghani sudah sangat tidak sabar sampai-sampai ia takaffur dan mengucapkan “Hey Safiyyah! Sesungguhnya kebahagiaan keluarga ada ditangan Ayah, bukan ditangan Tuhan!! Jadi ikutlah perkataan ayah!!” yang sudah jelas menyimpang dari kebenaran dalam agama Islam yang dianutnya.
Safiyyah lantas menjawab “Tidak! Ayah salah, aku akan buktikan bahwa kebahagiaan keluarga ada ditangan Tuhan Yang Maha Esa!!” sehinggalah dia memberi tantangan kepada ayahnya, tantangannya kurang lebih seperti ini: “Aku setuju bila aku dikawinkan dengan orang miskin. Aku akan buktikan bahwa kebahagiaan keluarga ada ditangan Tuhan. Jika aku salah, ayah boleh menghukumku semau ayah. Namun jika ayah yang salah, biarlah Tuhan yang membalasnya.” Ucap Safiyyah. Al-Ghani seketika itu juga diam karena memikirkan apa resiko jika menerima tantangan tersebut. Dirasa akan aman-aman saja Al-Ghani lantas menyetujui tantangan itu.
Kembali kepada Albab. Dia pulang setelah bekerja seharian mengurus kambing milik bosnya. Dia kelelahan sehingga apabila dia sudah kembali pulang kerumahnya. Ia langsung menuju kamar tidur dan tidur nyenyak. Dalam tidur itu ia bermimpi bertemu Ayahnya. Ayahnya berbicara pada Albab dalam mimpi itu. Ia berkata bahwa seminggu lagi, Albab akan mempunyai pasangan hidup barunya, tak lain dan tak bukan adalah Safiyyah. Ayahnya lanjut bilang kalau pasangannya adalah orang yang sedang diberi cobaan yakni tantangan yang ia buat.
Terakhir Ayahnya berpesan, kalau nanti ia memiliki satu orang anak bersama pasangan barunya. Ia harus memberi nama anak itu Amirul Hakim. Setelah itu Albab bangun dan menyadari hari sudah pagi. Lantas ia cepat-cepat mandi dan bersiap-siap untuk pergi bekerja. Dalam kerjanya itu, ia tidak fokus karena memikirkan mengapa harus Amirul Hakim? Mengapa bukan nama-nama lain saja yang lebih enak didengar seperti Ahmad Husain, Ibn Albab, atau Muhammad Al-Hakim. Namun ia pasrah saja dan menyadari kalau kambing yang sedang diurusnya telah hilang satu.
Ia melihat sekeliling, dan menyadari bahwa kambing itu sekarang ada di depan mulut gua besar yang sedikit ditutupi tanaman-tanaman. Albab mengejar kambing itu. Setelah ia menaiki beberapa batu, ia sampai dimulut gua. Namun anehnya, dia tidak menemukan kambing itu di mana-mana. Ia memiliki firasat kalau kambing itu masuk kedalam gua, ternyata ia benar. Setelah menyusuri gua sebentar, ia melihat kambing tersebut ada diantara bebatuan gua. Ketika ia mendekatinya hal aneh dan sulit dipercaya muncul. Ia melihat sebuah harta karun yang tak terkira nilainya. Baru saja dia ingin menyentuh harta itu, tiba-tiba ia mendengar suara tertawa seram diikuti oleh harta karun yang menghilang entah kemana. Lalu suara itu bilang “Aku di sini, di atas bebatuan didepanmu!!” Albab melihat keatas dan betapa terkejutnya ia, karena ia melihat seseorang yang berpakaian layaknya orang arab badui abad pertengahan.
Orang itu berbicara kepada Albab dengan bahasa yang fasih dan sangat baik. Dia bilang “Hei Engkau!! Darimana dan siapakah dirimu?!” lantas Albab menjawab “Saya adalah orang miskin penggembala domba di dekat gua ini” orang itu berbicara lagi “Hei manusia!! Jangan engkau sentuh harta itu, harta itu milik Amirul Hakim!! Ha.. Ha.. Ha..!! Amirul Hakim!!” dan Albab seketika itu juga tiba tiba berada diluar gua secara tiba-tiba, ia seperti diteleportasi oleh orang badui itu. Seharian ia tidak bisa tidur memikirkan kejadian aneh itu. Setelah pulang ia tidur dalam perasaan gelisah.
Satu minggu sudah berlalu, dihari Kamis. Ia didatangi dua orang pengawal dan satu orang wanita, dialah Safiyyah. Safiyyah sedikit berbasa-basi, dan selanjutnya ia menceritakan kisah perdebatannya dengan ayahnya, Al-Ghani. Albab pun merasa senang, karena ternyata mimpinya benar dan ia benar benar akan menikah dengan anak seseorang yang kaya. Namun ia sadar, ia hanyalah seorang penggembala kambing dengan gaji yang pas-pasan. Ia berpikir bagaimana jika Safiyyah akan susah jika hidup bersamanya. Ia bilang kepada Safiyyah, “Tapi, saya hanya seorang penggembala kambing, penghasilanku tidak mungkin cukup untuk saya, ibuku, dan anda" Lalu Safiyyah menjawab “Anda tidak perlu risau, saya akan berusaha untuk mendapatkan penghasilan tambahan, tenang saja saya tidak keberatan untuk melakukan ini semua.”
Jadilah keesokan harinya ia menikah dengan Safiyyah. Dalam pernikahan yang sangat sederhana itu, ayah Safiyyah atau Al-Ghani bilang, “Jangan lupakan tantanganmu itu. Ayah akan beri waktu 6 bulan, dan jika waktu habis, ayah saat itu akan berulang tahun, dan ayah minta hadiah dari kamu, dan dua kakakmu.
Hari pertama, hari kedua, hingga minggu pertama sudah mereka lewati, Fatimah dengan suaminya, Ahmad. Ia hidup susah, Ahmad menjadi pengangguran dan hanya mengharapkan uang bulanan dari ayah Fatimah. Jika uang sudah habis, dan bahan makanan juga sudah habis, ia akan menjual satu perhiasan Fatimah, begitu terus sehingga sekarang Fatimah tidak lagi punya perhiasan yang menempel dibadannya.
Begitu pula dengan Fathiah, dia juga sengsara bersama suaminya, Zulkifli. Dia juga pengangguran, dia juga hanya mengharapkan uang dari ayah Fathiah. Sama dengan Ahmad, bila bahan makanan sudah habis, dia akan menjual satu perhiasan istrinya demi mendapatkan makanan, sehingga Fathiah istrinya tidak lagi punya perhiasan dibadannya.
Sedangkan disisi lain, Safiyyah sangat bahagia hidup bersama Albab, dia menikmati karangan lagu-lagu yang dibuat oleh Albab semasa dulu. Selain itu, karena mereka sama-sama bekerja, maka penghasilan mereka sangat cukup, bahkan lebih daripada perkiraan. Albab bekerja sebagai penggembala kambing, sedang Safiyyah bekerja sebagai pedagang sayuran. Sayuran itu Safiyyah tanam sendiri dikebun pribadi milik Albab. sampai pada suatu hari, Albab dan Safiyyah akhirnya dikaruniai seorang anak. Sesuai permintaan Ayah Albab, Albab memberi nama anaknya Amirul Hakim, Artinya adalah Pemimpin yang Bijaksana. Namun aneh, Amir tidak pernah berhenti menangis dari ia dilahirkan sampai berumur 3 bulan. Ia hanya berhenti menangis ketika tidur, setelah bangun, dia akan menangis lagi sejadi-jadinya. Bersambung..
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar